Minggu, 31 Juli 2016

Membangun Peradaban dengan Kreativitas


Jepang merupakan negara dengan tingkat kemapanan ekonomi yang sangat tinggi. kemajuan di berbagai bidang sudah tak diragukan lagi, tercermin dari banyaknya produk made in japan yang familiar di seantero dunia. beruntung saya memperoleh kesempatan untuk menjalani hidup di jepang melalui program pendidikan dengan sponsor penuh dari pemerintah jepang selama 1.5 tahun. Dari situlah saya menyaksikan sendiri bagaimana kehidupan kesehairan masyarakat jepang pada umumnya. 

Di jepang saya belajar banyak betapa kreativitas mampu menciptakan peradaban yang sangat maju. Kemajuan jepang dalam berbagai sektor bukanlah ditentukan oleh tersedianya sumber daya alam yang melimpah, karena nyatanya Jepang merupakan negara yang miskin sumber daya alam. Kemajuan tersebut lebih ditentukan oleh sentuhan kreativitas masyarakatnya. Banyak hal yang saya temukan ada di Jepang, yang mencerminkan betapa kreatifnya bangsa Jepang.

Picture taken from https://5x5x5creativity.files.wordpress.com

Jepang adalah negara yang suka mencipta. Berbagai masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari bisa menjadi potensi peluang untuk menciptakan berbagai karya. Banyak contoh betapa masalah berubah menjadi peluang kreativitas. Toilet, misalnya. Ketika orang-orang di berbagai negara lain umumnya masih mengandalkan tisu semata untuk membersihkan diri paska buang hajat di toilet, atau meggunakan alat semacam gayung untuk membersihkan bagian tubuh tempat keluarnya kotoran tersebut, Jepang sudah familiar dengan teknologi toilet yang hanya dengan sekali tekan tombol, keluarlah air yang memancar secara otomatis untuk membersihkan bagian tubuh tersebut. Teknologi toilet tersebut juga dilengkapi dengan piranti musik dengan suara gemercik air, yang ketika diputar suaranya bisa meredam mencoloknya suara jatuhnya kotoran, atau suara keluarnya gas dari tubuh yang kadang tak nyaman didengar. Menarik, bukan? Selain itu, ketika negara lain masih sibuk dengan kampanye menghemat listrik dengan berbagai iklan yang muncul di berbagai media masa, Jepang sudah memiliki teknologi penghematan listrik. Contohnya adalah penggunaan teknologi sensor pada lampu, eskalator dan piranti lainnya. Lampu-lampu yang diseting dengan teknologi sensor hanya akan menyala ketika sensor menangkap keberadaan orang disekitarnya. Teknologi sensor pada lampu tersebut sudah umum digunakan, terutama di tempat fasilitas publik seperti rumah sakit, sekolah/kampus, apartemen, dan sebagainya. Ruma-rumah penduduk juga sudah banyak yang memakai teknologi tersebut. Sebenarnya masih banyak contoh lain yang menggambarkan betapa kreativitas bisa merubah wajah kehidupan di Jepang. Eskalator di Jepang juga berjalan menggunakan teknologi sensor. Ia akan berhenti total ketika dalam periode waktu tertentu tak ada orang yang melewatinya, dan berjalan ketika ada orang yang menggunakannya. Luar biasa, bukan?

Dulu, saya sempat membayangkan apakah mungkin mesin penarikan uang tunai (ATM) bisa juga digunakan untuk melakukan transaksi menabung. Imajinasi tersebut muncul ketika saya menhabiskan berjam-jam mengantri untuk menabung di bank tempat saya menabung. Di Jepang, mesin yang saya imajinasikan beberapa tahun tersebut ternyata sudah ada, dan bahkan sering saya gunakan ketika menabung. Orang tak perlu pergi ke kantor Bank untuk mengantri menabung, cukup dengan pergi ke mesin ATM, dan di situ transaksi deposito bisa dilakukan. 

Ketika orang melakukan perjalanan jauh, hal yang cukup merepotkan adalah membawa barang yang cukup memberatkan badan, seperti tas beserta isinya. Apalagi ketika melakukan perjalanan keluar kota untuk menyusuri berbagai tempat menarik. Beratnya barang bawaan yang ada, tentu sedikit mengurangi totalitas kenyamanan. Mungkin, hal tersebut lah yang menjadi dasar pemikiran maraknya loker-loker tempat menyimpan barang bawaan di Jepang. Di stasiun kereta api dan di Bandara, banyak loker yang tersedia untuk menyimpan sementara barang bawaan penumpang. Ukurannya pun bervariasi, dari yang hanya cukup untuk menampung tas backpack ukuran 20 liter hingga tas besar dengan ukuran 100 x 50 cm. Cukup dengan memasukkan uang koin, maka kita bisa menyimpan barang bawaan kita tersebut. Tentunya, jumlah uang yang dimasukkan bervariasi dan tergantung dari ukuran barang. Mekanisme penguncian loker-loker tersebut umumnya disetting secara digital. Kita hanya perlu memasukkan beberapa huruf dan angka sebagai password untuk mengunci dan membuka loker tersebut. 

Pertanyaannya adalah, apakah kreativitas-kreativitas tersebut berdampak signifikan terhadap kehidupan masyarakat yang hidup di Jepang? tentu jawabanya adalah “iya". Betapa tidak, hasil kreativitas tersebut telah menjadikan hidup terasa lebih efektif dan efisien. Orang bisa menghemat waktu dengan menabung melalui mesin ATM, tanpa harus kehilangan berjam-jam waktu untuk mengantri menabung di kantor Bank. Orang bisa menghemat listrik secara efektif dan signifikan. Dan sebagainya. Selain itu, dampak ekonomi akibat adanya kreativitas juga tertunjang tentunya. Itu baru sebagian kecil dari contoh kreativitas bangsa Jepang. Padahal masih sangat banyak contoh kreativitas lainnya yang terlalu banyak untuk disebutkan satu-persatu. Mungkin contoh-contoh kreatiitas tersebut terlalu jauh dan susah dijangkau oleh negara lain yang kemajuan berpikir dan peradabannya belum secemerlang Jepang, karena itu semua adalah contoh bentuk kreativitas berbasis teknologi. Kreativitas yang ditunjukkan masyarakat Jepang tak semata berhubungan dengan teknologi. Namun juga pada hal-hal yang tak bersinggungan dengan teknologi.

Ketika berkunjung ke rumah orang jepang, saya suka mengamati kondisi rumah mereka, untuk mengetahui hal unik apa yang ada di dalamnya. Untuk menjaga kebersihan lantai ruangan, orang Jepang suka melepaskan alas kaki yang dipakai di luar rumah, dan berganti memakai sendal khusus ruangan. Sebagian rumah ada yang menyediakan rak khusus sepatu, sebagian lainnya hanya menyediakan space untuk menaruh alas kaki, yang  biasanya berada tepat di depan pintu bagian dalam. Selain itu, rumah-rumah di jepang biasanya memiliki rak khusus untuk meletakkan payung, yang biasanya diletakkan di pojok ruangan dekat dengan pintu. Dengan begitu, tidak ada kisah payung tersambar angin gara-gara ditaruh di luar rumah. Penyediaan tempat khusus untuk menaruh alas kaki dan payung begitu jamak tersedia bukan hanya di rumah, melainkan juga di sekolah dan kampus. Itu lah salah satu bentuk kreativitas dalam mewujudkan hidup bersih di Jepang, yang tentunya mudah untuk ditiru oleh bangsa lain. 



Jepang telah membuktikan betapa peradaban bangsanya bisa diciptakan secara maju dengan kreativitas yang merupakan salah satu anugerah Tuhan paling besar, yaitu otak, bukan karena mereka memiliki cadangan kekayaan alam yang banyak. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Napoleon Hill, “More gold had been mined from the mind of men than the earth it self”. Artinya, lebih banyak emas yang ditambang dari otak manusia, daripada yang ditambang dari bumi”. 


