Jumat, 30 September 2016

The school i wish it can be



This is school which gains trusts from society nearby. 
It has platform to make children reach high.
then, how it looks like? or how does staying there feel like?

Ok. let me tell you how it looks like.
The school has core purpose of ‘making children reach high’.
It is where children’s creativity blossoms well.
How can it be possible?
Look, the environment is clean.
Its vicinity is green. 

You know?
The school activities are not crammed with formal academic stuffs merely.
It preserves values.

The children are high performers.
They are champions.
They love reading and writing.

They have thirst of making achievements.
They keen on joining competitions.

They are good at both academic and non-academic aspects.

Look at the activities they have!


pastedGraphic.png

Minggu, 18 September 2016

What is Traveling?


Sebagian orang menilai bahwa traveling is a waste of money.
Bagiku, traveling is an investment.

Kata investasi sudah terlanjur lekat dengan hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi/bisnis. Padahal, investasi bisa bermakna luas.
Betapa pikiran kita perlu diberi nutrisi, agar dia mampu bekerja secara objektif, mampu terbuka terhadap berbagai hal, mampu memahami segala perbedaan di dunia yang sudah menjadi suatu keniscayaan, mampu mencipta peluang di tengah keterbatasan, mampu mememandang segala persoalan dengan arif bijaksana.
Untuk memberi nutrisi pikiran, perlu lah investasi.
Traveling is arguably one of effective effort we can take to give nutrition to thought.
Tentunya ini debatable, karena cara pandang manusia umumnya berbeda-beda.

Traveling mengajarkan banyak hal tentang pendidikan karakter, dan ini merupakan nutrisi untuk jiwa.
Melaluinya, aku bisa menemukan bahwa toleransi, kejujuran, keramahan, sikap suka menolong, sikap menghargai orang lain, serta keluhuran budi pekerti lainnya, merupakan kualitas universal yang selayaknya ada dan menjadi norma dalam budaya manapun. 

Dunia ini begitu luas, bahkan terlalu luas untuk dipelajari hanya melalui melalui sudut-sudut sempit ruang kelas.
Diperlukan pengalaman untunk terjun langsung memahami keberagaman melalui traveling.
Dari situ lah sebenar-benarnya ilmu akan ku dapatkan.

Traveling juga memiliki dimensi spiritual. 
Dunia ini begitu luas. melalui traveling, kita mampu meyaksikan sendiri betapa maha besarnya Tuhan yang menciptakan keberagaman dan keindahan di alam semesta. Dengan itu diri ini menjadi makin bersyukur (QS.71:19-20).

“The world is a book, and those who do not travel read only a page”, 

                               ~~St. Augustine~~

Sabtu, 17 September 2016

Bagaimana kamu mejalani hidupmu?



Aku punya keluarga bahagia.
Aku punya rumah dan kendaraan.
Aku punya 10 rumah makan yang masing-asing tiap harinya rata-rata bisa memberikan keuntungan bersih 1 juta.
Berarti, per bulan aku bisa mendapatkan penghasilan bersih dari rumah makan saja sekitar Rp 300 juta.

Aku memiliki kebun kakao 50 hektare, yang kubeli dari hasil bisnis rumah makanku.
Tiap tahun kebun kakao tersebut menghasilkan uang yang cukup banyak.

Aku memberi gaji orang tuaku Rp 5 juta per bulan.
Aku menjadi donatur tetap 10 buah pondok tahfidz al-Qur’an, dengan sumbangan untuk masing-masing berupa uang tunai Rp 2 juta rupiah. Jadi Rp 20 juta rupiah.

Aku mempunyai pondok tahfidz sendiri yang dikelola dengan manajemen sendiri.
Pondok Tahfidz ku dibangun dengan arsitektur modern, sehingga lebih mirip seperti gedung mewah berlantai 2.

Aku mudah berderma kepada siapapun. 

Anak-anakku ku sekolahkan di sekolah terbaik. 
Mereka kuliah di perguruan tinggi ternama di Inggris, Mesir, USA, dan Jepang dan Jerman. Mereka adalah para insan hebat yang berprestasi di bidang mereka masing-masing.

Hampir tiap bulan aku ke luar negeri untuk melakukan kunjungan bisnis dan mencari inspirasi.
Berbagai negara aku kunjungi.
Berbagai event internasional aku sambangi.
Aku bisa dengan mudahnya menonton sepakbola dimanapun di belahan dunia manapun secara live di stadium. 
Aku juga terbiasa nonton event internasional seperti piala dunia, olimpiade, Grandprix, Formula 1, dan sebagainya.
Aku terbiasa melakukan hal-hal gokil dan gila seperti naik kereta api trans-siberia, trans china-tibet, mendaki gunung tinggi di dunia, dan sebagainya.
Aku punya museum sendiri, yang bernama museum keliling dunia. 
Di museum tersebut, aku menyimpan berbagai bendan unik yang kudapatkan selama mengunjungi berbagai-negara.
Aku memiliki perpustakaan mewah looh.
Lengkap dengan koleksi buku dan berbagai fasilitas lainnya/
Aku mudah meminjami uang ke orang-orang yang membutuhkan, meskipun mereka kadang tak bersegera melunasinya, bahkan ada yang tak kunjung melunasinya sampai entah waktu kapan. Namun aku bersikap nothing to lose selalu, dan aku meniatkannya hanya karena Alloh.

Aku memiliki beberapa guesthouse yang tersebar di beberapa daerah. 
Di guesthouse tersebut, aku berusaha menyediakan akomodasi gratis kepada orang luar negeri, dengan syarat mereka harus mau belajar budaya Indonesia, especially budaya daerah. 
Dengan Guesthouse tersebut, semakin banyak orang luar yang belajar tentang Indonesia. 
Aku mengeluarkan hewan kurban berupa sapi tiap tahunnya, dan kutempatkan secara bergilir di berbagai tempat dimana banyak terdapat orang miskin. 

Aku menjadi orang tua asuh untuk sekitar 100 anak, dan makin bertambah dari hari ke hari.
Aku juga aktif memberikan sumbangan bagi saudara-saudara muslim di berbagai belahan dunia, terutapa Palestina.
Aku mengembangkan website yang berisi promosi bagi segala potensi Indonesia. 

Aku produktif menulis.
Buku^buku karyaku tersebar di berbagai toko buku besar seperti gramedia, Toko gunung Agung, Merbabu dan lainnya.
Aku menulis karya-karya seputar hal yang aku sukai, seperti Traveling, pendidikan, psikologi, self-help, kretivitas, dan independent life.
Aku mengisi berbagai training di berbagai tempat, di desa dan di kota.
Aku menjadi konsultan berbagai organisasi kepemudaan di berbagai tempat di indonesia.

Aku juga bisnis ekspor-impor loh.
Aku tergabung dalam berbagai forum internasional yang memiliki pertemuan rutin tiap tahunnya, bahkan ada beberapa yang tiap bulan.

Aku berhasil menggali potensi lokal, untuk kemudian dijadikan komoditas ekspor.
Aku makin memiliki kontribusi lebih kepada lingkungan masyarakat sekitarku khususnya, dan bangsa negaraku pada umumnya.

Aku aktif dalam pengajian spiritual.


Aku benar-benar bahagia, dunia dan akhirat.

To be continued...

Tundalah Urusanmu, Agar Hilang Rasa Percaya Dirimu


Picture from www.http://4.bp.blogspot.com


Banyak orang yang memiliki kebiasaan menunda menyelesaikan suatu urusan. Urusan pada tataran tertentu memang kadang sangat sulit untuk ditaklukkan. Namun, sejatinya tak ada masalah yang tak bisa diatasi. Ketika berusaha melakukan penyelesaian, ada sebagian orang yang bermaksud rehat sejenak dengan menunda menyelesaikannya. Sayangnya, niatan untuk rehat sejenak tersebut kadang justru membentuk kebiasaan menunda.

Ketika menunda, ada efek psikoligis berupa rasa tenang dalam pikiran. Namun hal tersebut hanya berlangsung sementara. Efek psikologis negatif yang lebih besar lah yang muncul kemudian. Kebiasaan menunda menyelesaikan suatu urusan akan menumbuhkan rasa kurang percaya diri akut. Ketika rasa kurang percaya diri sudah tumbuh akut, maka  butuh proses dan waktu yang cukup lama untuk menyembuhkannya. Dalam diri kita, ada istilah konsep diri. Konsep diri merupakan cara pandang kita / penilaian kita terhadap diri sendiri. Orang yang memiliki kebiasaan menyelesaikan urusan secara tuntas, akan menumbuhkan konsep diri positif, berupa keyakinan bahwa dirinya memang orang yang mampu menyelesaikan urusan secara tuntas. Keyakinan tersebut muncul, bahkan meskipun sebenarnya pada saat tertentu orang tersebut tak begitu sempurna menyelesaikan suatu urusan. Namun karena kebiasaan menyelesaikan suatu urusan secara tuntas, maka tumbuhlah sebuah keyakinan bahwa ia bisa menyelesaikan urusan apapun.

