Senin, 29 Mei 2023

Google Earth dan Obsesi terhadap Travelling


 

Sejak pertamakali mengenal google earth, aku sudah terobsesi dengan menjelajahi dunia. Aku sering iseng meluangkan waktu untuk melihat peta berbagai kota dan tempat indah di berbagai belahn dunia. Internet memang membuat semuanya terlihat mudah dijangkau.

Setiap kali aku zoom in suatu wilayah di google map, aku selalu berpikir bahwa dunia ini begitu luas. Masa iya aku hanya mendiami atau singgah di sebagian kecil wilayah saja. Aku ingin mengeksplorasi berbagai tempat untuk melihat keragaman keindahan alamnya, budayanya, manusianya, makanannya, dan sebagainya.

Semakin hari, semakin bertambah usia, bukannya obsesiku semakin surut untuk menjelajahi dunia. Justru semakin membesar dan membuncah.

Masalahnya adalah aku sejauh ini masih belum sepenuhnya memiliki kemerdekaan waktu dan finansial. Yang baru kumiliki hanya kemerdekaan kehendak. Itu pun terbatasi oleh dua jenis kemerdekaan tadi. Aku masih terikat pekerjaan rutin.

Kadang uang untuk traveling sudah terkumpul, namun kendala ketersediaan waktu muncul. Kadang ada waktu, namun ketersediaan uang traveling kurang memadai, apalagi untuk menjangkau belahan bumi lain yang letaknya sangat jauh dari tempat aku tinggal.

Satu cara yang cukup jitu untuk aku traveling adalah melalui beasiswa studi di luar negeri. Melalui beasiswa, aku bisa menjelajah berbagai negara selain negara tempat studi. Seperti yang pernah aku lakukan ketika mendapat beasiswa studi di jepang dan Australia. Melaluinya, aku bisa berkunjung ke beberapa negara seperti korea, Malaysia, hongkong, filipina dan singapura.

Mencari kesempatan untuk traveling melalui beasiswa memang menggiurkan. Namun, cara ini memiliki keterbatasan. Beasiswa mensyaratkan Batasan usia tertentu. Maka dari itu, sulit untuk mengandalkannya sebagai jalan untuk bisa traveling ke luar negeri secara berkesinambungan.  Pada usia tertentu, aku tak bisa lagi mengandalkan beasiswa untuk bisa traveling ke luar negeri.

Kini, aku berpikir dan berjuang keras bagaimana caranya agar aku mencapai freedom. Hidup ini begitu indah. Aku tak mau terkungkung di suatu tempat saja hingga akhir hayatku. Aku ingin bisa mengepakkan sayap laksana burung garuda yang bisa menjelajah ke berbagai belahan dunia.

Dengannya, aku bisa menikmati karunia Alloh berupa hamparan bumi yang begitu luas, indah, mempesona dan luar biasa.

Ketika aku mencapai freedom nanti, aku akan jadikan every part of hemisphere is my hometown. 

Mengeksplorasi berbagai tempat di berbagai belahan dunia, sambil melakukan kegiatan filantropi. Terasa dan kebayang banget keindahan dan kebermaknaannya. 

Sabtu, 06 Mei 2023

Nonton Film

 

Bagaimana perasaanmu ketika menonton suatu film yang kamu sudah mengetahui alur ceritanya?

Apa menariknya?

Sebagian film memang menarik, walau ditonton berulang-ulang. Film inspiratif seperti “The Three idiots”, misalnya.

Namun semenarik-menariknya film, lambat laun tetap lah menimbulkan rasa bosan ketika ditonton secara berulang.

Begitu pula hidup yang dijalani dengan cerita yang sudah kita ketahui alurnya.

Jujur, kini aku sedang merasa berada di titik stagnansi. Terkait pekerjaan.

Aku mendambakan pertumbuhan, perubahan, dan peningkatan. Namun sepertinya berada di rel ini tidak akan membawaku kemana-mana. Aku hanya akan menjadi siapa diriku yang flat itu.

Aku sudah berupaya memantaskan diri untuk menjadi seorang berdedikasid an berkualifikasi tinggi dalam dunia pendidikan yang aku tekuni. Namun aku masih lah diriku selayaknya dulu yang masih pendek jangkauan tangan dan kakinya.

Ide-ide bermunculan, tentang bagaimana mengembangkan penyelenggaraan pendidikan. namun sejauh ini seringkali terbentur oleh ketiadaan kemampuan untuk membiat kebijakan.

Jangankan kebijakan pendidikan di level makro, di level kecil seperti sekolah saja ide-ide ku seringkali terbentur oleh ketiadaan otoritas untuk membuat kebijakan.

Itu hal stagnan yang pertama.

Selanjutnya, terkait finansial. Aku bersyukur diberi kecukupan rezeki. Untuk kebutuhan primer aku tidak kekurangan. Namun, aku belum mencapai level kebebasan finansial yang biasanya membuat orang bisa berderma banyak kepada sesama.