Sabtu, 30 Juli 2016

Kreativitas dalam mewujudkan hidup bersih




Pola hidup bersih di Jepang merupakan buah dari sinergi antara pendidikan di lignkungan keluarga, pendidikan di sekolah/universitas, dan kebijakan pemerintah. Masing-masing memiliki peran yang signifikan. Ketika berkunjung ke rumah orang jepang, saya suka mengamati kondisi rumah mereka, untuk mengetahui hal unik apa yang ada di dalamnya. Untuk menjaga kebersihan lantai ruangan, orang Jepang suka melepaskan alas kaki yang dipakai di luar rumah, dan berganti memakai sendal khusus ruangan. Sebagian rumah ada yang menyediakan rak khusus sepatu, sebagian lainnya hanya menyediakan space untuk menaruh alas kaki, yang  biasanya berada tepat di depan pintu bagian dalam. Selain itu, rumah-rumah di jepang biasanya memiliki rak khusus untuk meletakkan payung, yang biasanya diletakkan di pojok ruangan dekat dengan pintu.  Dengan begitu, tidak ada kisah payung tersambar angin gara-gara ditaruh di luar rumah sebagaimana sering terjadi di negaraku. Pun tidak ada kisah payung terkena air hujan yang membuat becek ruangan karena sisa air hujan yang menetes dari payung tersebut. Penyediaan tempat khusus untuk menaruh alas kaki dan payung begitu jamak tersedia bukan hanya di rumah, melainkan juga di sekolah dan kampus. Itu lah salah satu bentuk kreativitas dalam mewujudkan hidup bersih di Jepang, yang tentunya mudah untuk ditiru oleh bangsa lain. Itulah wujud kreativitas sederhana yang dilakukan untuk menjaga hidup bersih.


Di Jepang, saya berkesempatan melakukan school visit, baik yang dilakukan secara rutin untuk mengajar bahasa Inggris dalam kegiatan ekstrakurikuler, maupun yang bersifat insidental berupa undangan untuk presentasi pengenalan budaya Indonesia di hadapan para siswa dan Guru di sekolah Jepang. Hal tersebut memberikan saya kesempatan untuk semakin mengenali lingkungan sekolah terebut, terutama mengenai bagaimana kretivitas begitu berperan dalam mewujudkan pola hidup bersih di ligkungan sekolah. Selain penyediaan rak khusus alas kaki dan payung sebagaimana disampaikan di atas, sekolah-sekolah di Jepang umumnya juga menyediakan produk antiseptik untuk membersihkan kuman di tangan, yang biasa diletakkan di berbagai sudut strategis seperti di meja dekat pintu masuk, di ruang kelas, maupun di toilet. Di sekolah juga tersedia jadwal kebersihan yang dilaksanakan oleh siswa. saya sendiri pernah menyaksikan bagaimana siswa yang mendapat giliran bersih-bersih melakukan tugas kebersihan dengan membersihkan toilet secara konsekuen. 

Kebijakan pemerintah Jepang tidak kalah kreatifnya dalam mewujudkan hidup bersih. Pemerintah memberlakukan peraturan pemilahan sampah sesuai kategorinya. Ada kategori sampah organik, kategori sampah kertas, kategori sampah kaleng/botol berbahan kaleng dan plastik, dan kategori sampah bungkus plastik. Masing-masing jenis sampah tersebut diletakkan di tempat khusus, dan tidak boleh tercampur antara satu dengan lainnya. Selain itu, upaya pemerintah dalam mewujudkan kebersihan juga dilakukan dengan cara mewajibkan pembungkusan sampah di rumah dengan dua jenis kantong plastik yang berwarna Hijau dan Merah. Kantong berwarna Hijau untuk membungkus sampah organik. Yang berwarna merah digunakan untuk sampah anorganik. Kantong plastik pembungkus sampah tersebut tidak bisa didapatkan secara gratis, melainkan harus di beli di toko-toko atau supermarket. Ketika sampah-sampah rumahan tersebut sudah banyak, baru kemudian di pindahkan di tempat penampungan sementara, yang biasanya ditempatkan di lokasi yag strategis di berbagai tempat. Dengan demikian, tidak ada istilah membuang sampah sembarangan, karena semua begitu teratur. 

Pertanyaannya adalah, kemana sampah-sampah tersebut bermuara? dengan adanya pemilahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat, maka lebih mudah untuk menindaklanjuti keberadaan sampah tersebut. Sampah berupa botol plastik dan kaleng biasanya masuk perusahaan daur ulang kemasan. Sedangkan sampah anorganik yang tka dapat di daur ulang, selanjutnya diproses oleh pabrik dengan cara dibakar menggunakan mesin yang canggih dan ramah lingkungan. Saya sendiri pernah melihat secara langsung pabrik tersebut. Sedangkan sampah organik, biasanya dijadikan pupuk kompos untuk kemudian disebar di berbagai tempat unutk menyuburkan tanaman yang bukan milik pribadi. 

Membuang sampah dan barang yang sudah tak dipakai merupakan hal yang relatif tak mudah di Jepang. Barang-barang tak terpakai yang membutuhkan space besar seperti perabotan rumah tangga, alat elektronik, dsb, tak bisa dibuang begitu saja secara sembarangan. Harus ada biaya yang harus dikeluarkan untuk jasa pembuangan barang tersebut di tempat yang ditentukan. Untuk menyiasatinya, orang yang tinggal di Jepang biasanya menyiasatinya dengan cara menawarkan untuk memberikan barang-barang tersebut secara cuma-cuma kepada siapapun yang mau. Makanya, jamak terjadi di Jepang, barang barang yang sudah tak terpakai tapi masih layak pakai, diletakkan begitu saja di depan rumah, dengan harapan ada orang yang memugutnya. Dalam periode tertentu, jika tak ada yang memungutnya, maka si pemilik harus mengeluarkan uang untuk jasa pembuangan barang tersebut. Kini, seiring dengan berkembangnya teknologi, semakin mudah orang membuang barang bekas tanpa harus mengeluarkan biaya. Di facebook, ada grup yang bernama Flea Market. Grup tersebut berisi postingan orang yang menawarkan barang-barang bekas yang masih layak pakai. Kadang ada yang dijual, namun sering juga barang-barang terebut ditawarkan secara cuma-cuma kepada siapapun yang berminat. 


 Mudah saja bagi pemerintah untuk membuat kebijakan pelarangan pembuangan sampah secara sembarangan. Namun, jika hal tersebut tidak diimbangi dengan sikap hidup bersih yang sudah tertanam sejak dari lingkungan keluarga dan sekolah, sepertinya akan terasa sulit diwujudkan. Maka, mweujudkan hidup bersih tidak bisa dilakukan oleh satu elemen saja, melainkan butuh sinergi dari berbagai elemen, pemerintah, sekolah dan keluarga, dan masyarakat.

Senin, 25 Juli 2016

Thanks, Bulliers, underestimaters, and heart-hurters!




Kepada mereka yang suka membully, memandang remeh, melukai hati, dan merendahkan kita, sebenarnya patut kita ucapkan terimakasih. 

Hah…yang bener aja! Apakah pantas orang-orang yang menyakiti perasaan kita justru mendapatkan terimakasih? 

Mengingat bagaimana perlakuan mereka pada kita, pasti membuat ngilu hati. Tapi di sisi lain, mereka lah yang seringkali secara tak langsung menjadikan kita melompat jauh melambung tinggi ke puncak pencapaian. Ini berkaitan dengan motivasi. Banyak motivasi yang melandasi orang-orang berprestasi, atau memperoleh pencapaian tinggi dalam hidup. Salah satu landasan motivasi yang sangat efektif mendorong kita meraih pencapaian tinggi dalam hidup adalah adanya keinginan untuk melakukan pembuktian. Pembuktian kepada orang lain, terutama mereka yang memandang rendah kita, bahwa kita mampu mebelalakkan mata mereka atas suatu pencapaian kita yang luar biasa. 

Menjadikan sikap mereka yang suka membully dan merendahkan kita memang butuh kecerdasan dalam menyikapi keadaan yang tak mengenakkan hati. Ada sebagian orang yang merasa benar-benar seperti orang yang tak berguna ketika dipandang rendah oleh orang lain. Ada sebagian orang yang merasa dirinya benar-benar hina ketika dihina orang lain. Namun, orangyang cerdas mampu menjadikan sikap-sikap negatif orang lain sebagai pelecut semangat untuk menjadi pribadi yang luar biasa. 

Rasa sakit kadang merupakan awal dari kejayaan. Bukannya tak mampu meraih puncak kejayaan, namun manusia kadang butuh cambuk untuk menggerakkan segala daya upayanya untuk meraih kesuksesan luarbiasa. Orang seringkali nyaman dengan keadaan nyaman tanpa tantangan, tanpa sakit hati, tanpa keterbatasan. Kenyamanan tersebut lah yang menumpulkan potensi kemampuan luar biasa yang sebenarnya dimiliki setiap orang. Adanya orang-orang yang merendahkan kita barangkali merupakan cara bagaimana Alloh menjawab doa kita untuk dihebatkan olehNya dan dimampukan untuk bisa meraih kesuksesan dalam hidup. 


Berikut ini adalah bukti bahwa banyak orang yang justru memetik hikmah luar biasa dari perlakuan negatif orang lain terhadap mereka;


Picture taken fom www.thesportresource.com

picture taken from www.whisper.sh

Picture taken from www.someecards.com

Picture taken from www.wishper.sh

Sabtu, 23 Juli 2016

Menggadaikan Kebebasan untuk Meraih Kebebasan

Picture taken from http://www.frpeterpreble.com
        Semua orang pasti sepakat bahwa kebebasan adalah hal yang sangat (kalau tidak dikatakan paling) berharga dalam hidup. Itulah kenapa dalam sejarah banyak diceritakan  kisah-kisah tentang perjuangan untuk meraih kebebasan (kemerdekaan). Itu lah kenapa undang-undang di semua negara pasti menjamin hak asasi warganya, karena sejatinya manusia pasti menginginkan kebebasan. Itu lah kenapa manusia pada umumnya bekerja mencari uang untuk meraih kebebasan. Agar bebas dari kemiskinan, bebas dari ketidakmampuan membeli sesuatu, dan bebas dari ketidakberdayaan mewujudkan kecukupan materi bagi orang-orang yang disayang, serta bebas dari ketidakmampuan untuk berderma mewujudkan kebaikan bagi sesama. 

     Terbukti, uang bisa membeli berbagai kebebasan untuk meraih kebahagiaan. Faktanya, meski dikatakan bahwa uang bukanlah segalanya dalam hidup, banyak kebahagiaan yang bisa diraih dengan tebusan uang. Bahagia memiliki kendaraan, karena punya uang untuk membelinya. Bahagia mampu menghajikan orangtua, karena ada uang untuk menebusnya. Bahagia bisa beramal shodakoh, karena ada uang untuk melakukannya. Bahagia bisa lulus sekolah, karena ada uang SPP yang dibayarkan setiap bulannya, dan sebagainya. Bahkan bahagia karena bisa mencicipi main game POKEMON GO, karena ada uang untuk membeli paket data hingga memungkinkan untuk mendownloadnya. 

       Banyak orang bekerja untuk mendapatkan uang, dengan cara mempertaruhkan waktu, tenaga dan segenap kemampuan yang mereka miliki. Di sinilah letak paradoksnya. Yaitu, upaya manusia untuk meraih materi/uang untuk menebus berbagai kebebasan tersebut seringkali justru malah membatasi kebebasan mereka, bahkan menciptakan ketidakbebasan baru. Orang-orang yang bekerja dengan berangkat pagi pulang sore dengan harapan memiliki materi untuk menebus kebebasan, justru terkekang kebebasannya untuk melakukan aktivitas-aktivitas lainnya. 

Picture taken from https://s-media-cache-ak0.pinimg.com

    Jadi, sebenarnya lucu juga, upaya meraih/menebus kebebasan dilakukan dengan cara menggadaikan kebebasan. Dalam kondisi tersebut, sejatinya tak ada kebebasan sempurna yang diraih. Getirnya, saya masih termasuk dalam golongan ini, setidaknya untuk waktu sekarang ini. Harapannya, nanti bisa meraih kebebasan sempurna.

Yang ceras itu bagaimana?
Saya angkat topi kepada mereka yang mampu menggadaikan kebebasan sementara, untuk meraih kebebasan selamanya.
Apakah ada yang seperti itu?
jawabannya adalah “banyak”.
Hanya saja lebih kecil jumlahnya ketimbang yang tak seperti itu. 
Karena untuk mampu menjadi orang yang ceras mengorbankan kebebasan sementara demi tercapainya kebebasan sesungguhnya yang sempurna, dibutuhkan kebebasan pikiran.

      Kebebasan pikiran tersebut biasanya merupakan awal dari kebebasan tindakan. Kebebasan tindakan berarti melakukan segala sesuatu sesuai dengan panggilan jiwa dan passion, apapun itu resikonya. Susah memang, karena orang pada umumnya lebih banyak yang mengikuti apa yang dikatakan orang lain, dan begitu larut dalam pengaruh opini serta penilaian orang lain.

       Ternyata, semua berawal dari kebebasan pikiran.
Pikiran yang bebas berarti pikiran mandiri.
Pikiran yang tak mudah mempan oleh haru biru nya penilaian dan pemikiran orang lain.
Pikiran yang mampu mendorong diambilnya sikap secara mandiri.


Jumat, 22 Juli 2016

Menjadi Pendidik = Menjadi Motivator

Ketika datang ke sekolah, para peserta didik membawa kondisi motivasi yang beragam. Ada yang sudah termotivasi untuk belajar karena begitu kuatnya pengaruh didikan orang tua di rumah. Ada yang miskin motivasi, yang untuk datang ke sekolah saja harus diiming-imingi sesuatu, atau harus dipaksa. Ketika di rumah, orangtua lah yang bertanggungjawab untuk memperhatikan aspek motivasi anak-anak mereka. Ketika di sekolah, tentu pihak sekolah lah yang seyogyanya menjadi penanggungjawab terpacunya motivasi peserta didik untuk belajar. 

Sesuai arahan kurikulum pendidikan, siswa diwajibkan mempelajari banyak mata pelajaran di sekolah. Ketika berada di bangku sekolah Dasar, para peserta didik disuguhi berbagai materi yang harus dipelajari. Mulai dari ilmu alam, ilmu sosial, ilmu bahasa,  olahraga, kesenian, kegamaan, dan lainnya. Beranjak ke sekolah menengah, makin banyak materi yang harus dipelajari. Apalagi ilmu  alam dan sosial memiliki berbagai cabang derivasi yang berdiri menjadi ilmu-ilmu independen yang masing-masing dipelajari secara khusus. 

Semua ilmu adalah penting. Karena penting, maka peserta didik harus mempelajarinya, dan diharapkan mereka mampu menguasai semuanya”. Barangkali demikian logika yang mendasari tersusunnya kurikulum yang mengharuskan peserta didik mempelajari semua ilmu tersebut. 

Tulisan ini bukan untuk membahas atau mengkritisi kurikulum yang mengharuskan peserta didik mempelajari begitu banyak ilmu, karena bahasan tentang kurikulum merupakan domain pemegang kebijakan pendidikan nasional. Yang ingin dibahas disini adalah, bagaimana menjadikan peserta didik siap untuk mempelajari ilmu-ilmu yang relatif banyak tersebut. 

