Sabtu, 17 Februari 2024

Tak ada ruginya berproses menjadi eksportir sukses

  

Tidak ada ruginya sama sekali dengan berproses untuk menjadi seorang eksportir sukses. Karena andai pun kamu tidak mencapai sukses besar, minimal kamu akan meraih beberapa hal positif.  

Pertama, kemampuan berkomunikasi kamu akan naik. Hal ini dikarenakan dalam proses menjadi eksportir kamu akan dituntut untuk banyak melakukan korespondensi dengan para calon buyer dan bernegosiasi dengan mereka.

Kedua, kamu akan memiliki kemampuan digital marketing. Berproses menjadi seorang eksportir, kamu akan diharuskan untuk menguasai dan mempraktikkan digital marketing. Kamu harus memiliki kemampuan untuk membuat website, beriklan di media sosial, familiar dengan membuat akun di beberapa platform marketplace B2B, familiar dengan email marketing dan lainnnya. Sekalipun, andai itu terjadi, kamu tidak sepenuhnya sukses (which is unlikely to happen if you focus on it), maka kamu bisa menggunakan kemampuan digital marketing tersebut untuk keperluan lain seperti bisnis dalam bidang lain.

Ketiga, kamu akan memiliki jaringan yang luas. Berproses menjadi seorang eksportir sukses, kamu diharuskan untuk memiliki banyak koneksi dengan supplier, forwarder, investor, atase-atase perdagangan, coach-coach atau mentor-mentor bisnis, dan lainnya.

Keempat, ilmu tentang ekspor. Ini jelas akan kamu raih. Untuk menjalani aktivitas ekspor, tentu kamu harus memiliki ilmu tentang ekspor. Ilmu tentang ekspor banyak berkaitan dengan ilmu dagang pada umumnya. Dengan menguasainya, kamu akan memiliki skill berdagang yang bagus.

Kelima, kemampuan berbahasa asing. Bagaimana bisa kita menggunakan bahasa lokal untuk berkomunikasi dengan para buyer dari luar negeri. Tentu kita harus berkomunikasi dalam bahasa asing, walau tidak begitu lancar. Walau kita hanya menggunakan piranti bantuan seperti google translate, kita akan semakin akrab berkomunikasi dalam bahasa asing. Setidaknya hal tersebtu dibuktikan oleh banyak eksportir yang tadinya benar-benar nol dalam berbahasa inggris, menjadi cukup mampu berkomunikasi dalam bahasa inggris.

Keenam, kualitas kepribadian kamu akan terasah. Bagaimana tidak, dalam berproses menjadi eksportir sukses,  kamu diharuskan untuk bersabar. Bersabar dalam upaya mencapai target. tak perlu muluk-muluk. Targetkan untuk bisa closing dua kontainer saja dalam setahun. Berdasarkan pengalaman banyak orang, target tersebut bisa dicapai. Bersabar dan berfokus untuk mencapai target 2 kontainer dalam setahun bisa memperbagus kualitas kepribadianmu. Kemampuan fokus dan bersabar itu sangat penting, bukan hanya dalam dunia ekspor, melainkan juga diaplikasikan dalam bidang lain. Yang menarik dari target ekspor adalah, ketika kita mencapai target pertama, biasanya kita akan lebih mudah untuk mencapai target-target selanjutnya. 2 kontainer pertama akan membuat kita semangat dan penuh keyakinan untuk mencapai target pengiriman kontainer-kontainer selanjutnya.

So, tak ada ruginya sama sekali berproses menjadi seorang eksportir. Jika tidak meraih target finansial (which is unlikely), maka kamu bisa meraih segala hal yang diuraikan di atas.

Hidup ini hanya sekali, lakukan upaya yang memberdayakan segala energi daya kemampuan yang kamu miliki. Dengan begitu kamu akan puas menjalani hidup. Nantinya, kamu akan memiliki cerita-cerita hebat untuk dikenang dan dijadikan pelajaran banyak orang.

Hanya hidup yang dipertaruhkan lah yang layak untuk dimenangkan.