Konsep diri dan keyakinan diri hampir sama maknanya, namun saya tak ingin tulisan ini terjebak pada pendefinisian istilah. yang jelas, bila dikaitkan dengan kebiasaan menunda, maka kebiasaan menunda suatu urusan akan menumbuhkan konsep diri berupa keyakinan bahwa diri kita tak mampu menyelesaikan urusan. dengan kata lain, timbul keyakinan bahwa kita adalah orang yang lemah. Ini yang berbahaya. 

Banyak orang terjebak oleh kenyamanan semu yang muncul dari menunda penyelesaian suatu urusan. Saya sendiri pernah mengalaminya. Di masa kanak-kanak, saya dan kakak saya memiliki aktivitas harian berupa mencari rumput untuk pakan ternak, yang kami lakukan sepulang sekolah. Khusus pada hari minggu, kami harus menghasilkan dua karung rumput sebagai stok agar kami tak perlu mencari rumput di hari senin, yang merupakan hari sekolah yang cukup melelahkan karena ada aktivitas upacara. Ada yang beda antara saya dengan kakak saya. Kakak saya memiliki kecenderungan menyelesaikan urusan dengan segera. Ketika dua kantong telah penuh diisi dengan rumput, dia menyegerakan untuk membawanya dari bukit tempat mencari rumput yang berjarak sekitar 2km dari desa kami, menuju kandang ternak didekat rumah. Selesai dibawanya satu kantong, kakak saya akan bergegas mengambil kantong yang kedua. Sebaliknya, saya cenderung bersantai-santai ria. satu kantong telah saya bawa ke kandang ternak, alih-alih mengambil yang kedua dengan segera agar cepat kelar urusan, saya bersantai terlebih dahulu dengan bergabung dengan kerumunan teman-teman yangs edang bermain. Baru beberapa jam kemudian, mengambil kantong rumput yang kedua.

Sekilas hal tersebut terkesan sepele. Namun, yang menjadikannya tidak sepele adalah terbentuknya kebiasaan menunda, yang akhirnya bertahan dan berkembang hingga usia dewasa. Saya menjadi pribadi yang suka menunda. Bahkan saya memiliki julukan khusus, dari teman yang pernah aktif dalam satu organisasi, yaitu ‘’the last minute person’’. Parahnya, kebiasaan menunda pekerjaan berkembang dan menjalar ke hal-hal lainnya. Dari kebiasaan menunda tersebut, muncul keyakinan pikiran bawah sadar pada diri saya, bahwa saya adalah pribadi yang tak sanggup menyelesaikan suatu urusan secara tuntas. Padahal, sebenarnya bukan tak mampu, melainkan kebiasaan menunda yang sudah dilakukan secara berulang lah yang membentuk keyakinan negatif tersebut. 

Menyadari betapa besarnya dampak negatif dari kebiasaan menunda, saya mencoba berbenah diri. Tak mudah tentunya. Apalagi merubah sebuah kebiasaan yang sudah mengakar. Meski membutuhkan proses yang begitu lama, namun dengan belajar dari berbagai sumber, dengan upaya merubah kebiasaan sedikit demi sedikit, akhirnya saya pun bisa terbebas dari kebiasaan menunda akut sebagaimana yang pernah saya alami dimasa sebelumnya. 
https://s-media-cache-ak0.pinimg.com


Tips merubah kebiasaan menunda.

Ada begitu banyak tips merubah kebiasaan yangtersedia di berbagai sumber berupa buku, artikel-artikel di internet, dan sumber lainnya. Namun, tips orisini yang saya temukan dan terasa efektif merubah kebiasaan menunda saya adalah sebagai berikut;

1. Menyegerakan melakukan ibadah wajib
Idealnya, ibadah wajib bagi pria (sholat) dilakukan di masjid secara berjamaah. Dalam kondisi tertentu kadang hal tersebut susah dilakukan karena faktor jarak tempat aktivitas yang sedang dilakukan dengan masjid. Namun, minimal kita mampu menyegerakannya. 

2. Bersegera dalam mewujudkan niatan baik
Setiap orang beriman, pasti pernah terbersit pikiran untuk beramal shodakoh. Misalnya, membantu teman yang sedang memiliki kesulitan keuangan, berinfak untuk masjid, membantu orang tua, dan amalan lainnya yang terjangkau untuk kita lakukan. Namun, tkakkunjung kita melakukannya, karena kita terganjal oleh proses berpikir dan mempertimbangkan berbagai hal. 

bagaimana kalau saya nanti kehabisan uang’’
‘’bagaimanan kalau nanti uang yang saya pinjamkan justru tidka segera dikembalikannya’’
‘’bagaimana kalau tugas saya ndak selesai-selesai karena menghabiskan waktu membantu orang tua’
dan bagaimana-bagaimana lainnya…

Terlalu banyak pertimbangan untuk melakukan amal kebajikan yang kita mampu melakukannya, menumbuhkan kebiasaan menunda juga. Bersegeralah untuk mewujudkan niat beramal kebajikan.

3. Batasi waktu menyelesaikan suatu urusan
Saya melakukan hal ini ketika saya merasa frustasi dengan menulis suatu artikel. Saya suka blogging, belum lama sih, baru beberapa tahun ini. Awal menulis, saya pernah membuat target untuk menulis artikel minimal 2 kali dalam satu minggu. Namun hal tersebut tidak lah mudah karena banyak aktivits lainnya dalam kurun satu minggu, meski 2 artikel setiap minggu seharusnya tak begitu memberatkan. Yang membuat sulit adalah sikap perfeksionis yang begitu kuat dalam menulis. Hampir setiap kalimat yang ditulis, selalu terlihat cela, dan dengan segera menghapusnya atau menggantinya. Ide sebenarnya mengalir begitu deras, namun upaya menyuguhkan ide dalam tulisan secara sempurna lah yang menjadi ganjalan. 

Akhirnya, saya membatasi waktu menulis sebuah artikel. Untuk sebuah artikel yang saya tulis, saya membatasi penulisannya dalam jangka waktu 40 menit, lumayan pendek, karena biasanya saya menghabiskan beberapa jama untuk menulis, rehat sebentar, dan akhirnya tak kunjung selesai. 40 menit artikel harus jadi, apapun hasilnya. Kini, saya makin terbiasa menyelesaikan satu artikel dalam batasan waktu tertentu. 


Sebenarnya masih banyak lagi tips yang bisa dilakukan untuk menyembuhkan diri dari kebiasaan menunda menyelesaikan suatu urusan. Yang jelas, kita harus mau dan mampu memaksakan diri untuk bersegera menyelesaikan urusan. Dengan begitu kita menjadi pribadi yang percaya diri bahwa kita memang pribadi yang bisa diandalkan untuk menyelesaikan urusan. Maka, bersegeralah dalam menyelesaikan urusan, agar tumbuh kuat rasa percaya diri kita. 

Kamis, 15 September 2016

Inspirasi pagi dari seorang Supir Taxi


Kemaren gw pindahan.
barang begitu banyak, hingga butuh 3 koper untuk bisa menampung sebagian besar barangnya…
cukup jauh jarak yang gw tempuh, sehingga gw pake taxi dengan terpaksa…
(Thanks Watanabe-san, telah panggilkan taxi untuk saya!).

Argo meter bekerja, makin lama makin membuat jantung bertambah frekuensi detakannya.
Bukan apa2, namun Taxi disini terkenal tak ramah dengan dompet mahasiswa.

Dalam perjalanan, kami saling tutur sapa.
tak sempt gw bertanya namanya, namun sempat gw dengar sendiri 66 tahun usianya.
Usia yang sebenernya tak nampak matching dengan perawakan yang nampak jauh lebih muda.
Ah, ternyata… profesi Sopir Taxi menjadi favorit otosan-otosan yang berusia senja.
beliau cukup talkative, dan suka bercerita.
gw tersipu malu ketika kudapati banyak kosakata yang gw belum familiar jua…
ditambah kecepatan berbicara beliau yang serasa tak kenal ampun ama gw yang masih belia dalam bercakap dalam bahasa yang sama.

