Sabtu, 04 Desember 2021

Adversity Privilege: Faktor pendorong kesuksesan

 

Ketika kita membahas public figure atau orang-orang sukses dan berpengaruh besar di dunia, seringkali hal yang masuk ke dalam topic pembicaraan adalah tentang privilege. Privilege memang menjadi topic menarik karena pada kenyataannya banyak orang yang terlahir dengan privilege tertentu sehingga mereka menjadi figure sukses. Konon, orang-orang kaya dunia seperti Steve Jobs, Bill Gates, Mark Zuckerberg, Warren Buffet, Jeff Bezos dsb terlahir dari keluarga berada. Mereka memperoleh akses pendidikan yang layak, karena mereka mendapatkan kondisi penuh kecukupan sejak lahir.

Jenis privilege kedua yang sering dibahas adalah circle pertemanan. Banyak orang menjadi sukses karena mereka memiliki privilege pertemanan yang positif dan mendukung mereka untuk sukses. Sandiaga S Uno memiliki privilege berteman dengan anak seorang konglomerat Indonesia. Sehingga, saat ia lulus kuliah dari sebuah perguruan tinggi di amerika, dia bisa memulai menjalankan bisnis besar dan akhirnya sukses dengan perusahaannya. Warga Negara Indonesia keturunan juga banyak yang menuai kesuksesan karena privilege circle pergaulan antar sesama warga keturunan yang sukses. Itulah kenapa kita dapati image sukse melekat kepada WNI keturunan.

Para figure terkenal seperti petinju, pesepakbola, politisi, pebulutangkis, pebalap, dan aktris juga pada umumnya memiliki privilege berupa berada pada circle yang mendukung mereka untuk mencapai kesuksesan di bidang mereka masing-masing. Megawati mungkin tidak akan jadi politisi terkenal dan berpengaruh jika dia tidak terlahir dari Rahim istrinya Soekarno. Rizky Febian mungkin juga tidak akan mudah untuk menjadi penyanyi terkenal jika dia bukan anak seorang comedian terkenal, Sule. Intinya, kesuksesan dalam bidang apa pun seringkali dinilai ada kaitannya dengan privilege. Dan itu memang benar.

Meski pengaruh privilege itu nyata, banyak orang yang mendefinisikan privilege secara sempit sebagai sebuah kondisi ketercukupan. Cukup akan kebutuhan materi yang dengannya orang bisa memulai menjalankan suatu proyek besar dalam hidupnya. Cukup akan supporting system yang sangat mendukung orang tersebut meraih pencapaian besar. Pada kenyataannya, ada situasi yang kontradiksi dengan ketercukupan yang sebenarnya itu adalah privilege. Ada seorang anak yang meraih pendidikan tinggi bukan karena dia mampu secara ekonomi, namun karena dia memiliki privilege berupa situasi sulit (adversity) yang ia alami sejak kecil yang mendorongnya untuk berubah. Konon, Liem Goh Tong, pendiri Genting Highland Resort Malaysia, hijrah dari negeri Tiongkok ke Malaysia dengan kondisi telanjang badan. Artinya, dia sama sekali tidak membawa bekal lebih untuk mengarungi kehidupan barunya di Negara tempat dia berhijrah. Situasi sulit yang mem ia alami membuatnya bersikeras untuk survive. Proses yang dia jalani untuk menjadi survive ternyata justru berbuah kesuksesan besar. Bukan hanya survive yang ia raih, melainkan juga keberlimpahan.

WNI keturunan pada umumnya termasuk kalangan menengah ke atas, karena secara ekonomi mereka unggul. Kadang kita tidak menyadari bahwa keunggulan ekonomi mereka didasari atas situasi penuh keterbatasan yang mereka alami. Dulu, mereka tidak bisa mendaftarkan diri menjadi Aparatur Sipil Negara. Karena kondisi tersebut, mereka mau tidak mau harus berwirausaha. Justru dari situasi tersebut mereka menjadi kaya raya. Bahkan, diremehkan, direndahkan, dan dicaci-maki juga bisa dikatakan sebuah privilege. Banyak orang yang mengalami perlakuan negative seperti itu yang justru terlecut semangat dan tekadnya untuk menjadi orang sukses. Mereka mengupayakan pembuktian kepada orang-orang yang telah memperlakukan mereka secara negative bahwa mereka bisa sukses. Akhirnya, benar-benar sukses lah mereka. Seandainya tidak menerima perlakuan negative yang mendorong upaya pembuktian, mungkin orang-orang tersebut tidak meraih apa-apa dalam hidupnya. Maka dari itu, itu termasuk privilege.

Privilege bukan hanya soal ketercukupan akses. Privilege juga tentang situasi sulit yang mendorong seseorang untuk bangkit. Kondisi penuh keterbatasan bisa menjadi privilege ketika ia bisa mendorong seseorang untuk bergerak dan berusaha merubah keadaan. Saya menyebutnya Adversity Privilege. Semua orang yang sukses besar di bidang mereka masing-masing pasti memiliki privilege. Itu benar. Namun, privilege yang orang-orang dapati beragam, bukan hanya privilege berupa kondisi ketercukupan, melainkan juga privilege berupa situasi negative yang mendorong mereka untuk bangkit dan akhirnya sukses.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar