Sabtu, 24 September 2022

Jabatan STrategis: Jalan mewujudkan ide-ide brilian

 

Dulu aku berpikir bahwa aku tidak perlu terobsesi untuk menjadi seorang pejabat, cukup jadi guru biasa saja sudah cukup. Menjadi seorang guru memang hal yang self-rewarding. Melihat para siswa berubah karakternya menjadi positif, wawasannya menjadi luas, pikirannya menjadi semakin maju dan cerdas, serta berubah cara pandangnya tentang berbagai hal dalam hidup, merupakan hal yang rewarding, bagiku. Jangankan melihat para siswa mencapai semua hal itu, sekedar melihat mereka menikmati proses pembelajaran yang aku desain saja rasanya sangat menyenangkan dan memuaskan.

Pikiranku berubah saat aku menyadari bahwa berbagai ide yang aku punya tentang pengembangan penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak terwujudkan hanya karena pemilik otoritas tertinggi di sekolah tidak sejalan dengan pemikiranku. Ide-ideku besar dan berdampak bagi para siswa, namun tidak didukung oleh keberpihakan kebijakan yang berkesinambungan. Contohnya, aku sempat merintis program reading community. Sudah jalan sekian bulan, namun aku tidak mendapatkan dukungan dari orang-orang yang seharusnya mendukung ide tersebut. Aku pernah merintis program mengundang tamu dari Negara luar ke sekolah untuk mengenalkan budaya, bahasa, dan memberi nuansa pembelajaran baru bagi para siswa. Banyak yang secara moril mendukung program tersebut. Namun, tidak adanya dukungan pendanaan membuat program tersebut tidak berjalan secara rutin dan berkesinambungan.

Sementara, aku menyaksikan sendiri betapa mereka yang memiliki otoritas untuk membuat kebijakan begitu mudah mewujudkan ide. Contoh sederhana dan nyata, di suatu sekolah, ada beberapa ruang kelas yang tidak memiliki jam dinding. Hal tersebut dikeluhkan oleh banyak guru, namun wakil kepala sekolah yang mengurus sarana prasarana tidak bergeming. Begitu kepala sekolah berbicara kepada waka sarpras tersebut untuk segera melakukan pengadaan jam dinding, langsung direspon, dan tak lama kemudian terbeli lah jam dinding untuk dipasang di setiap ruang kelas. Berbagai kebijakan di sector pendidikan, baik yang berdampak positif maupun negative juga berasal dari ide seseorang yang memiliki otoritas.

Kepala dinas pendidikan provinsi merubah cara pegawai membuktikan kehadirannya, dari yang semula hanya dengan tandatangan di lembar kehadiran menjadi menggunakan mesin finger print. Setelah itu, berubah lagi menggunakan aplikasi. Jam belajar siswa di sekolah yang semula hanya 6.5 jam perhari menjadi 8.5 jam perhari juga berakar dari ide seseorang yang punya otoritas. Saegala peraturan yang diberlakukan untuk mendukung pelaksanaan ide-ide tersebut juga berasal dari pemikiran seseorang yang memiliki otoritas. Kesimpulannya apa? Memiliki otoritas adalah jalan realistis untuk seseorang mewujudkan ide-ide briliannya untuk memberi dampak tertentu pada komunitas/organisasi dimana dia berada.

Semua contoh tersebut menyadarkanku betapa menjadi pejabat yang memiliki otoritas itu perlu. Wewenang pembuatan kebijakan yang dipegang oleh orang yang tidak baik, akan berdampak negative terhadap banyak orang. Sementara wewenang pembuatan kebijakan yang dipegang oleh orang yang tepat akan berdampak kebaikan. Jika yang aku urus hanyalah praktik pembelajaran di kelas semata, maka dampak positif yang aku berikan hanya berkutat terbatas pada kelas yang aku kelola. Namun jika aku memiliki akses terhadap pembuatan kebijakan public, maka aku bisa mewujudkan ide-ide brilianku menjadi nyata. Itulah yang menyadarkanku arti pentingnya menjadi seorang pembuat kebijakan publik.

Kini, aku berfikir bahwa aku perlu suatu saat menjadi seorang yang memegang otoritas dalam manajemen pendidikan di negeri ini. Entah di level sekolah, wilayah kabupaten, provinsi, atau pun dalam skup nasional. Kadang aku mengamati bagaimana orang-orang di sekitarku meniti karir dan mencapai posisi menjadi seseorang yang memiliki otoritas. Sebagian ada yang mencapainya dengan jalan yang normative, sesuai aturan yang berlaku. Namun aku dapati pula fakta bahwa banyak praktik campur tangan politik dalam proses titian karir untuk mencapai posisi tertentu dalam struktur manajemen pendidikan di negeri ini.

Aku berpikir bahwa menjadi kepala dinas pendidikan provinsi adalah hal yang bisa mengantarkanku mewujudkan ide-ideku. Namun aku lihat bahwa jabatan tersebut adalah jabatan politis. Agak susah untuk dicapai jika jabatan yang aku idamkan adalah jabatan politis. Namun hal pasti yang aku harus lakukan adalah terus belajar dan memantaskan diri. Who knows pepatah masih berlaku bahwa hasil tidak menghianati proses.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar