Rabu, 30 Juni 2021

Not asking them to learn, but facilitating them to learn!

 

Jihan sedang berbicara dalam bahasa Inggris

Bercakap-cakap dalam Bahasa Inggris dengan anak berusia 10 tahun ini membuatku belajar satu hal penting tentang prinsip belajar. Namanya Jihan. Dalam usia yang relatif belia tesebut, dia sudah bisa berkomunikasi secara efektif dala Bahasa Inggris. Bagi sebagian orang, ini bukan lah hal istimewa atau mengejutkan. Namun bagiku, ini adalah hal luar biasa yang membuatku tertarik untuk mengulas tentang bagaimana anak se-belia itu bisa begitu lancarnya berbahasa asing.

Untuk anak usia 10 tahun yang berbicara bahasa inggris sebagai bahasa asing, kemampuannya dalam berkomunikasi bahasa Inggris sangatlah bagus. Bahkan lebih dari cukup. Dengan perbendaharaan kosakata serta kemampuan merangkai kata yang dia miliki, pasti dia mampu untuk berkomunikasi dengan penutur Bahasa Inggris asli sekalipun. Aku tertarik untuk menanyakan dua hal padanya. Pertama adalah bagaimana dia belajar. Yang kedua adalah bagaimana orangtua nya mendukung dia dalam proses belajar. Ini adalah dua pertanyaan kunci yang akan bisa menjadi referensi bagi para pendidik dan pembelajar bahasa asing pada umumnya, dan bahasa inggris pada khususnya.

Aku terkesima saat mendengar jawaban dari dia bahwa dia sama sekali tidak mengikuti les privat bahasa inggris. Padahal itu adalah cara umum yang bisanya membuat seorang anak belia jago berbahasa inggris. Mengetahui jawaban tersebut, pikiranku seketika menerka-nerka apakah ini adalah akibat dari cara mengajar gurunya di sekolah yang begitu efektif. Ternyata tidak. Di sekolah dasar, dia tidak mendapatkan materi pelajaran bahasa inggris. Di balik anak yang bisa berbahasa Inggris, biasanya ada orang tua yang selalu membiasakan berkomunikasi bahasa Inggris dalam keseharian mereka. Ini jelas tidak mungkin jadi factor mampu berbahasa Inggrisnya Jihan, karena aku tahu pasti, bahwa orang tuanya tidak bisa berbahasa Inggris. Orang tua Jihan adalah pedagang, yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berdagang di pasar.

Kemampuan berbahasa Inggris Jihan ternyata didapatkan dari kebiasaannya menonton film-film berbahasa inggris di TV kable yang ada di rumahnya. Selain itu, dia juga suka mendengarkan lagu-lagu berbahasa inggris serta menyanyikannya. Berbagai kosakata yang dia kuasai didapatkan dari berbagai sumber. Dia bertutur bahwa seringkali saat dia jalan-jalan dengan keluarga ke berbagai pusat perbelanjaan, dia melihat kata-kata dalam bahasa inggris. Bagaimana dia tahu arti kosakata tersebut, dan tau cara mengucapkannya? Ternyata, gambar yang menyertai kosakata yang dia temukan tersebut membantunya memahami arti dari kosakata tersebut. Artinya, dia memahami arti sebuah ksoakata melalui pemahaman terhadap konteks. Melihat, mengamati, meniru, dan mempraktikkan dengan cara yang fun adalah sekian dari aktivitas-aktivitas penting yang lekat dengan cara belajarnya Jihan.

Faktanya, Jihan tidak memiliki guru les bahasa inggris dan orang tuanya pun tidak mengajarkan bahasa Inggris padanya. Namun ada satu hal penting yang Jihan miliki dan itu berpengaruh terhadap kemampuannya berbahasa Inggris. Hal tersebut adalah privilege. Dia memiliki privilege berupa fasilitas yang mendukung untuk exposure terhadap bahasa Inggris, seperti tersedianya TV kabel, koneksi internet di rumah, dan kakak-kakaknya yang turus serta belajar dengannya. Alih-alih menyuruhnya belajar, orang tuanya memberikan dukungan emosional dalam belajar. Serta meyakinkan anaknya bahwa dia pasti bisa.

Anak-anak tidak perlu disuruh untuk belajar. Cukup dengan pemberian stimulus melalui penyediaan fasilitas serta lingkungan yang mendukung untuk belajar, maka anak-anak akan belajar dengan sendirinya. Anak-anak tidak perlu diyakinkan akan pentingnya suatu hal yang harus dipelajari, karena biasanya daya nalar mereka tidak akan mampu memahami logika. Cukup dengan membuatnya tertarik pada suatu hal yang kita ingin mereka pelajari, maka mereka akan belajar dengan sukarela.