Menurut Howard Gardner, tiap individu memiliki kecenderungan kecerdasan yang beragam. Berdasarkan konsep multiple intelligence yang dikemukakan oleh Gardner, ada beberapa macam kecerdasan, yaitu kecerdasan logis matematis, musikal, visual-spasial, bahasa, interpersonal, intrapersonal, naturalistik, dan kinestetik. Sulit menemukan orang orang yang cerdas dalm kesemua hal tersebut. Biasanya, ketika seseorang menonjol dalam satu bidang, dia cenderung kurang dalam bidang lainnya. Memang ada yang menonjol dalam beberapa bidang, tapi tetap ada kekurangan dalam bidang lainnya.

Perbedaan kecerdasan yang dimiliki individu tersebut menjadikan level ketertarikan terhadap berbagai mata pelajaran di sekolah beragam. Untuk peserta didik yang memiliki motivasi untuk mempelajari suatu materi pelajaran, tentu sangatlah mudah mengarahkannya agar mencapai tujuan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Namun, bagi mereka yang tak memiliki ketertarikan terhadap mata pelajaran tertentu, tentulah diperlukan strategi khusus untuk menumbuhkan minat atau ketertarikan terhadap pelajaran tersebut. Di sinilah tugas guru sebagai motivator. Yaitu, menjadikan peserta didik  termotivasi secara berkelanjutan untuk mempelajari materi tersebut. 

Banyak workshop dan seminar diadakan untuk memahamkan pendidik akan kurikulum. Banyak pula seminar dan workshop yang diadakan untuk memahamkan pendidik tentang strategi mengajarkan mata pelajaran tertentu. Namun sepertinya masih sangat minim seminar atau workshop tentang upaya memahamkan pendidik agar mampu memotivasi dan menumbuhkan minat peserta didik dalam mempelajari suatu mata pelajaran. Kemampuan memotivasi ini lah yang sepertinya mendapatkan porsi perhatian yang sangat kecil. Ada sebagian pendidik yang memiliki skill memotivais yang bagus. Biasanya mereka memperoleh skill tersebut dengan belajar secara otodidak. Itupun prosentasenya masih sangat kecil, dibandingkan mereka yang belum memiliki skill memotivasi. Pendidikan merupakan bagian dari program strategis pemerintah. Maka, pelatihan, seminar dan workshop yang berkaitan dengan upaya mengasah kemampuan memotivasi bagi pendidik selayaknya dilakukan secara sistematis dan menjadi bagian dari program pemerintah. Di samping itu, kesadaran untuk memupuk kemampuan memotivasi juga selayaknya dimiliki oleh pendidik sendiri. 

Sejatinya, tugas mendidik sangat berhubungan dengan memotivasi. Namun sayang, perhatian terhadap kecakapan memotivasi oleh pendidik sepertinya sangat kurang. Dunia teknologi berkembang begitu pesatnya. Hingga banyak hal yang bisa ditunjang melalui pemanfaatan teknologi, untuk sarana belajar, misalnya. Peran teknologi bahkan sedikit banyak telah mampu menggantikan peran guru. Dulu, banyak guru yang dengan bekal buku referensi yang jadi pegangan mengajar dan dipake selama bertahun-tahun, merasa sudah sempurna melaksanakan tugas sebagai pendidik. Padahal, tugas guru bukan lah semata mentransfer ilmu, melainkan lebih dari itu. Kalau hanya soal transfer ilmu, teknologi sekarang sepertinya sudah lebih mampu secara up to date melakukan hal tersebut. Para pelajar bisa mengakses berbagai ilmu hanya dengan sentuhan jari-jari mereka di papan keyboard komputer yang terhubung dengan jaringan internet. Ada hal yang tak bisa dilakukan oleh teknologi kepada peserta didik, yang hanya bisa dilakukan oleh pendidik. Hal tersebut berhubungan dengan aspek perkembangan psikologis peserta didik, misalnya membangkitkan motivasi, membantu peserta didik memperdalam kemampuan problem solving, mengajarkan cara belajar, dan hal-hal lain yang masuk dalam domain psikologi. Jika pendidik tak bisa memerankan secara maksimal hal-hal yang berhubungan dengan psikologi peserta didik tersebut, maka tak berlebihan jika dikatakan bahwa peran teknologi lebih terasa signifikansinya ketimbang mereka. Jika demikian, untuk apa ada guru/pendidik?
gambar http://web.ics.purdue.edu


Pada kenyataannya, tak ada pelajaran khusus yang membahas motivasi di kelas. Oleh karena itu, pemberian motivasi kepada siswa seharusnya dilakukan secara integratif disisipkan di sela-sela pelaksanaan pembelajara di kelas. Pendidik selayaknya melakukan “10-minutes inspirational session”, sebuah upaya memberikan ceramah berisi motivasi atau inspirasi dengan cara bercerita kepada peserta didik, cerita apapun yang mampu membangkitkan motivasi dan inspirasi peserta didik. Seperti namanya, hal tersebut dilakukan di awal dimulainya pembelajaran, dengan durasi waktu yang proporsional. Pada dasarnya, peserta didik sangat menyukai cerita, apalagi cerita yang sarat pesan moral dan mampu memberikan mereka inspirasi. Saya suka melakukan hal tersebut sebelum memulai pelajaran. Cerita yang saya sampaikan bisa saya dapatkan melalui internet, ataupun kisah nyata yang benar-benar ada di lingkungan sekitar. Upaya memberikan inspirasi melalui bercerita merupakan cara yang cukup ampuh, karena ia bisa masuk alam bawah sadar peserta didik tanpa ada unsur menggurui atau menyuruh. Daripada menggunakan kata-kata seperti “kamu harus…”, “kamu sebaiknya…”, “lakukan….” dan sebagainya, menggerakan hasrat peserta didik untuk melakukan hal positif melalui cerita lebih merupakan cara yang lebih efektif. 

Di dalam buku Quantum Learning, ada sebuah prinsip yang disebut AMBAK (Apa Manfaatnya BagiKu). Prinsip tersebut menjelaskan bahwa ketika seseorang tak memahami apa manfaat yang bisa dia dapatkan dari suatu ilmu, maka dia tak akan dengan sepenuh hati mempelajarinya. Jika mempelajarinya pun hanya seperlunya saja, sekedar untuk menggugurkan kewajiban. Melakukan sesuatu hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban tak akan memiliki kesinambungan. Agar peserta didik memiliki kesadaran untuk mempelajari suatu materi/ilmu, maka tugas pendidik untuk menjadikannya paham dan memiliki alasan personal mengapa mereka harus menginvestasikan waktu dan energinya untuk mempelajari hal tersebut. Ketika pertamakali saya mendapatkan pelajaran bahasa inggris, yaitu ketika masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), guru saya memberikan gambaran kepada para peserta didik tentang manfaat dari memiliki kemampuan berkomunikasi dalam bahasa inggris. Beliau menjelaskan bahwa kemampuan berbahasa Inggris memungkinkan orang untuk keliling dunia, berinteraksi dengan banyak orang dari berbagai negara, mendapatkan pekerjaan sebagai interpreter, dan banyak lainnya. Seketika imajinasi saya melambung setelah mendapatkan 10 minutes inspirational session tersebut. Hari-hari berikutnya, saya rela melakukan berbagai hal demi tercapainya kemampuan berbahasa inggris, seperti membawa kamus setiap hari meski tak ada materi bahasa inggris pada hari tersebut, menghafalkan kosakata, belajar tata bahasa secara mandiri, dan melakukan upaya trial and error lainnya. Ternyata, ketika motivasi peserta didik untuk mempelajari sesuatu sudah tertanam kuat, metode pengajaran apapun bisa masuk dan diterima oleh mereka. 

