Senin, 25 Maret 2024

Kesimpulan dan Refleksi Terhadap Pemikiran Filosofis Ki Hadjar Dewantara

 

sumber: www.pusakaindonesia.or.id


Saya sangat bersyukur telah diperkenankan oleh Alloh SWT untuk mengikuti program Guru Penggerak. Hampir dua minggu saya menjalani program ini, saya merasakan seperti diingatkan kembali tentang bagaimana seharusnya saya berperan sebagai seorang pendidik. Saya seperti diarahkan dan diingatkan kembali agar peran saya sebagai pendidik benar-benar sesuai dengan jalur yang semestinya.

Materi awal dalam program ini berkaitan dengan pemikiran filosofis Ki Hajar Dewantara. Beliau benar-benar seorang Begawan Pendidikan yang layak jadi rujukan atas pemikiran-pemikiran filosofisnya tentang Pendidikan. Meskipun pemikiran filosofis beliau muncul di zaman pemerintah colonial, namun relevansi pemikiran beliau tak lekang waktu. Sehingga, sudah tepat sekali ketika pemikiran beliau menjadi landasan dan rujukan utama dalam desain Kurikulum Merdeka.

Ki Hajar Dewantara mengajarkan beberapa pemikiran tentang Pendidikan. Setidaknya, pemikiran beliau bisa dirangkum dalam tujuh poin. Pertama, Pendidikan harus memperhatikan kodrat alam dan zaman. Kedua, Pendidikan harus mengedepankan pembentukan manusia secara utuh (sistem among). Ketiga, pendidikan harus berhamba pada anak. Keempat, ada tiga tempat penting yang menjadi pusat Pendidikan, yaitu keluarga, perguruan (sekolah), dan masyarakat. Kelima, Pendidikan harus mengarahkan anak untuk memiliki budi pekerti yang luhur. Keenam, pendidikan yang harus dilaksanakan secara berkesinambungan (kontinyu), pendidikan melibatkan berbagai sumber yang disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks budaya milik kita sendiri (konvergen), dan pendidikan yang dilakukan tidak lepas dari kepribadian bangsa kita sendiri (konsentris). Ketujuh, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, yang artinya adalah bahwa seorang pendidik harus menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya, memberikan dorongan dan motivasi agar anak didiknya agar berkembang dengan baik, dan memberikan dukungan yang dibutuhkan agar anak didiknya dapat mencapai kesuksesan.

Relevansi pemikiran beliau tidak hanya bersifat local, melainkan universal. Trend paradigma Pendidikan di negara-negara maju yang memiliki system Pendidikan terbaik seperti Finlandia, Selandia Baru, Singapura, Lithuania dan negara-negara maju lainnya selaras dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Betapa tidak? Di negara-negara tersebut, Pendidikan diorientasikan untuk menciptakan individu-individu yang merdeka secara pikiran, dan memiliki segala aspek untuk menjadi manusia yang cerdas, berkarakter serta menjadi warga negara yang baik. Di negara-negara maju, Pendidikan sudah tidak lagi berorientasi pada angka-angka, melainkan menjadikan manusia seutuhnya. Hal-hal tersebut sangat selaras dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa relevansi pemikiran beliau bersifat universal.

Refleksi Pembelajaran dan Komitmen perubahan

Jujur, 15 tahun menjadi seorang pendidik, ini bukan pertama kali saya memahami pemikiran filosofis KH Dewantara tentang Pendidikan. Sudah sejak lama saya mengilhami pemikiran-pemikiran beliau dan menjadikannya sebagai landasan filosofis atas pembelajaran yang saya rancang dan laksanakan. Saya sudah cukup lama berupaya untuk mengintegrasikan Pendidikan karakter (character building) di dalam kelas. Di dalam pembelajaran yang saya rancang dan laksanakan, saya sudah lama menekankan pentingnya keterampilan abad 21 (kolaborasi, kreativitas, komunikasi, dan berpikir kritis) yang nyatanya sejalan dengan pemikiran KH Dewantara. Saya sudah cukup lama berupaya mengarahkan para murid untuk memiliki mindset bahwa Pendidikan yang mereka jalani adalah dalam rangka untuk menjadi pribadi yang cerdas, berkarakter, berketerampilan dan mampu menghadapi tantangan zaman, bukan semata untuk mendapatkan nilai berupa angka-angka yang tertulis di rapor atau ijasah. Saya sudah lama berusaha untuk menghadirkan diferensiasi pembelajaran dalam hal konten dan proses, walau dalam aspek penilaian masih sering saya seragamkan. Saya sudah berusaha mendesain dan mempraktikkan pembelajaran Bahasa Inggris yang memperhatikan konteks zaman dan prikologi perkembangan serta psikologi belajar peserta didik.

Banyak hal yang saya rasa sudah saya lakukan sebagai pendidik yang selaras dengan pemikiran KH Dewantara. Hanya saja, konsistensi lah yang menjadi tantangan saya. Selama ini, saya belum memiliki penguatan untuk tetap konsistem menjalankan peran sebagai pendidik yang sejalan dengan KH Dewantara. Namun sekarang, saya merasa memiliki landasan untuk terus konsisten melaksanakan pembelajaran dan Pendidikan yang sejalan dengan pemikiran KH Dewantara.

Satu hal yang menjadi komitmen saya setelah mempelajari kembali pemikiran filosofis KH Dewantara adalah senantiasa menjadikan diri saya pendidik yang selaras dengan pemikiran beliau. Ini adalah panggilan hati. Kurikulum sudah memberikan ruang seluas-luasnya untuk pendidik menjalankan perannya sebagai agen penuntun murid menjadi manusia seutuhnya. Dengan ini, saya sebagai pendidik merasa memiliki justifikasi untuk focus pada menuntun terbentuknya budi pekerti luhur anak serta terasahnya kecerdasan mereka dalam konteks mata pelajaran yang saya ampu.

Sebelum menjalankan kurikulum merdeka, saya merasa bahwa tugas pokok pendidik sangat kental dengan nuansa-nuansa formalitas. Seolah tugas pendidik yang utama adalah tentang  mendorong murid untuk meraih nilai pengetahuan dan kompetensi maksimal, serta mebuat mereka lulus ujian di akhir jenjang Pendidikan. Nuansa seperti itu kurang memberdayakan ruh sebagai pendidik sejati. Kurikulum Merdeka ini seperti mengembalikan saya pada status dan posisi semestinya. Yaitu, sebagai pendidik sejati yang menuntun murid menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur, meraih potensi maksimal sesuai dengan kodrat mereka, dan menjadi warga masyarakat dan negara yang baik.

2 komentar:

  1. isi konten bagus ,, terus berkarya,, salam sehat dan bahagia

    BalasHapus
  2. Terimakasih atas umpan balik panjenengan.
    Siap berkarya dan berguru pada panjenengan, Pak.

    BalasHapus