….lantas, inspirasinya dimana???????...ah lama...

begini ceritanya,,,,,
ketika sampai tujuan, gw bergegas memindahkan barang satu per satu ke kamar gw di lantai dua..
iseng-iseng gw ngelirik argo meter apakah masih bekerja, ataukah berhenti sementara..
ternyata, Bapak sopir mem-pause argo meternya…

“kenapa beliau gak biarin aja argo meternya berjalan, toh meski Taxi nya berhenti, dy juga kena tanggungan waktu nunggu gw mindahin barang2. lumayan kaan bisa sedikit istirahat sementara argo masih berjalan”, gumam gw dalam hati mencoba berpikir dalam perspektif sebagai supir taxi…
Kenapa beliau melakukannya?
itu yang pertama…

Selesai proses pemindahan barang yang tak begitu memakan waktu lama, sang sopir kembali menjalankan tugasnya…
kami kembali ke tempat semula..
padahal jarak ke titik berhentinya gw masih sekitar 500-an meter, tapi argo meter dimatikannya…

Gw heran kenapa beliau melakukannya…
mungkin biar terjadi pembulatan pada tarifnya..
pada angka 3000yen, argo meter dimatikannya…
Kenapa beliau melakukannya?
itu yang kedua…

sampailah kami pada tempat semula…
gw julurkan uang pecahan 10.000 yen dan gw sampaikan dengan tulus bahwa cukup 6000yen saja kembaliannya…
sang sopir menolak, dan tetap menjulurkan uang 7000 yang merupakan jumlah kembalian semestinya…
gw berusaha meyakinkan bahwa gw tulus, tapi beliau makin bersikukuh tak mau menerimanya…

Entah itu karakter positif pribadi sang sopir, ataukah memang sudaT menjadi SOP perusahaan untuk tak menerima apapun selain yang sudah menjadi haknya…
yang jelas,,,gw terkesima…

Pendidikan karakter macam apa yang mampu membentuk sikap sedemikian rupa menawannya…
Kalaupun itu adalah SOP perusahaan tempat beliau bekerja, lantas SOP macam apa, hingga mampu menjadikan karyawan berpegang teguh pada integritasnya…

Gw benar-benar respek pada sang sopir Taxi yang profesional dan penuh integritas dalam bekerja…

Ahh…rasanya pelajaran PMP yang sempat gw dapet selama beberapa tahun dulu kalah membekas dengan pelajaran barusan yang gw dapatkan dalam kehidupan nyata…
Inilah nikmatnya belajar di ruang terbuka…

Rabu, 14 September 2016

*Filosofi Pohon Bambu*


Tahukah bahwa pohon bambu tidak akan menunjukkan pertumbuhan berarti selama 5 tahun pertama.
Walaupun setiap hari disiram & dipupuk, tumbuhnya hanya beberapa puluh centimeter saja.
Namun setelah 5 tahun kemudian, pertumbuhan pohon bambu sangat dahsyat & ukuran nya tidak lagi dalam hitungan centimeter melainkan meter.
Lantas sebetulnya apa yang terjadi pada sebuah pohon bambu ???
Ternyata selama 5 tahun pertama, ia mengalami pertumbuhan dahsyat pada akar (BUKAN) pada batang, yang mana daripada itu, pohon bambu sedang mempersiapkan pondasi yang sangat kuat, agar ia bisa menopang ketinggian nya yang berpuluh puluh meter kelak dikemudian hari.
*MORAL OF THE STORY*
Jika kita mengalami suatu hambatan & kegagalan, bukan berarti kita tidak mengalami perkembangan, melainkan justru kita sedang mengalami pertumbuhan yang luar biasa didalam diri kita.
Ketika kita lelah & hampir menyerah dalam menghadapi kerasnya kehidupan, jangan pernah terbersit pupus harapan.
Ada pameo yang mengatakan “the hardest part of a rocket to reach orbit is to get through the earth’s gravity” (“bagian terberat agar sebuah roket mencapai orbit adalah saat melalui gravitasi bumi”).
Jika kita perhatikan, bagian peralatan pendukung terbesar yang dibawa oleh sebuah roket adalah jet pendorong untuk melewati atmosphere & gravitasi bumi.
Setelah roket melewati atmosphere, jet pendorong akan dilepas & roket akan terbang dengan bahan bakar minimum pada ruang angkasa tanpa bobot, melayang ringan, & tanpa usaha keras.
Demikian pula dengan manusia, bagian TERBERAT dari sebuah KESUKSESAN adalah disaat awal seseorang MEMULAI USAHA dari sebuah perjuangan, karena segala sesuatu terasa begitu BERAT & PENUH TEKANAN.
Namun bila ia dapat melewati batas tertentu, sesungguhnya seseorang dapat merasakan segala kemudahan & kebebasan dari tekanan & beban.
Namun sayangnya, banyak orang yang MENYERAH disaat tekanan & beban dirasakan terlalu berat, bagai sebuah roket yang gagal menembus atmosphere.
Buya Hamka berkata “kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup & kalau kerja sekedar kerja, kera juga bekerja”.
Ketika pohon bambu ditiup angin kencang, ia akan merunduk, tetapi setelah angin berlalu, dia akan tegak kembali, laksana perjalanan hidup seorang manusia yang tak pernah lepas dari cobaan & rintangan.
Maka jadilah seperti pohon bambu !!!
Fleksibilitas pohon bambu mengajarkan kita sikap hidup yang berpijak pada keteguhan hati dalam menjalani hidup, walaupun badai & topan menerpa.
Tidak ada kata menyerah untuk terus tumbuh, tidak ada alasan untuk terpendam dalam keterbatasan, karena bagaimanapun pertumbuhan demi pertumbuhan harus diawali dari kemampuan untuk mempertahankan diri dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.
Pastikan dalam hari hari kedepan, hidup kita akan *MENJULANG TINGGI & menjadi PEMBAWA BERKAH* bagi sesama, seperti halnya pohon bambu.
"Selamat beraktifitas, Smart n Semangat". 

Nora Bawazier

Selasa, 06 September 2016

Kembalinya Rasa Itu (edisi novel 2)



Hidup sungguh penuh kejutan. Sebagaimana terkejutnya aku ketika di pagi2 buta aku mendapat inbox dari orang yang pernah membuatku merasa seperti menjadi aktor dalam film drama Korea. 
“Assalamualaikum..hai old friend..do you remember me?  

Begitu dia mulai menyapa. 
Aku sempat mengusap mata, persis seperti orang yang baru saja bangun tidur. Padahal pagi itu aku insomnia, sama sekali belum memejamkan mata sehari semalaman. 
“Apakah benar itu dari dia”, batinku.
Tak lekas aku balas. 
Sejenak aku berpikir, apakah benar itu dari dia.
Ternyata benar. Itu adalah dia, gadis yang pernah aku deskripsikan persis seperti yang ada pada lagu dangdut berjudul “Nur Azizah”. 
Entah kenapa, aku begitu tahan untuk tidak langsung membalas, meski sudah yakin bahwa itu adalah dia. Aku terpaku dalam lamunan. Memikirkan bagaimana sebaiknya aku berkata dan merespon sapaannya. Cukup lama, 20 menit aku melamun. Sejurus kemudian, aku membalasnya. 
Hi, Azii..
Waalaikumussalam”

Datar, singkat, dan seperlunya. Begitu kesan jawabanku.
Dari situ percakapan kami berlanjut, hingga aku yang insomnia semakin tak bisa tidur. Entah hormon apa yang bekerja pada saat itu hingga aku bisa terjaga hingga matahari muncul. 
Dia masih asyik seperti dulu pertama kali kami bertemu. Pagi itu, begitu interaktif kami menekan tombol huruf di gadget untuk melangsungkan percakapan. Meski berkomunikasi lewat media, namun aku merasa seperti sedang berbicara langsung secara tatap muka dengannya.


Aku merasa seperti bermimpi indah, padahal aku tak sejenak pun berbaring dan memejamkan mata untuk tidur. 
Ah,,, dia hebat, mampu membuatku bermimpi indah di kala terjaga. Padahal, biasanya aku harus tidur dulu baru bisa bermimpi.
“Am i dreaming now?”, begitu canda ku lontarkan kepadanya.
“Yes ! U dreaming..just go to sleep!  
Hahaha”, begitu balasnya dengan canda pula.
Perasaan bahagia muncul begitu hebatnya. Serasa bahagianya bagaikan seorang musyafir yang mendapatkan kembali barang berharga yang telah hilang sebelumnya. 
Ah..indahnya.

