Kamis, 27 Oktober 2022

Getting rid of the waste in my mind

 

Somehow, I feel tired easily nowadays. Whereas I feel like I never do any hard work, actually. However, by the end of the teaching hours, I can’t help to stay relaxed and not do anything. All I need is to rest, do fun yet less physical things, and remain comfortable for the rest of the time until it is time to sleep. I tried to figure out what could have led me to get easily tired. Soon after, I discovered that it has something to do with psychological, emotional and mental health, which affects physical fitness. 


Body and soul are two interdependent things. “Men sana in corpore sano”. A healthy soul lies within a healthy body. On the other hand, a healthy soul also affects a healthy body. This is the case. My mind and soul are not okay. It has definitely influenced my body. 


I took time to contemplate, to see what was going on. Thank Goodness that it does not take long until I find the causes. As far as I have identified, my tiredness is caused by a lot of “waste” in my brain. 

What is the waste in question?


All begins from countless undone plans, either small, medium or big. Yeah, I like making a plan, but I forgot that letting those plans be abandoned without accomplishment creates waste in my mind. It is precisely like the way computers or smartphones work. The more things stored in the memories, the slower the gadgets perform. All waste in my brain due to many unaccomplished plans exacerbates my work speed. It worsens my physical performance. This makes me understand why I feel burnout easily. 

It is critical to get things done in time. Nothing is insurmountable. There is a challenge, and there is a key to facing the challenge. 


All I need to do now is getting rid of the waste in my brain. The thing about how it works is not similar to how we clear up storage in the gadget’s memory which only takes a second using the “delete” button. Getting rid of waste in the brain takes time. I need to accomplish every plan I have made, so there will be a wider space in my memory. This is how my “gadget” will perform faster, more effectively and with more durability.  

 

Sabtu, 22 Oktober 2022

Building My Own Pond

 

It is just like a fish. The bigger it grows, the more it needs a much larger pond. The bigger people's capacity and competence, the more challenges they need. I am currently in high need of achievement. I feel like the current pond does not suit my growth. 

Once I complained about the situation until a friend of mine softly reminded me that there was no better option than creating my own pond. Suddenly I nodded my head and figured out that her comment was all logical. 

Creating my own pond is a proving statement that I have competence. Meanwhile, relying on others to provide me with the bigger pond legitimates my weakness and denies my capacity. 

When it comes to building my own pond, there should be real programs that I need to carry out. These programs will eventually justify my big capacity. I know that I can do that. But I need to prove if I want to earn people's acknowledgement. ea

Well, I got to focus on several areas of programs. First is building a literacy community. The output of this program is publishing books collectively. It can be in the collective works of students and teachers separately. It should be a sustainable school program from then on. In turn, the school has to run its own publishing house. Publishing the works of students and teachers should be done sustainably and regularly. 

The second program is an online seminar on debating technicality using the Australasian parliamentary system. This program is attended by students representing senior high schools across Pekalongan Regency. We need to obtain MKKS's approval for the program. 

The third program is that I publish several books. Every beginning is determining. I can begin by writing a book about practical ideas to create meaningful education at school. Then, I will write a book about ideas to campaign for literacy at schools. Next, I will write a practical guide to do classroom research. Then, I will write a practical guide to conduct flipped classrooms to address several critical issues on students' learning like students' engagement, students from low resource communities, student-centred learning and the HOTS-based learning process. Then, I will write a book about ideas on how to conduct HOTS-based learning in the classroom. The last one is writing a book about how to conduct HOTS-based learning in an EFL classroom setting. I found a community of learners. We conduct online discussions regularly. 

 

Minggu, 16 Oktober 2022

Terimakasih, Ya, telah mengendalikan Yi, Sehingga aku tenang

 

“Aku mulai merasa tidak puas dengan kedaan sekitar”.

“Aku mengeluh dengan perlakuan lingkungan terhadapku”.

“Aku merasa bisa berbuat banyak, namun rasanya aku tidak diberdayakan”.

“Aku merasa mereka tidak memanusiakanku”.

“Aku merasa tidak diberi ruang untuk berkontribusi”.

“ Aku merasa masih dianggap sepele dan diremehkan”.

 

Terbersit begitu banyak keluh kesah dalam ruang pikiran dan perasaanku. Aku merasa tidak diberdayakan, padahal aku memiliki kapasitas untuk berkontribusi lebih. aku berpikir bahwa mereka terlalu tak tau diri untuk mendominasi, sementara mereka tidak mengimbangi diri dengan kapasitas dan kompetensi untuk berkontribusi. Melihat mereka, yang ada aku mengernyitkan dahi. Terkesan sombong, namun ini adalah puncak dari rasa muak ku kepada mereka yang tak memiliki idealisme namun memaksakan diri untuk selalu terus berada di depan. Tak rela mereka mengalah, untuk memberi ruang bagi yang lebih layak untuk membuat perubahan.