Senin, 12 Februari 2024

Merubah perspektif ibadah dan doa

 

Perasaan adalah energy. Pikiran adalah energy. Energy-energi tersebut berpengaruh terhadap apa yang hadir mewujudan nyata dalam hidup kita. Pikiran dan perasaan positif seringkali menarik hal-hal positif hadir dalam keseharian hidup kita. Begitu pula pikiran dan perasaan negative menarik hal-hal negative untuk hadir dalam hidup kita. Konsep seperti ini seringkali disebut dengan Law of Attraction atau hukum ketertarikan.

Apa yang kita pikirkan dan rasakan kadang tidak mewujud nyata, terutama hal-hal yang berkaitan dengan yang kita harapkan untuk terwujud. Kita panjatkan doa, supaya hajat kita terwujud. Namun kadang tidak lekas mewujud. Kenapa bisa terjadi hal demikian? Bisa jadi, hal tersebut terjadi karena pikiran dan perasaan kita negative saat kita berdoa, saat kita beribadah. Kokbisa beribadah dan berdoa dengan perasan dan pikiran negative? Bagaimana bisa kita beribadah dengan perasaan dan pikiran negative? Apakah mungkin? Jawabannya adalah mungkin saja dan bias saja.

Begini ilustrasinya.

Saat berdoa, kita panjatkan berbagai harapan untuk Tuhan kabulkan. Namun di waktu yang sama, kita berdoa dengan pancaran perasaan seperti orang yang penuh kekurangan. Ada perasaan dan pikiran bahwa ada yang kurang belum terwujud dalam hidup kita. Perasaan dan pikiran kurang tersebut justru menjadi penarik bagi terwujudnya kekurangan yang nyata. Kita berdoa mengharapkan kelimpahan rizki, dengan pancaran perasaan seperti orang yang masih penuh kekurangan. Yang terwujud justru bisa saja berupa kekurangan pula.

Lantas bagaimana caranya supaya kita bisa mewujudkan hal-hal yang kita inginkan? Bagaimana pula caranya kita beribadah dengan perasaan dan pikiran yang positif? Caranya adalah dengan merubah perspektif ibadah kita. Merubah perspektif dari berdoa dan beribadah karena merasa ada yang masih kurang dan hal yang belum kita wujudkan, menjadi beribadah karena kita bersyukur atas berbagai hal karunia yang Alloh limpahkan kepada kita. Beribadah karena kita merasa cukup dan telah dicukupkan oleh Alloh SWT. Ini memang tidak mudah, dan ini butuh seni mengelola pikiran. Merubah perspektif beribadah seperti ini akan membuat kita merasa sebagai orang yang berkecukupan. Perasaan dan pikiran kecukupan tersebut yang akhirnya menarik kecukupan dan keberlimpahan lainnya, sesuai dengan prinsip hokum ketertarikan.

Jika kita memiliki keinginan dan keinginan tersebut kita panjatkan dalam doa, maka milikilah pikiran dan perasaan bahwa kita layak untuk meraih apa yang kita inginkan tersebut. Jangan miliki perasaan layaknya orang yang tidak memiliki hal tersebut. Libatkan perasaan dan pikiran bahwa perwjuduan atas apa yang kita inginkan adalah sebuah keniscayaan, and itu hanya masalah waktu. Miliki keyakinan seperti itu. Miliki perasaan dan pikiran bahwa kita pantas mendapatkan apa yang kita inginkan. Yakini bahwa Alloh lekas mewujudkannya, apa pun itu caranya. Insya Alloh itu adalah cara terwujudnya apa yang kita harapkan dalam hidup.

Intinya, berdoa dan beribadah jangan disertai dengan perasaan bahwa kita masih kekurangan. Melainkan, kita beribadah karena itu adalah wujud rasa syukur atas segala karunia yang Alloh berikan kepada kita berupa hidup dengan segala kelebihannya.

Begitulah cara merubah perspektif doa agar kita bias mewujudkan apa yang kita inginkan.

 

 

Bayangin aja dulu...

 


Aku hidup Bahagia dengan seorang istri yang sangat aku cintai dan tiga orang anak.