Kesungguhan untuk belajar oleh peserta didik berawal dari motivasi. Dengan motivasi yang sudah tertanam kuat tersebut, mereka akan mampu secara mandiri bersungguh-sungguh untuk belajar. Maka, kemampuan untuk memotivasi merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh pendidik. 









Rabu, 13 Juli 2016

The older you are growing, the Less creative You Are?



Saya kaget ketika mengikuti kelas TEFL (Teaching English as a Foreign Language) kemarin. Di sela-sela diskusi yang membahas penggunaan teknologi dalam menunjang pembelajaran bahasa inggris, sensei saya memberikan sebuah kuis. Sebuah kuis yang menjadikan saya mendapatkan pelajaran berharga. Sensei saya menunjukkan sebuah botol, kemudian bertanya kepada kami “apa yang bisa kalian lakukan dengan botol ini?” Ide boleh beranekarragam dan sebanyak mungkin. Sensei hanya memberikan 3 menit untuk kami menuliskan ide-ide kami di kertas masing-masing. 

Setelah 3 menit selesai, masing-masing dari kami diminta menyebutkan jumlah ide kami dan menyebutkannya satu persatu. Jumlah ide yang kami temukan berbeda-beda. Ada yang hanya 3 ide, ada yang 5, ada yang 8 dan ada yang 15. yang mengejutkan adalah yang memiliki ide paling banyak, yaitu berjumlah 15, adalah mahasiswa yang paling muda di antara kami. Namanya Kohei. Sedangkan yang memiliki ide yang paling sedikit adalah yang paling tua di antara kami. Jumlah ide yang masing-masing dari kami tuliskan menunjukkan grafik usia kami. semakin muda, semakin banyak pula ide. dengan kata lain, semakin tua usia, semakin sedikit ide.

Saya terkejut dengan fakta tersebut. saya sendiri tak mampu mengelak ketika sensei menjelaskan bahwa faktanya memang begitu adanya, bahwa semakin tua usia, semakin terbatas ide yang dimiliki. Kebetulan, di kelas tersebut, saya adalah yang paling tua. Saya berusaha mematahkan hal yang saya masih asumsikan sebagai stereotipe tersebut, hingga sensei memberikan kuis kedua. Di kuis yang kedua, sensei memberikan masing-masing dari kami se lembar kertas yang disitu terdapat gambar 15 lingkaran. Instruksinya mudah, kami hanya diminta untuk menggambar suatu objek dengan menggunakan lingkaran-lingkaran tersebut sebagai dasarnya. Misalnya menggambar jam dinding, bola basket atau yang lainnya. Namun tentunya sensei kami tak memberikan contoh detail, karena cukup jelas instruksinya. Saya mencoba menggambar berbagai macam hal, mulai dari burung, kapal dan sebagainya, dengan cepat, dengan harapan saya bisa menggambar sebanyak mungkin dan memecahkan rekor. Dengan demikian, harapan saya bisa mematahkan stereotipe yang ada. Setelah 3 menit berlalu, kami diminta menunjukkan gambar yang kami hasilkan. Lagi-lagi hasilnya sama, bahwa yang paling muda adalah yang menghasikan gambar yang paling kreatif dan paling banyak. Terlalu banyak pertimbangan dalam pikiran saya ketika hendak menggambarkan suatu objek menggunakan lingkaran tersebut. terjadi konflik pikiran ketika hendak menuangkan suatu gagasan. Misalnya ketika saya ingin menggambarkan sebuah bola basket. Dalam pikiran terdapat perdebatan apakah corak yang ada pada gambar bola tersebut seharusnya berbentuk garis-garis, ataukah kotak-kotak, perlu tidak nya gambar/logo bola, dan sebagainya. Itu yang memperlambat terwujudnya gagasan. Tak terpikir sebelumnya oleh saya untuk menggambarkan ring basket, buah-buahan yang berbentuk bulat, perhiasan seperti cincin dan gelang, piring, dan sebagainya. Saya jadi paham, bahwa yang saya asumsikan sebagai stereotipe itu tidak benar adanya. Adalah fakta bahwa semakin tua usia, semakin kalah kreativitasnya dengan yang lebih muda. 

Semakin tua, semakin manusia itu kritis ketika memikirkan sebuah ide. Semakin tua, pertimbangan dalam memikirkan suatu ide semakin kompleks. Sensei kami menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan karena semakin dewasa seseorang, di dalam pikirannya semakin tersetting aturan-aturan yang membatasi kreativitas berpikir orang tersebut. sementara, anak kecil cenderung kreatif dalam berpikir, karena dalam pikiran mereka tak tersetting berbagai aturan yang membatasi mereka. Settingan aturan yang ada pada pikiran orang dewasa merupakan hasil dari pengalaman selama perjalanan hidup mereka, baik pengalaman selama mengenyam pendidikan formal yang memiliki banyak aturan, maupun pengalaman kehidupan sehari-hari dimana mereka terikat oleh begitu banyak aturan. Kebiasaan menyesuaikan dengan berbagai aturan yang ada menjadikan orang dewasa berpikir rumit ketika mereka mencoba mengkonsep suatu ide. 

Saya jadi terbersit pikiran tentang kondisi sekolah. Sekolah selayaknya adalah tempat mengasah kreativitas. Namun pada kenyataanya terdapat banyak hal yang bertentangan dengan upaya mengakomodir terasahnya kreativitas. Banyak aturan yang dibuat atas nama ketertiban dan tata nilai sopan santun dan sebagainya yang sepertinya mengebiri kreativitas. Misalnya, aturan mengenai gaya rambut, model jahitan pakaian, pelarangan pemakaian aksesoris seperti gelang karet, topi, kalung dan sebagainya. Pembelajaran di kelas juga kadang mencerminkan keadaan yang anti-kreativitas. Misalnya, penggunaan buku/bahan ajar yang monoton, aktivitas menyalin apa yang ada di buku pelajaran, serta materi yang itu-itu saja yang dibahas. Miskin pengayaan, miskin pemberian kebebasan untuk siswa menemukan dan mengembangkan sendiri ide-ide mereka yang berkaitan dengan hal yang mereka pelajari, bahkan yang lebih ironis adalah kurangnya toleransi terhadap kesalahan oleh siswa, adalah kondisi-kondisi yang masih jamak terjadi di banyak lembaga pendidikan formal di Indonesia. 



Faktanya, dalam hidup, mereka yang penuh kreativitas lah yang bisa survive. Kreatif dalam hal problem solving, kreatif dalam menciptakan ide, dan kreativitas-kreativitas lainnya. Sekolah, sebagai laboratorium yang menyiapkan siswa menghadapi tantangan zaman, semestinya menciptakan pembelajaran yang mampu mengasah kreativitas siswa. dengan demikian, terjadi link and match antara apa yang mereka pelajari di sekolah dengan kesipaan mereka menghadapi tantangan kehidupan. 


Senin, 11 Juli 2016

Inspirasi dari Tohoku Ambassador: Sebuah Konsep Marketing Pariwisata


Picture taken from http://justasmalltowngirl.us
Indonesia adalah surga potensi wisata. Betapa tidak, segala hal yang lazimnya diandalkan sebagai produk wisata di berbagai negara yang maju pariwisatanya, hampir semuanya ada di Indonesia. Keindahan alam, keragaman budaya, kemajemukan suku, dan aspek-aspek lainnya adalah potensi yang sangat berharga jika dimenej dengan baik. Kita memang selayaknya belajar dari berbagai negara yang se-level dengan bangsa kita dalam hal pengelolaan pariwisatanya. Tak usah malu-malu, negara tetangga kita, Malaysia, Singapura dan Thailand, bisa menjadi contoh tentang bagaimana mengelola pariwisatanya hingga berdampak luas menyentuh sendi ekonomi mereka. Betapa tidak, Malaysia yang secara keanekaragaman budayanya sebenarnya kalah ragam dari Indonesia, mampu menjadikannya icon yang mendunia, lewat jargon “Malaysia the truly asia”. 