Segala sumpah serapah keluar dari pikiranku. Tak puas dengan keadaan. Mereka salah, dan aku benar. Begitu egoku. Kemudian aku duduk dan merenung. Kusimpulkan satu hal. Untuk apa aku menunggu situasi di luar untuk berpihak kepadaku. Mereka tidak berhutang apa-apa padaku. Aku sendiri lah yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi padaku. Seharusnya aku sadar dari dulu, bahwa berharap kepada manusia hanya akan berbuah rasa kecewa. Mengandalkan diri untuk membuat aksi adalah hal yang semestinya aku lakukan. Daripada mengeluhkan hujan di jalan, mending aku berteduh. Daripada mengeluhkan masakan warung yang tidak enak, mending aku masak sendiri. Ya, aku bertanggungjawab atas diriku sendiri.

Aku adalah dua sisi yang bersemayam dalam satu tubuh. Satu sisiku (Yi) adalah si pengeluh. Sisi satunya (Ya) adalah si bijaksana. Dan aku bersukur atas adanya dua sisiku ini.

Coba kau tanyakan pada dirimu sendiri. Apakah selama ini kau berharap akan pujian manusia atas kontribusi yang engkau berikan?

Yi: “Apakah aku salah, jika aku berharap untuk diberi kesempatan untuk berkontribusi lebih?. aku manusia normal, yang memiliki kebutuhan aktualisasi diri. Memiliki kebutuhan untuk dihargai. Memiliki keinginan untuk diberi kepercayaan karena aku punya kemampuan untuk membuktikan”.

Ya: “Tidak salah, memang. Namun kamu harus tahu, bahwa berharap pada manusia untuk berbuat adil padamu hanya akan meninggalkan kekecewaan. Fokuslah pada upaya perwujudan rencana-rencanamu. Fokuslah untuk mencapai titik keberhasilanmu. Bukan untuk pembuktian terhadap orang lain, karena itu tidak perlu. Melainkan untuk pembuktian terhadap dirimu sendiri. Agar kau semakin meyakini, bahwa kau bisa berdikari. Bahwa kamu bisa mencapai titik puncak tertinggi tanpa uluran tangan mereka”.

Seketika aku tersadar, “Iya juga ya. Jika memang aku berkapasitas dan berkompetensi, semestinya aku mengandalkan diri sendiri. Focus pada rencana yang aku miliki, dan mewujudkannya sendiri”.

Ya telah menyadarkan Yi, sehingga aku tenang.

Senin, 10 Oktober 2022

Nda' papa!

 

Yang aku rasakan, hidup di luar negeri seperti Australia dan Jepang untuk waktu yang relatif lama tuh seperti hidup di planet lain yang untuk memasukinya aku harus bersusah payah melewati suatu portal. Ketika sudah ada di sana, segalanya terasa mudah. Namun proses masuknya begitu sulit. Aku belajar satu hal, bahwa ketika sudah berada di sana, jangan menoleh ke belakang, alias berpikir untuk pulang, kecuali visi misi sudah tercapai. Soalnya ketika sudah balik ke negara asal, kita harus memulai lagi prosesnya dari nol.

Aku cukup menyesal kenapa ketika kemarin setelah studi master di Australia aku buru-buru pulang. Memang sih, beasiswa mengharuskanku untuk kembali ke tanah air guna mengamalkan ilmu yang ku raih dan mengabdikan diri bagi negara. Namun sebenarnya ada celah untuk aku stay longer di sana. Aku bisa saja mengambil kesempatan untuk internship di sekolah di sana, mengajarkan bahasa indonesia, budaya, sekaligus observasi kelas bahasa inggris untuk non-english speaker. Mustinya kesempatan itu aku ambil, toh hal itu legal di mata pemberi beasiswa.

Andai saja aku masih di Australia setelah selesai studi, tentu akan lebih mudah untuk mengurus semua hal yang ebrkaitan dengan proses studi lanjut. Aku dekat dengan profesor calon dosen pembimbing. Aku juga dekat dengan kampus, yang sewaktu-waktu bisa menjadi tempat ternyaman untuk menulis dan menyusun proposal. Aku juga bisa lebih produktif menulis. Target menerbitkan buku kayaknya lebih mudah untuk terwujud, andai aku masih di sana. Aku juga bisa fokus mengumpulkan pundi-pundi dolar untuk membiayai haji dan membeli properti. Gaji untuk ortu juga bisa lebih besar, di banding ketika aku berada di dalam negeri.

Ah…ndak papa. Sudah terlanjur. Pasti semua ada hikmahnya. Nda papa aku mulai lagi dari nol. Toh di sini aku memang bener-bener bisa berkontribusi. Menyelenggarakan kelas bahasa inggris yang menarik bagi murid-muridku, mengisi berbagai seminar dengan beragam topik, mencari jodoh, dekat dengan orang tua, dan sebagainya. Akan aku mulai lagi dari nol.

Kembali ke kampung halaman, berarti aku kembali ke rutinitas. Kembali ke jadwal mengajar harian dimana aku harus berangkat pagi buta pulang petang. Kadang terbesit pikiran bahwa apa yang aku upayakan selama ini sia-sia, karena tidak merubah rutinitasku. Namun aku yakin semua tidak sia-sia. Suatu saat, pasti akan ada pencapaian besar, sebagai reward dari semesta atas upaya yang aku lakukan selama ini.

Fokusku kini adalah menyelesaikan draft buku, hingga benar-benar terbit. Fokus ku kini adalah mendapatkan jodoh untuk menemani hari-hariku. Fokusku kini adalah belajar tentang cara dagang rosululloh, yang daya jangkau nya melewati batas negara. Fokusku kini adalah menebarkan kebaikan, berbagi tips kepada sesama rekan kerja. Fokusku adalah memperbaiki diri, untuk bertanggungjawab secara konsekuen membuktikan diri sebagai umat rosululloh yang berakhlakul karimah dan bermanfaat bagi sesama.

Aku cukup menyesal kenapa kemarin buru-buru kembali ke tanah air. Namun aku yakini, bahwa ini ada hikmahnya. Daripada meratapi beras yang sudah menjadi bubur, mending mencari bahan-bahan apa yang bisa dijadikan bumbu dan topping untuk bubur tersebut sehingga enak disantap.

 

Jumat, 07 Oktober 2022

Betapa Manusia Adalah Makhluk Penuh Drama. Sudah Mengetahui Solusinya, Namun Seolah Tidak Tau Apa-Apa

 


Kita sebenarnya tau solusi dari setiap permasalahan. Kita sebenarnya paham jalan masuk untuk mencapai tujuan hidup. Namun kita seringkali lebih memilih sikap seolah-olah tidak tau apa-apa. Sebagai seorang muslim, pasti sudah pernah kita mendengarkan banyak ajaran tentang solusi hidup. Bahwa jalan untuk naik derajat adalah dengan menjalankan sholat lima waktu dan sholat tahajjud. Bahwa jalan untuk memperbanyak rizki adalah berusaha, silaturahmi, sholat dhuha dan bersedekah. Bahwa jalan untuk meraih kemantapan dalam memilih jodoh adalah sholat istikharoh. Bahwa jalan untuk meraih ketenangan dan kedamaian pikiran adalah dzikir. Bahwa jalan meraih ketenangan dalam menghadapi musibah adalah tawakkal. Bahwa berprasangka positif itu penting, karena Alloh beserta parasangka hambaNya. Meski tau semua itu, kita sering memposisikan diri seolah-olah tidak tau apa-apa. Meski semua ajaran terebut sudah lengkap dan tinggal diaplikasikan, kita masih sering mencari-cari referensi lain seolah-olah kita kurang pemahaman.

Kita sudah mengetahui caranya, namun kita suka berdrama. Drama mencari cara. Alih-alih menerapkan apa yang kita sudah ketahui tersebut, kita seringkali lebih memilih untuk meratapi keadaan. Oiya lupa, kita memiliki potensi nafsu dan rasa malas. Nafsu kadang mengendalikan langkah kita. Rasa malas kadang mengalahkan gerak hati untuk melakukan apa yang Islam ajarkan. Namun bukankah ktia adalah makhluk yang dibekali dengan kekuatan pikiran dan memiliki kemerdekaan untuk memilih? Bukankah kita adalah makhluk yang memiliki kemampuan untuk menimbang mana yang terbaik buat kita?

Mari kita mencoba untuk take our time untuk kembali ke ajaran islam yang begitu lengkap itu. Nda perlu mencari-cari referensi dari dunia barat atau dunia lainnya. Sadarkan diri kita, bahwa yang kita perlukan hanyalah kemauan untuk menerapkan apa yang Islam ajarkan tentang solusi berbagai persoalan hidup. Bodoh sekali kita ketika sudah mengetahui solusinya namun tidak menerapkannya. Tak usah membuang-buang waktu untuk mencari jalan keluar setiap permasalahan. Mari kembali ke ajaran Islam. Di situ kita akan menemukan betapa kita sudah dimanjakan oleh Alloh SWT.

Sabtu, 01 Oktober 2022

Motivasi Pagi untuk Diri Sendiri di Awal Oktober

 

Seiring dengan berjalannya waktu, kamu harus tetapkan apa fokusmu. Banyak hal yang Nampak menarik untuk digeluti, memang. Namun mengurusi banyak hal tanpa focus pada satu hal tertentu hanya akan mengantarkanmu menjadi orang rata-rata (mediocre). Fokuskan diri dulu terhadap hal-hal yang pokok dalam hidupmu. Cintamu, keluargamu, keuanganmu, dan kesehatanmu, baru merambah ke hal-hal lainnya yang second priority.