Bayangin aja dulu. Aku bisa ke tempat manapun di belahan bumi ini semudah menetapkan keinginan. Aku ingin umroh setiap 3 bulan nih, aku bisa lakukan. Aku ingin umroh Ramadhan penuh nih, bisa aku lakukan. Aku ingin berangkatkan haji sekeluarga dengan program haji plus nih, bisa aku lakukan. Aku ingin wakafkan tanah untuk dibangun fasilitas Pendidikan, tempat ibadah, fasilitas social, dan untuk berbagai keperluan lainnya yang bermanfaat bagi banyak orang nih, bisa aku lakukan. Aku ingin mewakafkan sebagian harta untuk kuatasnamakan orangtua nih, bisa aku lakukan.

Bayangin aja dulu. Aku ingin nonton pertandingan sepakbola di champions league nih, bisa aku lakukan. Aku ingin nonton world cup nih, bisa aku lakukan. Aku ingin nonton moto GP nih, bisa aku lakukan. Aku ingin nonton berbagai event pertandingan sepakbola internasional nih, bisa aku lakukan, aku ingin nonton kejuaraan SUMO nih, bisa aku lakukan. Aku ingin nonton final piala dunia bola voli nih, bisa aku lakukan. Pokoknya aku ingin menyaksikan berbagai event internasional, bisa aku lakukan.

Bayangin aja dulu. Aku ingin setiap bulan mengeluarkan sepuluh ton beras untuk orang-orang yang membutuhkan nih, bisa aku lakukan. Aku ingin membantu warga Palestina dan muslim lainnya di berbagai belahan dunia yang sedang membutuhkan nih, bisa aku lakukan. Aku ingin memberi seribu paket buka puasa tiap hari selama bulan Ramadhan nih, bisa aku lakukan. Aku ingin memberi tempat tinggal yang layak bagi orang-oran yang benar-benar membutuhkan nih, bisa aku lakukan.

Bayangin aja dulu. Aku ingin safari ke Afrika nih, bisa aku lakukan. Aku ingin menikmati sebulan penuh musim dingin di daerah utara jepang nih, bisa aku lakukan. Aku ingin mencoba bermain ski di Canada nih, bisa aku lakukan. Aku ingin melihat Aurora di alaska dan norwegia nih, bisa aku lakukan. Aku ingin BBQ-an di gurun sahara nih, bisa aku lakukan. Aku ingin menyusuri berbagai pasar di berbagai tempat di Afrika nih, bisa aku lakukan. Aku ingin memberi banyak bantuan seperti makanan, membangun sumur, memberi bantuan sarana Pendidikan kepada orang tua dan anak-anak Afrika nih, bisa aku lakukan.

Bayangin aja dulu. Aku ingin melakukan touring dari ujung timur rusia ke ujung selatan afrika nih, bisa aku lakukan. Bahkan cerita itu aku bukukan dan aku publikasikan untuk dinikmati oleh para pembaca. Aku ingin mengunjungi semua negara di Amerika latin nih, bisa aku lakukan. Aku ingin bertemu dengan teman-temanku semasa kuliah di Jepang nih (Uzbekistan, Chile, Polandia, Iran, Filipina, Ghana, Burkina Faso, Vietnam, Hongkong, London, Korea, dan Amerika), bisa aku lakukan.

Bayangin aja dulu. Aku ingin mengendarai mobil Rubicon ke sekolah setiap hari dan ke masjid setiap shubuh nih, bisa aku lakukan.

Bayangin aja dulu. Aku ingin membangun perpustakaan modern nih, bisa aku lakukan. Perpustakaan tersebut berdiri di lahan seluas 10 hektar. Ia jadi destinasi wisata edukasi banyak orang dari berbagai daerah di Indonesia. Gedung perpustakaan yang nyaman. Koleksi buku yang lengkap. Fasilitas digital yang sangat memadai. Tempat baca buku dengan view indah yang nyaman. Akses internet yang kencang. Coffeshop yang laris manis. Vibe yang asri nan menyejukkan. Roda ekonomi berputar kencang di perpustakaan ini.

Bayangin aja dulu. Hidupku adalah seputar ibadah, keluarga, making money, jalan-jalan, mencoba hal-hal baru yang positif, giving charity, educating people, menulis, mengisi berbagai seminar, berinvestasi untuk akhirat, masuk syurga.

to be continued....

