Kamis, 21 Januari 2021

Mendaki dan Menjadikan Alam Pegunungan Lestari

 


        Belum sempat aku turunkan tas carrier di Basecamp selesai mendaki, aku tertegun melihat fenomena ini. Aku menyebutnya sebagai fenomena, karena yang kuyakini, hal ini berlangsung relative belum begitu lama. Ataukah aku yang kurang update? Langsung saja aku aktifkan kamera untuk mengabadikan gambar melalui perekam video. Seorang pendaki dan dua orang petugas dari Basecamp Kaliangkrik Pendakian Gunung Sumbing sedang menghitung jumlah sampah yang dibawa oleh pendaki. Jumlah sampah yang dibawa selepas mendaki harus sesuai dengan jumlah barang berpotensi sampah yang dibawa saat mendaki. Jika jumlahnya tidak sesuai, maka aka nada denda yang nilainya cukup membuat jera.

              Aku sangat takjub dengan hal tersebut. Selama ini aku sangat resah dengan perilaku sebagian masyarakat yang abai terhadap kelestarian lingkungan, terlebih lingkungan pendakian. Pada tahun 2019, ada sebuah artikel yang mengulas fakta tentang menumpuknya sampah di Gunung Semeru. Dari data yang diambil oleh Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tercatat bahwa rata-rata setiap pengunjung membuang sekitar 0.5 kilogram sampah. Jika satu hari ada sekitar 500 orang yang mendaki gunung Semeru, maka diperkirakan ada sekitar 250 kg sampah yang ditinggalkan setiap hari. Jumlah yang sangat mengkhawatirkan. Artikel tersebut dipublikasikan di sebuah portal berita online pada bulan Juni 2019. Kondisi seperti itu mungkin kurang lebih sama dengan kondisi di tempat pendakian Gunung lainnya.

Sampah di sekitar Danau Ranu Kumbolo, Gunung Semeru. (Foto: BBC Indonesia)

              Aku sendiri belum tahu, apakah praktik control terhadap sampah yang dilakukan oleh Basecamp Kalinagkrik dilakukan juga di basecamp-basecamp gunung lain. Andai benar bahwa perubahan positif tersebut sudah meluas, maka ini adalah hal yang sangat menggembirakan sekaligus membanggakan. Bangga karena ternyata masyarakat kita bisa memiliki perilaku melestarikan lingkungan. Aku teringat dengan sebuah kata-kata anonym bahwa bukan karena perilaku masyarakat kita semata yang menjadikan lingkungan sekitar kita kumuh, melainkan karena aturan yang tidak tegas. Buktinya, ketika orang Indonesia berkunjung ke Singapura atau Jepang, mereka bisa berperilaku baik terhadap lingkungan. Begitu pula banyak wisatawan mancanegara yang notabenenya berasal dari Negara maju yang menunjukkan perilaku tidak tertib ketika berkunjung ke sebuah lingkungan Negara lain yang tidak memiliki aturan yang ketat.

          Praktik control terhadap sampah yang dilakukan oleh para petugas basecamp Kaliangkrik perlu diterapkan pula di basecamp-basecamp lain. Seyogyanya, praktik control sampah ini dipraktikkan pula di tempat-tempat yang potensial mengundang kerumunan, seperti tempat wisata. Yakinlah, dengan aturan yang tegas, maka perilaku hidup bersih masyarakat bisa tumbuh.

 

Selasa, 19 Januari 2021

Mendaki Gunung: Sebuah perjalanan spiritual


 

Ada beragam motivasi orang melakukan pendakian gunung. Sebagian melakukan aktivitas tersebut sekedar sebagai hobi, merasakan kepuasan ketika deretan nama gunung telah masuk daftar gunung yang telah dijelajahi. Sebagian bermotif ingin eksis di social media. Foto-foto indah menawan yang didapatkan selama mendaki tentu menjadi konten yang menarik untuk menciptakan kesan keren di media social. Demi meraih foto atau video yang super bagus, sebagian pendaki bahkan rela bersusah payah membawa seperangkat gadget seperti kamera beresolusi tinggi dan bahkan drone.  Sebagian bermotif kesehatan, menyadari bahwa mendaki gunung adalah cara yang maksimal untuk membakar kalori dan memacu kesehatan organ-organ tubuh. Aku sendiri merasakan bahwa mendaki gunung adalah sebuah perjalanan spiritual.

Sebagai seorang muslim yang beriman, aku meyakini bahwa aka nada perjalanan panjang di kehidupan setelah kematian. Konon perjalanan itu akan terasa sangat melelahkan bahkan memberatkan bagi sebagian orang, dan mudah dilalui bagi sebagian orang lainnya. Aku terbayang bahwa melakukan long march di padang mahsyar nanti akan menjadi sebuah pengalaman yang berat. Perbuatan kebaikan yang dilakukan selama hidup di dunia akan sangat membantu memudahkan perjalanan tersebut. Setidkanya itu yang diajarkan oleh para ulama melalui ceramahnya. Bekal yang dibawa saat mendaki adalah laksana bekal yang dibawa saat berada di padang mahsyar nanti. Sepanjang perjalanan, aku teringat hal tersebut. Membawa beban tas carrier yang berisi berbagai bekal, menelusuri medan terjal dengan kondisi tenaga yang semakin menipis, adalah pengingat yang sangat kuat akan adanya perjalanan akhirat tersebut.

Dalam perjalanan pendakian, sesekali aku temui jalan setapak. Bukan jalan yang mudah dilalui, melainkan jalan kecil dimana di sisi kanan atau kirinya terdapat jurang yang sangat dalam. Sekali saja terpeleset, tentu pendakian akan menjadi kisah horror, alih-alih menyenangkan. Aku sendiri terheran-heran mengapa aku bisa melalui pendakian tersebut. Keheranan tersebut muncul setelah selesai melalukan pendakian. Ketika mengingat begitu terjalnya medan yang dilalui, kadang hati bertanya, ”kok bisa dan mau-maunya aku melakukan hal tersebut. Hal yang bisa beresiko fatal”. Namun bayangan horror tersebut niscaya sirna, ketika di lain kesempatan ada tawaran lagi dari teman-teman pendaki untuk melakukan pendakian lagi. Apalagi jika hal tersebut sudah menjadi hobi. Bayangan indah dan kepuasan mencapai puncak akan mengalahkan segala bayangan tentang segala tantangan dan kengerian yang ada.

Dalam pendakian, masih memungkinkan untuk kita mendapatkan bantuan dari teman. Misalnya saat lelah, teman membantu membawakan tas carrier kita. Atau teman pendaki membantu menyuguhkan minuman atau makanan penambah energy. Minimal, teman pendaki bisa memberikan penyemangat agar kita bertahan dalam perjalanan hingga sampai pada tujuan. Namun, di akhirat nanti, konon tiap manusia akan bersikap individualistis. Manusia hanya akan peduli pada diri sendiri, pada nasib keselamatan diri. Ini menjadi pelajaran berharga bahwa aku harus menyiapkan bekal yang cukup, agar saat di akhirat nanti aku bisa selamat.

Selain menjadi pengingat akan perjalanan panjang akhirat, mendaki gunung juga menjadi sarana nyata penumbuh rasa syukur sekaligus takjub dengan kemahabesaran Alloh SWT dengan segala ciptaannya yang luar biasa. Berada di ketinggian memandangi hamparan daratan sekitar yang begitu indah menyadarkanku betapa Alloh SWT begitu maha besarnya. Aku yang hanya setitik makhluk ini tak kan terlihat jelas dari gunung seberang sana. Sedangkan gunung besar nan tinggi yang ku daki pun akan Nampak sangat kecil sekali bila dibandingkan dengan luasnya bumi. Rasa syukur membuncah, ketika menyadari bahwa Alloh SWT telah memampukanku untuk sampai ke puncak. Bisa saja aku mengalami kendala dalam perjalanan, namun Alloh membuatnya tidak terjadi.