Saya sempat bertanya kepada teman-teman dari negara lain yang pernah berkunjung ke malaysia mengenai apa kesan mereka dengan pariwisata Malaysia, dan apa yang membuat mereka memutuska berkunjung ke malaysia ketimbang ke Indonesia. Jawabannya adalah bahwa Malaysia memiliki aneka ragam budaya yang unik, serta alam tropis yang indah. Sebuah jawaban yang sebenarnya lebih layak disematkan bagi Indonesia, karena memiliki lebih dari yang Malaysia punya. 

Begitu pula SIngapura. Negeri yang wilayahnya tak ada seper seratusnya Indonesia itu memiliki pariwisata yang bisa terbilang lebih maju dari Indonesia. Jumlah wisatawan yang mengunjungi negeri liliput tersebut sangat lah banyak, bahkan melebihi jumlah penduduk aslinya. Sejatinya, Singapura tak memiliki kekayaan alam yang melimpah sebagaimana Indonesia. Namun, ia mampu mengkapitalisasi potensi berupa letak geografis yang strategis dengan baik, hingga menjadikannya negara kecil dengan pengelolaan pariwisatanya yang maju. Bahkan, tak sedikit jumlah orang Indonesia yang berkunjung ke Singapura setiap tahunnya. 

Kedua negara tersebut cukup menggambarkan bahwa potensi produk bukanlah semata-mata faktor utama yang menjadikan majunya pariwisata. Hal yang sangat (kalau tidak dikatakan paling) berpengaruh adalah panajemen pengelolaannya. Sebanyak dan sebagus apapun potensi wisatanya, jika tak ditunjang dengan manajemen yang bagus, makan sia-sia saja tentunya. 

Saya sangat menyukai Traveling. Sejauh ini, ada beberapa negara yang sudah saya kunjungi. Banyak hal yang saya dapatkan dari hobi traveling tersebut. Salah satu keuntungan yang saya dapatkan dalam melakukan traveling adalah mengamati bagaimana pariwisata di tempat yang saya kunjungi tersebut dikelola. Saya seringkali menemukan hal yang sebenarnya biasa, namun dengan sentuhan kreatifitas, berubah menjadi luar biasa. Kreativitas adalah kunci dari tumbuh berkembangnya pariwisata, nampaknya. Setidaknya itu poin yang saya dapat selama mengamati tempat-tempat wisata di berbagai negara. 

Salah satu aspek yang perlu mendapatkan sentuhan kreativitas adalah marketing. Dunia media teknologi informasi berkembang begitu pesatnya. Sehingga, dengan sentuhannya, sesuatu bisa menjadi booming seketika. Memanfaatkan media teknologi informasi untuk marketing pariwisata bukan sekedar dengan menjadikannya sarana untuk publikasi. Ada strategi tertentu yang dibutuhkan untuk menjangkau sebanyak mungkin potential market. Di Jepang, saya berkesempatan terpilih menjadi anggota Tohoku Ambassador, atau Duta Wisata daerah Tohoku, yang meliputi Prefektur Miyagi, Fukushima, Yamagata, Iwate, Akita dan Aomori. Menjadi anggota tohoku Ambassador menjadikan saya bagian dari program promosi pariwisata Tohoku. Program tersebut merupakan inisiatif dari Sendai TV. 

Cukup banyak inspirasi yang saya dapatkan dari keterlibatan saya di program tersebut. Setiap tahun, Sendai TV selaku pengagas program tersebut mengadakan seleksi Duta Wisata, untuk kemudian disebut Tohoku Ambassador. Seleksi tersebut ditujukan kepada mahasiswa dari berbagai negara luar, tidak diperuntukkan bagi mahasiswa Jepang. Seleksinya cukup mudah. Sendai TV bekerjasama dengan pihak Universitas untuk mempublikasikan program tersebut. peserta hanya diwajibkan untuk mengirim email yang berisi jawaban atas serangkaian pertanyaan, dan kesanggupan untuk menjadi bagia dari Program-program Tohku Ambassador ketika terpilh nanti. Tentunya, pihak panitia menjelaskans secara detail perihal program-program yang akan dilaksanakan oleh mereka yang terpilih. Peserta seleksi diminta menjawab berbagai pertanyaan. Inti dari pertanyaan tersebut adalah untuk mengetahui sejauh mana peserta memanfaatkan teknologi Informasi dan komunikasi, berapa banyak jenis media komunikasi yang mereka gunakan, dan seberapa besar kesukaan mereka terhadap aktivitas menulis. Hal-hal tersebut dirasa penting oleh, karena tugas yang akan dilakukan oleh peserta nantinya ketika terpilih menjadi anggota Tohoku Ambassador adalah berkaitan dengan menulis di media sosial, dan mempromosikan potensi wisata yang ada di daerah Tohoku melalui media Sosial. mereka diharapkan bisa menjadi duta wisata untuk mampu mempromosikan wisata Tohoku ke negara mereka masing-masing. Jumlah mahasiswa asing yag terpilih menjadi TAohoku Ambassador cukup banyak, lebih dari 100 orang, karena memang tak ada batasan kuota. Meski jumlahnya banyak, mereka memenuhi semua prasyarat unutk mejadi Tohoku Ambassador tersebut, karena mereka memang menyukai dunia tulis menulis dan aktif di berbagai media sosial. Banyaknya jumlah mereka, semakin menjadikan promosi/publikasi wisata mampu menjangkau target market yang lebih luas lagi. Ide yang sangat brilian. 

Sendai TV, secara berkala mengadakan tour ke berbagai tempat wisata yang ada di daerah Tohoku. Karena jumlah anggota Tohoku Ambassador yang begitu banyak, maka dilakukan pengundian. Mereka yang mendapat jatah untuk berangkat Tour, berkesempatan untuk mengikuti Tour ke tempat yang telah direncanakan. Kegiatan tour tersebut biasanya dilaksanakan sekitar 3 kali tiap bulannya. Satu paket tour berlangsung selama dua hari. Peserta menginap di hotel yang telah disiapkan oleh panitia. Peserta memiliki dua tugas, Tugas selama Tour, dan tugas pasca Tour. Selama Tour, mereka diwajibkan mendokumentasikan sudut-sudut wisata yang mereka kunjungi yang memiliki daya tarik. Mereka juga terlibat dalam pembuatan video dokumenter di tempat wisata yang mereka kunjungi. Pasca Tour, peserta diwajibkan menulis tentang tempat wisata yang telah mereka kunjungi tersebut dan mempublikasikannya di berbagai media sosial secperti Blog, facebook, twitter, weibo, instagram, dan media sosial lain, dalam bahasa Inggris dan dalam bahasa mereka masing-masing. Dengan begitu, publikasi mengenai tempat wisata di Tohoku semakin meluas dan menjangkau ke berbagai negara.

Ide semacam ini sebenarnya cukup terjangkau untuk dilaksanakan bagi pihak manapun yang berkepentingan memajukan pariwisata daerahnya. Ia tidak hanya bisa dilakukan oleh manajemen pariwisata nasional indonesia, tapi juga secara otonom oleh manajemen pariwisata daerah. Jika dilakukan secara maksimal, maka niscaya bisa meningkatkan pertumbuhan pariwisata. 