Kamu pernah ingin menjadi penulis yang berpengaruh. Penulis yang pemikiran-pemikirannya mempengaruhi mindset banyak orang. Penulis yang karya-karyanya menjadi rujukan dan dinikmati oleh banyak orang. Jika demikian, pelajari jalan hidup para penulis terkenal yang kau kagumi itu. Jika kau mau mempelajari jalan hidup mereka, kau akan dapati bahwa jalan hidup mereka penuh dengan petualangan yang mengayakan pengalaman mereka. Mereka adalah para pembaca yang tidak pernah pelit untuk meluangkan waktu membaca. Mereka adalah perenung. Mereka adalah orang-orang yang kritis terhadap keadaan sekitar, serta tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya.

Kamu ingin memiliki kebebasan finansial. Tidak ada jalan lain selain berwirausaha, atau berdagang. Sesuaikan aktivitas wirausahamu dengan kapasitasmu, dengan kemampuanmu, dan dengan trend dunia wirausaha masa kini. Tak perlu iri dengan mereka yang tidak sekolah saja bisa kaya hanya dengan berjualan martabak. Kapasitasmu melebihi mereka. Terjunlah untuk berjualan dengan cara yang sesuai dengan kapasitasmu, dunia ekspor impor. Dunia ekspor impor mengharuskan penguasaan bahasa asing, luasnya wawasan, pengalaman pergaulan internasional, kemampuan membangun jaringan, kemampuan berkolaborasi serta komunikasi. Itulah duniamu. Beda dengan dunia mereka yang mengais rejeki dari menjual barang tanpa harus memiliki kecakapan-kecakapan yang disebutkan tadi.

Jika kamu memutuskan untuk menggeluti dunia wirausaha, belajarlah secara maksimal. Investasikan uang, waktu, pikiran dan tenaga. Belajarlah dari para ahlinya. Mulailah menetapkan target pencapaian awal. Ndak perlu muluk-muluk. Yang penting ada titik start yang bagus. Nanti juga akan berkembang seiring berjalannya waktu. Untuk urusan kebebasan finansial ini sepertinya memang harus menjadi prioritas, karena ia berhubungan dengan rencana-rencana, impian-impianmu lainnya yang membutuhkan biaya. Tercapainya kebebasan finansialmu akan berpengaruh terhadap mewujudnya segala ide yang kamu miliki. Keinginanmu menjadi seorang filantropis, melakukan charity traveling, mengembangkan ekonomi kerakyatan di lingkungan sekitar, serta ide-ide lain yang memenuhi rongga pikiranmu.

Sudah saatnya kamu lebih sering tutup telinga, tutup mulut, dan arahkan fokusmu pada apa yang ingin kamu capai. Cukup bertemakan ruangan sunyi, bangku, meja, seperangkat computer dan internet dan segelas kopi. Jika kamu merasa perlu untuk sharing, memperoleh inspirasi, serta mencurahkan segala masalah cukup sharing dengan Yang Maha Kuasa. Dia pasti mau mendengarkanmu serta memberi jalan keluar bagimu.

Kamu layak untuk bisa berbuat lebih banyak, serta lebih besar dampak kebermanfaatannya bagi sesama. Itu semua bukan untuk mendapatkan apresiasi berupa komentar positif orang lain, melainkan demi kebermaknaan hidupmu. Gajah mati meninggalkan gading. Di akhir hidupmu kamu harus meninggalkan legacy yang tak lekang oleh waktu.

Kamu bukan orang biasa, melainkan orang yang penuh dengan potensi. Jangan menunggu orang lain untuk mendorongmu bergerak. Cukup andalkan dirimu sendiri untuk menjadi motivator utama bagi dirimu.

Milikilah mastermind. Bergabunglah dengan berbagai komunitas yang berisi orang-orang hebat. Jangan kerdilkan dirimu dengan bergaul dengan orang-orang yang ber-mindset tertutup. Kamu bisa menjadi jauh lebih besar dari apa yang pernah orang lain bayangkan tentangmu. Kamu bisa menjadi jauh lebih hebat, sejauh pikiranmu bisa menjangkau.

Muliakan orang tuamu. Jadikan mereka ratu dan raja yang istimewa. Iyakan semua permintaan dan harapan mereka. Berilah tanpa mereka meminta. Bahagiakan tanpa mereka berusaha mendapatkannya.

Menjadi pengusaha ekspor-impor yang sukses, menjadi penulis yang berpengaruh, menjadi konsultan pendidikan yang jadi referensi, dan menjadi filantropis, adalah jalan ninjamu. Songsonglah itu semua selagi nyawa masih melekat di badanmu.