Orang bisa saja melihat keindahan alam gunung melalui video atau foto yang tersebar di berbagai media. Namun percayalah, ketakjuban akan keindahan alam gunung yang sebenarnya hanya akan dirasa maksimal oleh mereka yang secara langsung berada di tempat tersebut. Logikanya, melihat foto dan videonya saja sudah takjub, apalagi merasakannya secara langsung. Begitu luar biasa kuasa Alloh menciptakan keindahan alam semesta.

Pendakian gunung memang bisa menjadi perjalanan spiritual. Namun tak semua orang bisa merasakan spiritualitas pendakian tersebut. Hanya orang-orang yang mau menyisihkan waktu dan ruang pikirnya untuk merenungi sisi spiritualitas tersebut saja lah yang mampu merasakannya. Aku merasa beruntung bisa mendapatkan pelajaran spiritual dari pendakian gunung yang aku lakukan.  

Senin, 18 Januari 2021

Hobi Mendaki

 

”Hobi adalah hal yang bisa membuat orang bahagia. Beruntunglah orang-orang yang memiliki banyak hobi, karena dengannya mereka memiliki banyak cara untuk bisa bahagia”

 


Aku sempat berpikir bagaimana bisa beberapa orang memiliki hobi mendaki gunung. Persepsi dominan yang aku miliki terkait pendakian gunung lekat dengan kata “melelahkan”. Sebagaimana pepatah mengatakan “tak kenal maka tak sayang”, aku mencoba berusaha mengetahui alasan di balik kegemaran orang melakukan pendakian gunung.

Untuk mendapatkan jawaban atas alasan orang
memiliki hobi mendaki gunung, aku sempatkan diri untuk bergabung mendaki gunung dengan beberapa teman yang punya hobi mendaki gunung. Tak tanggung-tanggung, Gunung Sumbing jadi destinasi pendakianku. Kesan awal saat mulai mendaki Gunung Sumbing cukup positif. Jalur Kaliangkrik yang terletak di wilayah Kab. Magelang tersebut menyuguhkan suasana asri nan permai. Apalagi basecamp nya terletak di Dusun Butuh yang umumnya dikenal dengan nama Nepal Van Java, karena nuansa Desanya yang mirip seperti Desa-Desa di Nepal.

Mulai mendaki, aku masih belum menemukan jawaban atas pertanyaan tentang mengapa banyak orang yang suka mendaki gunung. beban berat yang aku bawa membuatku sempat merasa bahwa sepertinya akan sulit mendapatkan jawaban tentang alasan kenapa mendaki gunung layak disukai atau bahkan dijadikan hobi. Baru ketika kami mencapai pos pertama, dengan suguhan pemandangan gemerlapnya cahaya di wilayah nan jauh di bawa, aku merasakan satu kepuasan. Berada di wilayah ketinggian di malam hari dengan hamparan pemandangan luas di bawahnya merupakan kesenangan tersendiri.



Jalanan menanjak disertai beban yang harus dibawa tentu menjadi tantangan tersendiri. Berat dirasa, tentunya. Apalagi dalam kondisi menapaki jalan menanjak, tak ada aktivitas lain yang dirasa perlu untuk dilakukan selain focus melakukan perjalanan. Bahkan, saling bercanda tawa pun akan terasa tidak menyenangkan. Berbicara saat lelah mendaki ternyata bukan hal yang bagus. Sampai di sini, belum ku temukan sepenuhnya, alasan untuk senang mendaki, meskipun aku sudah sempat merasakan indahnya melihat hamparan gemerlapnya lampu di berbagai wilayah di bawah sana.

Sampai di pos 2, aku mulai merenung, membanggakan diri karena sudah sukses menaklukkan dua pos yang penuh tantangan. “medan menanjak dengan jarak lebih dari 2 km telah aku tempuh, dan ternyata aku bisa”, pikirku. Belum terbayang dalam pikiranku, berapa kilometre lagi yang harus ku tempuh untuk mencapai puncak. Pun belium terbayang seperti apa medan yang harus dilalui setelahnya. Perjalanan pun kami lanjutkan, hingga pada titik istirahat selanjutnya aku merasakan sesuatu yang luar biasa. Kami berhenti sejenak melepas lelah di tengah malam. Seketika aku meminta teman-temanku untuk hening beberapa saat supaya bisa sepenuhnya menikmati suasana keheningan malam di pegunungan. Menikmati keheningan tersebut ternyata rasanya begitu menentramkan. Suara alam berupa lirihnya angina sepoi-sepoi, dan suara hewan serangga entah apa namanya, benar-benar terasa seperti terapi psiklogis yang sangat membuat nyaman jiwa dan pikiran.

Perjalanan kami lanjutkan, hingga tiba lah kami di pos 3. Di pos tersebut, banyak pendaki yang memasang tenda. Namun aku sengaja mengajak teman-temanku untuk melanjutkan perjalanan hingga ke lokasi pendirian tenda paling dekat dengan puncak. Pemandangan alam dari pos 3 sangat menakjubkan. Jangkauan pandanganku jauh lebih luas lagi. Di depanku, hamparan gemerlapnya lampu desa dan kota terlihat begitu indahnya. Aku sudah mencapai titik ketinggian sekitar 2.5 km.

Setelah melalui medan perjalanan yang sangat terjal, tibalah kami di pos 4. Itu lah pos yang paling dekat dengan Puncak Sejati Gunung Sumbing.  Dari pos tersebut, pemandangan berupa hamparan wilayah yang ada di bawah nan jauh disana begitu indah. Magelang, salatiga, temanggung, dan jogja terlihat seperti begitu dekat. Bintang-bintang terhampar indah di luasnya langit, semakin menambah rasa takjubku kepada Alloh SWT. Di pos tersebut, tidak ada tenda lain yang didirikan. Lahan pendirian tenda yang ada di pos tersebut sanbat terbatas, karena hanya ada sedikit bidang tanah yang cukup datar untuk menjadi tempat pendirian tenda. Sisanya adalah lereng terjal nan curam  yang tak mungkin untuk dijadikan tempat pendirian tenda. Tepat pukul 13.15, kami mencapai pos tersebut. Tak berpikir lama, sebagian dari kami bergegas mendirikan tenda. Sebagian lainnya meyalakan kompor untuk menyiapkan makanan dan minuman hangat. Tak banuak aktivitas malam yang kami jalani setelah selesai pendirian tenda, selain makan minum secukunya dan tidur pulas. Pagi hari pukul 5 kami terbangun, melakukan ibadah shubuh, dan setelah itu melihat keluar tenda dengan penampakan sunrise yang seolah disuguhkan tepat di hadapan kami. Kemegahan ciptaan Alloh SWT terasa hadir di pagi itu.



Pukul 6.15 pagi, kami bergegas melakukan pendakian menuju Puncak Sejati. Entah apa sejarah di balik penamaan Puncak Sejati. Namun aku menduga, bahwa naman Puncak Sejati tersebut dimaksudkan bahwa hanya para pendaki sejatilah yang mampu mencapai puncak tersebut. Hal ini bisa dipahami, melihat begitu terjalnya medan yang harus dilalui untuk mencapai puncak tersebut. Berada di tempat setinggi itu, diriku merasa ngeri. Pikiran berandai-andai, bagaimana jika pendaki tergelincir ke jurang, bagaimana jika terjadi badai, bagaimana jika ada bebatuan yang mengglinding, dan pengandaian-pengandaian mengerikan lainnya. Bersyukur, kami selamat sampai puncak tersebut. Rasa puas dan bahagia pun membuncah ketika sampai di Puncak Sejati. Pemandangan indah dan istimewa sudah menjadi keniscayaan. Rasa lelah yang setelah berpeluh dengan tantangan pendakian terbayar lunas, dan terasa tidak sia-sia.