 

"Deserve feeling" dan Pengaruhnya terhadap Kondisi Hidup Seseorang

 

Dalam ilmu psikologi sering disebut self-esteem. Namun aku lebih suka menggunakan istilah “deserve feeling”. “deserve feeling” adalah perasaan bawah sadar yang dimiliki seseorang yang meyakini bahwa dia layak mendapatkan sesuatu, memiliki sesuatu, atau layak berada pada kondisi tertentu dalam konteks yang positif. Keyakinan tersebut ternyata menjadi modal kuat untuk seseorang berhasil mencapai suatu kondisi yang dia inginkan. “deserve feeling” bisa berkaitan dengan kondisi ekonomi, status social, kepemimpinan, dan lainnya.

Ada beberapa ilustrasi yang cukup mudah dipahami untuk menggambarkan konsep “deserve feeling”. Pertama, kondisi ekonomi penuh keberlimpahan dalam suatu keluarga biasanya diwariskan secara turun temurun. Bukan semata turun temurun karena factor warisan, melainkan karena factor “deserve feeling” yang dimiliki orang yang berasal dari keluarga tersebut. Kedua, para pemimpin organisasi atau perkumpulan besar seperti pemimpin negara, partai, perusahaan besar, oraganisasi masa besar, dan perjuangan kemerdekaan biasanya menurunkan keturunan yang menjadi pemimpin besar pula. Para keturunan pemimpin tersebut biasanya memiliki “deserve feeling” karena mereka tumbuh di lingkungan keluarga pemimpin. Sebenarnya masih banyak ilustrasi lainnya, namun dua hal tersebut semestinya cukup untuk menggambarkan konsep “deserve feeling”.  

Faktanya, “deserve feeling” tidak dimiliki semua orang. Lawan kata dari “deserve feeling” adalah feeling inferior. Kurang lebih seperti itu. Feeling inferior, kebalikan dari “deserve feeling”, adalah keyakinan bawah sadar pada diri seseorang bahwa dia tidak layak mendapatkan sesuatu. Feeling inferior juga bisa berarti keyakinan bawah sadar seseorang bahwa dia layak mendapatkan kondisi yang dia tidak inginkan dan menerimanya sebagai sebuah takdir yang dia layak jalani.

Baik “deserve feeling” maupun feeling inferior seringkali menjadi factor yang menentukan nasib seseorang. Seorang individu yang lahir dan tumbuh di keluarga penuh kecukupan, alias kaya, ketika keluaranya mengalami kebangkrutan, biasanya ia cenderung mampu untuk lebih cepat bangkit menjadi sukses. Selain karena factor kerja keras, penentu kesuksesan tersebut adalah karena adanya “deserve feeling”. Dia terbiasa hidup dalam kecukupan, bahkan berkelimpahan. Hal tersebut menumbuhkan keyakinan bawah sadar bahwa DNA yang ia miliki adalah DNA orang kaya. Dia merasa kondisi yang paling layak buat dia adalah kondisi berkelimpahan. Tidak ada gambaran dalam keyakinan bawah sadarnya bahwa ia dilahirkan untuk hidup dalam kondisi penuh kekurangan.

Sementara, orang-orang yang terlahir dan dibesarkan di keluarga miskin umumnya butuh effort ekstra untuk menjadi orang yang sukses berkelimpahan. Kebanyakan dari mereka bahkan hanya mampu meneruskan kondisi kekurangan tersebut. Kenapa demikian? Di antara sekia banyak factor, feeling inferior adalah factor yang sangat berpengaruh. Keyakinan bawah sadarnya mengatakan bahwa dia layak untuk menjadi orang yang kekurangan. Terlebih ketika dia meyakini bahwa kondisi miskin yang ia alami adalah sebuah nasib yang harus dia terima sebagai sebuah takdir dari Tuhan.

“deserve feeling” biasanya tumbuh pada diri seseorang yang memiliki privilege. Sementara feeling inferior umumnya tumbuh pada pribadi seseorang yang hidup tanpa privilege, bahkan penuh kekurangan.

Lantas, pertanyaan penting yang perlu didiskusikan adalah, bisakah orang-orang yang hidup dalam kondisi tanpa privilege mencapai kejayaan, kegemilangan, keberhasilan, sebagaimana yang dicapai oleh orang-orang yang memiliki “deserve feeling”?  

Jawabannya dalah, BISA.