Di indonesia, penyelenggaraan pemilihan Duta Wisata sebenarnya ada. hanya saja, bedanya dengan Tohoku Ambassador adalah pada konsepnya pemilihan dutanya. Pada Tohoku Ambassador, tidak ada istilah kuota untuk jumlah peserta yang terpilih menjadi Duta. Sekalipun ada kuota, jumlahnya sangat banyak, karena memang tujuan dari program tersebut adalah untuk mempromosikan potensi wisata yang ada. Dengan banyaknya Duta Wisata yang terlibat, diharapkan eksistensi wisata yanga ada semakin mendunia, dan menjangkau pasar yang lebih luas. Mereka diberi tugas untuk mempromosikan wisata di daerah Togoku secara masif melalui tulisan-tulisan mereka, melalui aktivitas mereka di media sosial. Di sini jelas sekali orientasi marketingnya. Sedangkan pemilihan Duta Wisata di Indonesia cenderung bersifat formalitas. Hanya satu atau sepasang pria wanita saja yang nantinya dijadikan sebagai duta wisata. Tentunya, sulit untuk kita berharap terjadinya booming impact yang luar biasa pada pariwisata kita dengan hanya mengandalkan sepasang duta yang tepilih tersebut. Konsep marketing terlihat tak tersentuh sama sekali dari ajang pemilihan duta wisata tersebut. Ini yang perlu dirubah. 

Di daerah asal saya, Kecamatan Kandangserang, Kabupaten Pekalongan, terdapat potensi wisata alam dengan ikon sunrise yang dua tahun ini sedang booming dan makin memikat minat wisatawan domestik. Nama tempat wisata tersebut adalah Pawuluhan, sebuah bukit yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten Banjarnegara. Salah satu faktor yang menjadi pemicu boomingnya wisata tersebut adalah masifnya media sosial yang mengulas keindahan alam di Pawuluhan. Gencarnya promosi Pawuluhan sebenarnya tak terorganisir, hanya berupa viral di media. Namun hal tersebut menimbulkan efek marketing yang luar biasa. Saya membayangkan, seandainya marketing menggunakan media sosial tersebut dimenej dengan baik, tak terbayang betapa dahsyat efek booming wisata Pawuluhan tersebut. 


Perkembangan akses terhadap teknologi komunikasi dan informasi begitu pesat. Makin hari, teknologi semakin terasa tak terpisahkan dari kegiatan sehari-hari manusia. Hal tersebut adalah potensi, sebenarnya. Andai potensi pariwisata bisa dikelola dengan baik dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan kreativitas manusia, maka dunia Pariwisata Indonesia bisa mengalami peningkatan yang signifikan. 


Jumat, 08 Juli 2016

Kenapa kamu musti traveling?


Ada sebagian orang yang menganggap bahwa traveling itu pemborosan. ada yang menganggap bahwa traveling itu anti kesahajaan. namun banyak pula yang melakukan Traveling sekedar karena hobi. dan ada pula yang suka melakukan traveling karena merasakan manfaat dan pengaruh yang banyak bagi kehidupannya. 

Harus diakui memang, bahwa traveling merupakan kegiatan yang costly alias gak murah. semurah-murahnya traveling, biarpun kata orang dilakukan ala backpacker sekalipun,  tetap mengharuskan keluarnya duit. disitulah kadang pemaknaan traveling sebagai kegiatan pemborosan disematkan. Lantas, kenapa orang perlu traveling? 

urusan pro dan kontra traveling biar lah ada, karena memang hidup selalu menampilkan dua sisi yang saling bertolak belakang. anyway, life is a matter of choice. hidup itu pilihan. bagi yang suka traveling, silakan dilakukan. bagi yang gak suka, silakan nyinyir (hehehe).
Flower garden, Toowoomba, Queensland, Australia, 2015.

Aku sendiri, hobi banget dengan yang namanya traveling. sebenarnya manfaat traveling itu apa sih? bagi yang suka traveling, tentu tak perlu penjelasan mengenai hal ini. Namun bagi yang belum suka, atau bahkan tak suka, tapi kepo dengan kenyataan bahwa mengapa orang ada yang suka traveling, maka di sinilah ulasan ini diberikan. Niat orang traveling macem-macem sih. ada yang karena ingin punya koleksi foto yang bisa dipampang di media sosial, sehingga kelihatan keren. ada yang memang sukan mencoba berinteraksi dengan hal-hal baru yang sama sekali berbeda dengan kebiasaan yang sudah ada. ada yang melakukan traveling karena ia bisa menghasilkan/mendatangkan pundi-pundi rupiah (lho..emang ada? ya ada laah. travel writer misalnya), ada yang melakukan traveling karena merasakan manfaat yang tak terkira jumlahnya. aku sendiri, hobi banget dengan traveling karena berbagai alasan. 




  1. Traveling itu keren
lah, hobi traveling sekedar karena merasa keren? kok remeh banget kesannya. hehehe… Orang boleh dong punya alasan apapun sebagai dasar menentukan pilihannya. alasan yang satu ini emang alasan yang gak banget kesannya. tapi banyak orang yang sebenarnya suka traveling karena ada unsur alasan ini, biar kelihatan keren. hanya saja, mereka susah mengakuinya, karena alasan “keren” kesannya agak tabu untuk diungkapkan secara jujur. Siapa sih yang gak suka nampangin foto-foto kece hasil jepretan selama traveling di media sosial? orang pada umumnya punya kecenderungan narsis, hingga foto masakan sendiri yang sebenarnya rasanya kurang dapat dipertanggungjawabkan saja kadang diupload di sosial media, dan dibumbui caption macem-macem untuk menarik perhatian orang. Apalagi kalo foto-fotonya keren dan bikin orang lain kepo, penasaran, terus curious, dan terus-menerus bertanya-tanya tentang hal-hal yang ada di foto, kemudian kita menjawab berbagai pertanyaan bak seorang expert yang jadi rujukan banyak orang. hahaha… keliatan keren kaan? Ayo ngaku aja yang suka gini! aku juga gitu soalnya. Nah, pada saat itulah salah satu kepuasan akan traveling terwujud. dan itu menjadikan si traveler get addicted

2. mendapatkan inspirasi wirausaha
nah, manfaat ini bisa didapatkan mereka yang emang demen wirausahan, atau memiliki rencana untuk berwirausaha. banyak orang mendapatkan ide usaha dari negeri-negeri yang pernah mereka singgahi.  kebab turki baba rafi, misalnya. pemiliknya ngaku kalo dia dapet inspirasi selama berkunjung ke timur tengah. ketika balik ke indonesia, dia terapin tuh ide bisnis. begitu juga dengan pengusaha pemilik berbagai bisnis waralaba yang bernama, Johny andrean, yang mengembangkan produk laris manis seperti gellato, J&C.O, dsb. banyak ide yang dia dapatkan dari tempat-tempat yang pernah dia kunjungi, yang dengannya ia terapkan untuk mengembangkan usahanya. sentuhan kreativitas pada usahanya yang dia dapatkan melalui inspirasi dari negara yang pernah ia kunjungi, menjadikan usahanya semakin maju. banyak hal yang ada di negara luar yang belum ada di negara kita. begitu juga sebaliknya. maka, bagi yang punya passion untuk menjadi seorang wirausahawan/enterpreneur, traveling ke negara luar sangat dianjurkan. banyak inspirasi yang ada di negara sana. 

3. Mengasah open-mindedness
melakukan traveling menjadikan orang berinteraksi dengan lingkungan baru, yang berbagai hal serba berbeda. Butuh proses adaptasi yang kadang cukup menyusahkan. namun sejatinya itu adalah sebuah pembelajaran bahwa hidup ini penuh keragaman. DI belahan bumi lain, ternyata ada banyak warna yang begitu beragam. Di jepang, aku bertemang dengan banyak mahasiswa dari berbagai negara. Bahasa mereka, keyakinan mereka, budaya mereka, taa nilai yang menjadi acuan mereka, pola pikir mereka, makanan mereka, gaya berpakaian mereka, semuanya berbeda. Kadang kami terlibat diskusi hangat seputar topik yang lagi update. isu-isu internasional sering menjadi bahan diskusi santai dikala sedang menikmati momen kebersamaan seperti pesta makanan,  pesta perayaan ulang tahun, dan momen kebersamaan lainnya sebagaimana yang kami biasa lakukan. Sesekali, terjadi adu argumentasi mengenai sebuah isu. Sesekali adrenalin terpicu keluar juga dalam diskusi. Namun asyiknya kami saling memahami dan menghargai perbedaan pemikiran. 


keragaman dalam hidup seringkali mempengaruhi pilihan seseorang. itu yang menjadikan perbedaan itu suatu keniscayaan. Keterbukaan pemikiran seringkali dipengaruhi oleh   luasnya jangkauan pergaulan dan wawasan. Sementara sempitnya pikiran dipengaruhi oleh hal yang sebaliknya. Andai tak ada satelit yang mampu menjamah luar angkasa, mungkin hingga detik ini kita masih dalam perdebatan tanpa batas mengenai apakah bentuk bumi itu bulat, datar, atau seperti apa. Memang, kadang butuh menjauh sejenak untuk lebih memahami yang dekat. 