Banyak pendaki yang mengabadikan momen di puncak tersebut. Bahkan ada yang dengan sebegitu niatnya membawa drone serta kamera canggih. Aku sendiri, mengabadikan momen melalui kamera dengan secukupnya saja. Selebihnya, aku lebih menikmati perenungan. Ternyata aku yang merupakan seorang pendaki pemula bisa sampai di puncak tersebut. Ku lihat sekeliling puncak, nampak gunung Merbabu, Sindoro, Merapi, Ungaran, Prau, bahkan pucuk Gunung Lawu. Aku merasa hanya beberapa meter saja dari langit. Begitu besar kuasa Alloh menciptakan alam se-megah itu. Itu baru setitik ciptaan Alloh, diantara ciptaan-ciptaannya yang begitu luar biasa yang tak terhitung jumlahnya.

Kini sepertinya aku memiliki hobi baru, “mendaki gunung”.

 

Selasa, 05 Januari 2021

Pendidik Sebagai Peneliti: Apa urgensinya?

 



Penelitian dan pengajaran adalah dua istilah yang sudah tidak asing dalam sistem pendidikan di Indonesia. Dua hal tersebut sudah sangat lekat dengan dunia pendikan di perguruan tinggi. Namun, bagaimana dengan dunia pendidikan di level bawahnya, yaitu pendidikan di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan dan Sekolah Menengah Atas?

Kesadaran akan pentingnya penelitian dalam dunia pengajaran sejatinya sudah tercermin dalam kebijakan yang dibuat oleh stakeholder pendidikan di Indonesia. Dalam urusan kepegawaian, pendidik dituntut untuk melakukan kegiatan ilmiah berupa penelitian, untuk bisa melakukan kenaikan pangkat, mulai dari kenaikan pangkat 3.B menuju pangkat selanjutnya. Diharuskannya pendidik melakukan penelitian sebagai syarat kenaikan pangkat tidak menyiratkan bahwa tindakan penelitian hanyalah sebatas kegiatan untuk memenuhi kewajiban administrative. Hal tersebut mengandung makna logis bahwa dengan diharuskannya pendidik melakukan tindakan penelitian, maka pendidik akan mau tidak mau akrab dengan kegiatan penelitian. Tentu ada tujuan yang lebih penting atas tindakan penelitian guru, lebih dari sekedar untuk keperluan administrasi kenaikan pangkat.

Sejatinya, proses pembelajaran adalah hal yang penuh dengan tantangan. Di dalamnya terdapat dinamika dengan berbagai permasalahannya. Ada masalah yang berkaitan dengan efektifitas pengajaran. Ada masalah yang berkaitan dengan level kemampuan peserta didik dalam memahami suatu pelajaran. Ada masalah yang berkaitan dengan perilaku peserta didik yang berpengaruh terhadap proses maupun hasil dari pembelajaran. Semua masalah tersebut dihadapi oleh pendidik dalam mengupayakan tercapainya tujuan pendidikan. Sebagian permasalahan bisa diselesaikan melalui solusi yang diperoleh melalui referensi literature berupa teori atau hasil penelitian yang telah dilakukan oleh pihak lain. Namun, banyak pula permasalahan yang belum ada solusinya. Solusi atas permasalahan pendidikan yang berhasil diterapkan di suatu sekolah belum tentu efektif untuk diterapkan di sekolah lainnya. Hal tersebut dikarenakan adanya berbagai variable perbedaan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya.

Pendidik adalah pihak yang memiliki posisi yang sangat strategis dalam mengatasi permasalahan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Pendidik adalah orang yang berinteraksi langsung dengan objek dan subjek permasalahan. Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran di sekolah harus dicari solusinya melalui tindakan yang ilmiah yaitu berupa penelitan, karena literature yang ada belum tentu mampu menjawab berbagai permasalahan pembelajaran yang semakin berkembang bentuk dan levelnya. Pendidik tidak bisa mengandalkan asumsi semata dalam menangani permasalahan pembelajaran. Asumsi, yang dalam bahasa ilmiah dekat dengan istilah Hipotesis, perlu dibuktikan kebenarannya. Untuk membuktikan kebenaran atas asumsi/hipotesis tersebutl, maka perlu dilakukan penelitian. Dengan terampilnya pendidik melakukan penelitian, maka segala permasalahan yang terkait dengan pembelajaran akan bisa teratasi secara berkesinambungan. Dengan diatasinya permasalahan tersebut, makan tujuan pendidikan diharapkan bisa tercapai.