Aku keluar dari kamar untuk menghirup udara pagi. Ku buka jendela dan ku tengok suasana luar gedung dimana aku tinggal. Semuanya nampak indah. Udara begitu sejuk dan melambai halus di wajahku, seolah memberi ucapan selamat atas pagi yang indah kepadaku.


Aku teringat dengan sebuah Musik intrumentalia yang pernah menjadi soundtrack drama awal perkenalanku dengannya. Judulnya Romantic Relaxing Saxophone Music. Lagu tersebut sudah lama aku “peti es”-kan. Beberapa bulan lalu, sempat kelu rasanya ketika ku mendengarnya, setelah dia memutus akses komunikasiku kepadanya di berbagai media. Sudah beberapa bulan aku tak mau mendengarnya meski sebentar saja. Bukan apa-apa, melainkan karena ia mengingatkanku kepada sebuah kisah indah yang tiba-tiba jadi kelam dan membuat hati merana. 
Namun kini, lagu tersebut kuputar kembali. 
Ah…Lagu itu terasa menghadirkannya dekat.”


Hidup memang semakin bergairah dengan harapan. Namun kadang harapan juga bisa membawa luka. Aku tak berani menerawang masa depan. Hendak seperti apa kisah ku bermuara. Yang pasti, Tuhan pasti punya suatu rencana baik untuk hambaNya.

Aku tak ingin terlalu dalam ketika bersuka cita, sebagaimana juga tak ingin terlalu dalam ketika berduka.
Aku hanya berharap, bahwa Tuhan menganugerahkanku kisah yang indah pada akhirnya.







Senin, 05 September 2016

wang-sinawang



Melihat sawah-sawahan (mini ricefield) ini, jadi bersyukur tinggal di desa yang dekat dengan hamparan sawah. 
Sebuah yang di masa kecilku sering menjadi tempat bermain dan menghabiskan hari.
Mereka (orang Seoul) harus merelakan space yang cukup luas di lantai gedung yang merupakan bangunan hotel bintang 4 untuk bisa menikmati pemandangan sawah.
Mungkin ini bagian dari kreativitas dalam menyuguhkan suasana yang diciptakan oleh pihak hotel. 
Padahal baru masa tanam, namun sudah mampu menarik perhatian publik yang berada di lobby hotel. Seru kali ya kalo sudah tumbuh berbuah dan menguning.
Entah harus bagaimana aku menyebutnya, kreatif, aneh, fenomenal, atau apa.
Lha wong aku aja kadang bosen dengan sawah, terutama ketika masa panen. 
Mikul gabahnya itu lho, udah capek, gatel pula di badan.
hahaha…
Benar-benar fenomena. 

Manusia memang cenderung wang-sinawang, atau suka menilai bahwa apa yang dimiliki oleh orang lain lebih baik. Orang desa mendambakan pemandangan gedung-gedung menjulang megah. Sementara orang kota mendambakan suasana pedesaan dengan hamparan sawah hijau yang memanjakan mata. 

Sawah, tempat yang kadang aku bosan dengannya ternyata digandrungi oleh orang lain sebagaimana yang ada dalam gambar berikut ini. 
Orang eropa yang akrab dengan musim salju mendambakan iklim tropis yang penuh dengan sinar matahari. Mereka suka berjemuran di pantai ketika mendapatkan kesempatan berkunjung ke daerah tropis. Sementara orang yang berasal dari daerah tropis sebaliknya mendambakan memiliki musim salju. 

Ternyata, semua yang dimiliki oleh masing-masing individu sebagai anugerah dari Tuhan itu setara nilainya, hanya beda saja bentuknya. Hanya saja, kita seringkali kepo dengan apa yang tak kita miliki namun dimiliki oleh orang lain.









Sabtu, 03 September 2016

Cerdas menyikapi resiko


Setiap orang cenderung takut akan resiko. Bukan berarti resiko itu jelek, karena sejatinya ia adalah sebuah piranti yang Alloh sematkan pada setiap makhluk hidup sebagai upaya untuk pertahanan diri, atau bertahan dalam hidup. biasanya, ketika berbicara tentang resiko, hal yang terbersit dalam pikiran kita adalah ‘’sesuatu yag harus dihindari’’. Apakah benar bahwa resiko itu harus dihindari? Kalau saya sendiri lebih memilih untuk mengatakan bahwa resiko itu harus disikapi dengan baik. Menyikapi resiko dengan baik itu tak selalu berupa menghindarinya.