4. mengasah rasa syukur
Dunia ini terhampar luas. Luasnya hamparan bumi layak untuk dijelajahi, agar tumbuh rasa syukur kepada Pencipta. Aku selalu kagum ketika berkunjung ke suatu tempat yanag sangat indah. Naluri ku berkata bahwa segala keindahan tak mungkin tercipta dengan sendirinya. Maha besar Tuhan yang menciptakan itu semua. Orang suka mengungkapkan rasa ketakjuban dengan berkata “oh myGod”. Begitu pula saat orang melihat atau merasakan sesuatu yang sangat indah luar biasa. 
Hidup jadi terasa makin indah ketika kita traveling. Indahnya rasa hidup bisa menstimulasi rasa syukur. Gak berlebihan jika dikatakan bahwa traveling juga bisa bermakna ibadah, kalau kita mau mengambil sisi spiritualnya.

5. meningkatkan gairah hidup
apa sih hal yang bikin bosan hidup? tak ada hal yang lebih mungin menciptakan rasa bosan dalam hidup selain kemonotonan. orang suka wang sinawang , atau melihat apa yang dilakukan atau dimiliki orang lain sebagai suatu hal yang lebih luar biasa ketimbang yang ada pada mereka. hal tersebut seringkali terjadi terutama ketika orang merasa bosan dengan apa yang mereka miliki atau lakukan setiap harinya. ketika rasa bosan datang, berkuranglah gairah hidup. Percayalah, yang bikin bosan adalah rutinitas yang monoton alias tak ada dinamisme. 

mencoba melakukan traveling bisa menjadi solusi alternatif untuk mengobati rasa bosan dan kurangnya gairah hidup. pikran manusia cenderung menyukai hal-hal baru dan menyenangkan. sesekali, perlu lah memanjakan pikiran dan jiwa untuk mencoba hal-hal baru dengan melakukan traveling. Traveling itu menyegarkan pikiran dan jiwa. Traveling juga bisa menjadi obat stres atau depresi. Stres atau depresi terjadi ketika pikiran terfokus pada suatu masalah tertentu saja. Stress bisa terus ada ketika masalah belum terselesaikan, atau ketika orang terus berada pada tempat dimana masalah yan bikin stres tersebut berada. Butuh pengalihan pikiran agar stres dan depresi tersebut minggat, atau pergi untuk sementara waktu. Butuh lingkungan baru agar pikiran teralihkan fokusnya dari hal-hal yang menjadikannya stress. Traveling adalah jawaban dari masalah ini. lakukan saja traveling, dan nantinya akan terraskan kembalinya gairah hidup.



6. penyalur hobi fotografi dan kuliner
Traveling, makan-makan, dan fotografi sepertinya sudah menjadi satu paket yang tak terpisahkan satu sama lain. ketika berkunjung ke tempat baru, aku suka mencoba maskan khas dari tempat tersebut. Tempat baru yang ku kunjungi sering menawarkan pemandangan yang jauh berbeda dengan yang ada pada negeri/daerah asalku. Sehingga, jeprat-jepret kamera tak pernah terlupa untuk dilakukan. Hasilnya, selalu memuaskan. Apa sih yang bikin indah perjalanan selain bukti dokumentasi bahwa kita pernah kesana. hehehe…

Dulu, aku tak begitu suka dengan duni fotografi. namun, hobi traveling dan berkembangnya dunia teknologi pengabadi gambar ternyata merubah semuanya, dari yang dulu gak begitu suka berubah menjadi hobi. Ketika traveling ke suatu tempat, entah napa terbersit pikiran seperti ada tanggungjawab moral untuk menyuguhkan foto-foto bagus kepada tema-teman (kadang rasa ingin pamer dan tanggungjawab moral untuk menyuguhkan foto itu bedanya tipis. wkwkwk). Makanya, aku selalu berusaha untuk mencari angle yang tepat ketika mengabadikan sebuah objek kedalam foto. 

Entah kenapa akhir-akhir ini aku kurang begitu suka dengan selfie dan mempostingnya ke media-media publikasi. bukan karena perasan inferior bahwa diri ini kurang fotojenik, melainkan karena aku lebih merasa puas ketika memiliki foto-foto objek lain selain foto diriku. Namun, sesekali, aku suka juga selfie, sekadar untuk dokumentasi pribadi. Sepertinya itu hasil refleksiku sendiri, bahwa ketika melihat postingan foto di grup Traveling di medsos, lebih bisa menikmati foto-foto objek minus tampang fotografernya. hahaha…

7. Agar tak menyesal di kemudian hari
Waktu hidup manusia dibatasi. kesempatan untuk traveling manusia juga dibatasi. kadang orang memiliki kekayaan, namun mereka tak memiliki waktu. kadang sebaliknya. Aku berpikir bahwa tua itu pasti (jelas laah). beberapa tahun lalu aku pernah menonton video diyoutube mengenai hal-hal yang musti dilakukans sebelum meninggal (eaelaaah..seolah tau aja kapan bakal meninggal). Traveling ke berbagai penjuru dunia adalah bagian dari hal yang aku ingin lakukan semasa hidup sebelum terbatasnya kesempatan itu tiba. Aku ingin menulis cerita yang asik di lembaran hidupku, yang bisa jadi dongeng penghibur ketika membuka memori lama di kala senja di masa yang akan datang. Sayang sekali, jika hidup di dunia yang singkat ini dilalui begitu saja tanpa dimanfaatkan untuk mengunjungi tempat-tempat indah di berbagai belahan dunia.

Untuk traveling, faktor dana sering kali jadi kendala. ya iya laah. emang traveling gak butuh biaya. hahaha…Namun, sebenarnya ada banyak cara untuk mendapatkan dana agar bisa traveling. orang bisa menyisihkan pendpatan yang mereka terima baik dari gaji maupun dari bisnis, setelah disisihkan untuk amal, tabungan/investasi, dan pos-pos lainnya. Aku sendiri selalu berusaha untuk mendapatkan beasiswa program pengembangan diri ke luar negeri. karena dengan cara itu aku bisa dapat dana uuntuk traveling, terlepas niatan utama untuk mengembangkan diri di bidang yang ku geluti tentunya. tahun 2008 aku dapat beasiswa program pertukaran mahasiswa ke malaysia. tahun 2015 aku dapet beasiswa program kursus singkat ke australia. dan tahun 20-15 akhir sampai 2017 nanti (insya Alloh) aku dapat program beasiswa teacher training dari kementerian pendidikan Jepang). 
Aku sendiri percaya dengan law of attraciton (hukum ketertarikan). apa yang kita ingingkan dan itu menjadi fokus oikiran kita, maka dengan cara yang mungkin kita tak duga sebekumnya, akan mewujud nyata, dengan kuasa Alloh tentunya. 

Sebenarnya, masih banyak manfaat dari traveling yang bisa diperoleh. namun, kali ini, segini saja dulu ulasannya. semoga bermanfaat dunia dan akhirat. 
Amiin

Salam hangat dari saya, dan jangan lupa untuk bahagia!