Terlepas dari pentingnya tindakan penelitian, respon pendidik terhadap penelitian begitu beragam. Sebagian menyadari pentingnya penelitian dalam pembelajaran, namun sebagian merasa terbebani oleh adanya keharusan meneliti. Sebagian pendidik merasa bahwa beban mengajar mereka sudah sedemikian banyaknya. Urusan-urusan pendidik tidak hanya seputar proses pembelajaran di kelas, namun juga berbagai beban administrasi kepegawaian yang cukup menguras tenaga. Dengan kondisi tersebut, ada sikap skeptis yang muncul dari para pendidik terhadap efektifitas penelitian yang dilakukan oleh pendidik.

Pertanyaan yang muncul dari para pendidik adalah apakah kebijakan diharuskannya melakukan penelitian oleh pendidik adalah hal yang sangat wajar mengingat begitu banuaknya  beban mengajar para pendidik? Jawabannya adalah sangat wajar. Ada dua jenis orientasi penelitian yang perlu diketahui oleh para pendidik. Oroentasi pertama adalah penelitian yang dilakukan untuk mencari solusi permasalahan dalam pembelajaran. Level yang kedua adalah melakukan penelitian dengan orientasi untuk keperluan diseminasi dan penilaian atas penelitian tersebut.  Penelitian yang dilakukan dengan orientasi untuk diseminasi, publikasi ilmiah atau penilaian memang membutuhkan pekerjaan ekstra. Ada keharusan untuk membuat laporan dengan kaidah tata tulis tertentu yang harus dilakukan secara rapi. Ada pencantuman berbagai literature, sebagai bentuk etika ilmiah dalam melakukan penelitian. Pencantuman berbagai literature pun memiliki kaidah tersendiri. Namun, penelitian yang dilakukan dengan orientasi untuk keperluan internal pendidik, yaitu menemukan solusi atas berbagai variable permasalahan yang dihadapi pendidik, selayaknya tidak sebegitu memberatkan sebagaimana penelitian dengan orientasi diseminasi, publikasi ilmiah atau penilaian.

Sejatinya, penelitian yang umumnya dilakukan oleh pendidik untuk keperluan pembelajaran relative sederhana. Penelitian yang pas dilakukan oleh pendidikan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Karena penelitian tersebut dilakukan dengan target populasi adalah kelas, maka proses pelaksanaannya relative terjangkau oleh pendidik. Untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas, pendidik cukup mengikuti langkah-langkah ilmiah penelitian tindakan kelas yang cukup mudah dilaksanakan. Ada berbagai versi langkah-langkah penelitian tindakan kelas. Namun, setidaknya ada empat langkah umum, yaitu Perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pendidik perlu mengakses berbagai literature yang mengandung teori dan hasil penelitian yang relevan untuk dijadikan pijakan dalam melakukan penelitian. Selanjutnya, pendidik melakukan tindakan dengan dasar teori yang ada. Observasi dilakukan sembari melakukan tindakan. Kegiatan diakhiri dengan refleksi. Untuk mendapatkan hasil yang memenuhi aspek validitas, maka dibutuhkan perangkat seperti kuesioner, wawancara, atau diskusi grup dengan melibatkan responden secara proporsional. Pada akhirnya, pendidik bisa mendapatkan hasil penelitian yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran secara berkelanjutan.

Penelitian yang dilakukan oleh pendidik sejatinya bisa dilakukan dengan mudah.  Penelitian oleh pendidik bisa dilaksanakan di tengah proses pembelajaran regular, karena sejatinya pembelajaran tersebut adalah bagian tak terpisahkan dari penelitian yang dilakukan oleh pendidik. Seandainya semua pendidik memiliki mindset dan orientasi yang sama, yaitu melakuka penelitian untuk tujuan peningkatan kualitas pembelajaran, maka nisacaya tujuan besar dari pendidikan akan tercapai. Sehingga generasi kita menjadi generasi yang cerdas, terampil dan beradab.