Ide begitu banyak. Namun masih bingung, darimana memulainya.

Ini lah paradoksalnya ide. Ketika tidak ada ide, orang bingung mau melakukan apa. Ketika ide begitu banyak, orang juga bingung mau mengeksekusi ide yang mana. Akhirnya kadang ktia tidak kemana-mana dan hanya menghabiskan waktu tanpa melakukan apa-apa.

Waktu terus berlalu-harus ada tindakan yang dilakukan.

Akhirnya aku sedang mencoba mengeksekusi satu pilihan ide.

Bismillah…semoga lancer sukses dan berkah.

 

Senin, 01 Mei 2023

Siswa Indonesia itu literally overwhelmed. Mereka rentan stress. Kasihan!

 


 

Tulisan ini tentang betapa kasihannya para siswa di Indonesia. kasihan gimana maksudnya?

Gimana gak kasihan. Mereka harus mempelajari berbagai mata pelajaran setiap hari aktif sekolah. Kelas X SMA/SMK saja, mereka memiliki beban belajar sekitar 15-17 mata pelajaran. Mengapa disebut “beban belajar”? Bukankah mempelajari itu semua akan baik buat mereka? Faktanya, itu beban. Bagaimana tidak beban? Mereka harus mempelajari berbagai mata pelajaran, mau tidak mau, suka tidak suka. Di setiap mata pelajaran ada passing grade (KKM) yang harus mereka capai. Jika tidak bisa mencapainya.

Mempelajari banyak hal yang tidak disukai dengan terpaksa demi meraih batas nilai tertentu, apakah kira-kira tidak membuat stress?

Logika waras tentu akan menyimpulkan bahwa that’s sort of stress-making thing.

Insane nya, mereka harus mempelajari itu semua di lima hari sekolah setiap minggunya, dari pagi hingga sore. Siklus belajar seperti itu sebenernya juga kurang efektif untuk membuat para siswa paham, enjoy dan sehat secara mental, emosional, psikis maupun fisik. Namun sejauh ini Nampak belum ada perubahan atas kebijakan dalam dunia pendidikan tersebut.

Belum lagi, mereka masih memiliki beban untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan Rumah (PR) saat berada di rumah. Meski topik tentang kontraproduktifnya PR sudah lama menjadi bahan diskusi, namun masih banyak guru yang membebani para siswa dengan berbagai PR dan tugas dengan level kesulitan yang beragam.

Semudah-mudahnya tugas dan PR, jika setiap guru mata pelajaran memberikan tugas dan PR, maka tentu hal tersebut cukup menjadi beban buat para siswa.

Para siswa adalah makhluk yang membutuhkan keseimbangan (learn and life balance) juga, sebagaimana manusia dewasa. Mereka butuh untuk berpartisipasi aktif dalam lingkungan di luar sekolah, seperti lingkungan social dan keluarga. Mereka butuh waktu untuk bermain, mereka butuh waktu untuk mengasah dan menyalurkan hobinya yang tidak ada hubungannya dengan dunia persekolahan. Sebagian dari mereka butuh mencari uang untuk membantu perekonomian keluarga. Banyak kegiatan ekstra yang tidak kalah penting buat mereka, di luar kegiatan persekolahan.

Wellbeing para siswa di Indonesia nyatanya memang belum mendapat perhatian serius. Sementara di Negara-negara dengan system pendidikan yang maju, wellbeing menjadi isu serius yang diperhatikan dan diarusutamakan dalam kebijakan pendidikan.

Dalam suatu kesempatan collaborative learning melalui media online antara sekolah Indonesia dengans ebuah sekolah dari Australia, para siswa dari kedua sekolah kaget dan heran dengan perbedaan signifikan tentang jumlah jam belajar per minggu yang harus di pelajari oleh para siswa di Indonesia dan Australia. Di Indonesia, kelas X SMA/SMk harus mempelajari sekitar 14017 mata pelajaran, dan hal tersebut membuat para siswa di auastralia kaget. Tak kalah kaget para siswa Indonesia ketika mengetahui bahwa untuk jenjang kelas yang smaa, di  austarlia, para siswa hanya dibebani belajar 6-7 mata pelajaran. Di sekolah-sekolah di Austarlia, ada mata pelajaran wajib, dan ada mata pelajaran pilihan yang benar-benar bisa dipilih oleh para siswa secara merdeka. Perbedaannya njomplang sekali bukan?

Dengan fakta seperti itu, jangan heran ketika para siswa di Indonesia secara emosi, mental dan psikis terpengaruh secara negative akibat overwhelmingnya beban belajar yang harus mereka emban. Bahkan hal tersebut bisa jadi berpengaruh terhadap attitude dan karakter mereka (ini hanya hipotesis, dan tentu perlu penelitian nyata).

Itlah sedikit gambaran tentang betapa overwhelmed nya para siswa di Indonesia.

Kasian!