Sejak kapan manusia takut resiko? ketika kita masih bayi, apapun yang menarik pikiran kita langsung kita sentuh. Ular yang wajahnya nampak imut bisa saja bayi mengakrabinya, karena dia tak tau bahwa ia bisa berbahaya. Api yang panas dan bisa membakar, bisa saja langsung dipegangnya, karena bayi tak tau ia bisa berbahaya bagi dirinya. Orang tua bayi tersebut lah yang berupaya untuk memastikan bahwa dia terhindar dari bahaya. Oleh karena itu, mereka selalu mencagah sang bayi untuk mendekati hal-hal yang berbahaya. 

Perlahan, seiring dengan tumbuh kembangnya si bayi, dia semakin peka terhadap hal-hal yang berbahaya dan beresiko terhadap hidupnya. Dia semakin tau apa yang bisa menjadi resiko bagi dirinya. Itu baik. Dengan demikian, dia memiliki insting untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang membahayakan hidupnya. Hanya saja, efek samping dari kepekaan terhadap hal-hal yang berbahaya tersebutlah yang menjadi masalah. Kadang, dalam tataran tertentu, orang menjadi takut mengambil atau mendekati resiko, karena takut sesuatu yang buruk terjadi pada dirinya. Semakin hari, bayi bertumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa. Ketakutan terhadap resiko pun masih dibawanya, sama sekali tak hilang. Sayangnya, karena kurangnya pemahaman, manusia kadanghanya memiliki keyakinan bahwa segala resiko itu harus dihindari, tanpa terkecuali.

Kadang, yang dalam pikiran kita disebut resiko, sebenarnya bukanlah resiko sesungguhnya. Kita harus makin cerdas bahwa resiko memiliki banyak variasi. ada resiko yang berakibat buruk bagi diri kita, ada pula resiko yang justru ketika kita mengambilnya/menghadapinya, akan berdampak kebaikan yang sangat besar bagi diri kita. begitulah kenyataannya wujud resiko yang kita temui ketika beranjak dewasa. Saya pernah mengalami dilema resiko, ketika belajar bersepeda dulu pada saat saya masih duduk di bangku sekolah menengah. Untuk waktu sekarang, baru mampu bersepeda ketika seusia gitu tentu hal aneh, karena sudah umum bahwa anak kecil saja sudah banyak yang bisa bersepeda. Namun, hal tersebut bukan hal yang aneh bagi masa saya, mengingat saya berasal dari kampung yang masa kecilnya tak akrab dengan bersepeda. Saat itu, saya memberanikan diri untuk mengambil resiko belajar berspeda. Di satu sisi, saya takut jatuh, apalagi saya tak berani meminta tolong orang lain untuk mengajari saya, dan lebih memilih melakukan trial and error sendiri. Di sisi lain, saya juga taku resiko tidak bisa naik sepeda. Saya teringat pengalaman ketika saya diberi tumpangan sepeda motor oleh  teman perempuan saya dalam perjalanan menuju sekolah. Sebagian teman yang melihat kami berboncengan tertawa, karena memang umumnya laki-laki lah yang berada di depan mengendarai sepeda motor, bukannya malah memboncengnya. Dengan mengambil resiko belajar sepeda, saya berharap saya mampu bersepeda sebagai pijakan awal untuk kemudian belajar naik sepeda motor.


Dilema resiko seperti itu juga bisa muncul dalam bentuk lain dalam hidup. Kita seringkali dihadapkan pada berbagai pilihan sulit. Pilihan yang memiliki berbagai resiko. Namun, kita harus pandai untuk mengambil resiko yang memiliki dampak kebaikan bagi kita. Jika insting kita masih seputar menghindari resiko, apapun itu resikonya, maka kita tak akan tumbuh berkembang menjadi orang yang berhasil dalam hidup. 


Jelas sekali bahwa dalam hidup, seringkali ada kebaikan tersembunyi di balik resiko. Itu yang harus diketahui. Tak semua resiko itu buruk. Kadang, sebuah resiko di samping memiliki dampak keburukan, ia juga mengandung dampak kebaikan yang bobotnya jauh lebih besar dibanding dampak buruknya. Yang perlu kita pahami adalah bagaimana secara bijak menyikapi resiko, bukan semata menghindarinya. Ambil resiko yang berdampak kebaikan besar bagi hidup kita.