Untuk bisa, maka seseorang butuh Pendidikan atau pencerahan. Pendidikan disini tidak diartikan secara sempit sebagai Pendidikan formal berupa sekolah atau kampus. Toh seringkali Pendidikan formal juga tidak menjamin seseorang memiliki “deserve feeling”. Pendidikan di sini bisa berupa Pendidikan pasif maupun aktif. Pendidikan pasif terjadi ketika seseorang mencapai kesadaran saat mendapakan inspirasi, nasihat, atau pencerahan dari orang lain tentang pentingnya menumbuhkan “deserve feeling”. Bahwa setiap orang berhak untuk mencapai apa yang ia inginkan. Bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk mencapai apa pun yang ia inginkan. Bahwa kenyataan yang kita raih merupakan perwujudan dari keyakinan yang kita tumbuhkan. Sementara, Pendidikan aktif terjadi ketika seseorang secara sadar mencari jawaban tentang bagaimana caranya memiliki atau menumbuhkan “deserve feeling” pada dirinya melalui pengamatan, perenungan, membaca berbagai literatur, diskusi dengan orang-orang yang memiliki pencapaian besar.

NB:

Istilah “deserve feeling” ini tidak umum digunakan. Itu hanya istilah yang aku gunakan untuk menggambarkan kondisi perasaan seseorang yang mempengaruhi sitausi yang terwujud dalam hidupnya.

 

Sabtu, 03 Februari 2024

Refleksi atas Resolusi

 

Beberapa saat yang lalu aku periksa kembali tulisan-tulisan yang pernah aku posting di blog. Tiba-tiba terbersit untuk melihat postinganku di penghujung tahun 2022. Tepatnya tanggal 31 desember 2022, di malam tahun baru. Aku tuliskan rasa syukur kepada Alloh SWT atas apa yang telah aku lalui di tahun tersebut, sekaligus harapan yang ku panjatkan untuk tahun berikutnya.

Yang membuatku segera termenung adalah bagian dari tulisanku yang mengulas tentang resolusi tahun baru. Aku menuliskan bahwa aku mendambakan hidup laksana seorang digital nomad. Orang yang mempunyai freedom, baik freedom dalam hal kehendak maupun finansial. Aku nyatakan bahwa tahun 2023 akan menjadi tahun untuk ku mewujudkan resolusi tersebut. Iya sih, aku ndak mengkufuri atua mengingkari semua hal-hal baik yang terlah aku dapatkan sepanjang tahun 2023. Namun, jika ditanya apakah aku sudah benar-benar bisa mewujudkan resolusiku tahun lalu, maka jawabannya adalah “belum sepenuhnya”.

Itu jawaban jujur dan nyata yang harus aku terima. Aku harus menjadikannya sebagai bahan evaluasi. Impianku begitu besar. Harapan-harapanku begitu banyak. Namun kesempatan untuk mewujudkannya semakin berkurang, seiring dengan semakin berkurangnya jatah usia hidup di dunia.

Selama ini aku terbuai dengan perasaan bawah sadarku bahwa aku masih punya waktu. Aku terlena dengan malasnya bergerak. Aku merasa perlu menunggu momentum. Aku merasa perlu menunggu motivasi. Ternyata, itu semua adalah penghambat nyata atas belum terwujudnya harapan-harapan besarku. Aku harus berubah.

Aku harus berubah. Bagaimana aku berubah? Berubahku adalah dengan tidak menunggu momen apa pun untuk lekas bergerak berproses mewujudkan rencana dan harapan. Saat aku merasa kurang termotivasi, aku harus mampu memotivasi sendiri. Taka da orang lain yang akan memotivasiku, selain diriku sendiri. Aku tak boleh kalah sama suasana yang kurang bergairah. Aku harus mampu menggerakkan diri sendiri. Aku tidak bergantung pada motivasi eksternal, karena aku adalah motivator bagi diriku sendiri.

Ini perubahan yang aku jalani mulai detik ini juga. Jika perubahan seperti itu tidak aku lakukan, maka yang Namanya resolusi hanya akan menjadi catatan tiap akhir taun yang tanpa makna, karena tidak diwujudkan secara nyata.

Aku tak boleh menunggu good mood untuk taking action mewujudkan mimpi-mimpi ku. Karena aku adalah motivator bagi diriku sendiri. Dan aku pasti bisa. Bismillah….