Minggu, 26 November 2023

Jodoh dan The Missing Piece


Seorang pemuda duduk mendengarkan nasihat dari kakak dan orang tuanya perihal jodoh. Sang kakak memberikan pandangannya terkait kriteria memilih pasangan yang semestinya ditetapkan oleh pria tersebut. Sementara, orang tua juga memberikan pandangan mereka tentang wanita “terbaik” yang semestinya dipilih/dicari.

Sang kakak menasehati bahwa memilih wanita untuk jadi pasangan hidup semestinya mempertimbangkan banyak aspek. Aspek-aspek yang pada umumnya menjadi pertimbangan manusia memilih jodoh meliputi aspek agama, keturunan, tampilan fisik, status sosial. Lantas sang kakak menyarankan untuk jangan menjadikan tampilan fisik sebagai pertimbangan utama, karena fisik bisa pudar seiring dengan bertambahnya usia. Kemudian, sang kakak menekankan bahwa andai semua aspek penting tidak semuanya ada pada pasangan (karena tidak ada manusia yang sempurna), minimal aspek akhlak serta “resource” yang dimiliki oleh calon pasangan hidup dijadikan sebagai pertimbangan utamanya.

Di lain kesempatan, pemuda tersebut ngobrol dengan teman sebayanya yang sudah menikah perihal jodoh juga. Sebagai seorang teman, sang teman merasa tidak mau hanya menjadi pendengar setia saja. Dia juga mencoba memberikan masukan/ nasihat kepada pemuda tersebut. Dia berikan nasihat tentang memilih jodoh berdasarkan perspektifnya. Dia berpandangan bahwa memilih wanita itu musti utamakan aspek kerupawanan. Karena, menurut dia, pria itu secara naluriah mendambakan wanita yang cantik rupawan. Lanjut dia, banyak perselingkuhan yang dilakukan oleh pria yang disebabkan karena adanya rasa kurang puas terhadap fisik pasangannya.

Lalu, di lain kesempatan, pemuda tersebut mendapat nasihat yang berbeda lagi soal pertimbangan memilih jodoh. Kali ini sang pemberi nasihat memberikan pandangan bahwa memilih pasangan itu utamakan kesetaraan. Kesetaraan dalam segala aspek. Menurutnya, setara itu akan melanggengkan hubungan pernikahan. Ketidaksertaraan adalah akar dari masalah pernikahan.

Semua nasihat yang diterima oleh sang pemuda terasa benar semua. Namun, yang bikin bingung pemuda tersebut adalah bahwa terkadang nasihat yang satu bertolak belakang dengan nasihat yang lainnya.

Soal memberi nasihat perihal memilih jodoh, orang cenderung mengedepankan sudut pandang pribadinya. Dianggapnya bahwa perspektif yang jadi pegangan hidupnya itu selalu berlaku bagi semua orang. Orang mungkin tepat ketika memilih jodoh dengan aspek tampilan fisik sebagai dasar pertimbangan utamanya. Orang mungkin tepat ketika memilih pasangan hidup yang penting dia memiliki sumber daya. Namun there is no such a one-size-fits-all. Tidak ada satu cara pandang yang berlaku sempurna untuk semua orang. Kenapa bisa begitu? Karena setiap orang memiliki “The missing piece” masing-masing.

Oleh karena itu, jangan heran ketika melihat pasangan yang wanitanya cantik jelita sementara prianya jelek. Ternyata yang jadi the missing piece wanita tersebut adalah soal sumber daya (kekayaan), karena wanita tersebut berasal dari keluarga yang kurang berada, sementara dia memiliki banyak adik yang menjadi tanggungannya. Ada pula seorang pria kaya raya yang memilih wanita yang secara fisik biasa saja, secara finansial juga sangat biasa, bahkan dia juga berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Namun ternyata the missing piece dari pria tersebut adalah soal loyalitas serta kecerdasan pasangan. Dibalik kekurangannya, wanita tersebut memiliki karakter yang sangat bagus sebagai pasangan, bisa menjadi support system yang sempurna bagi si pria, serta memiliki kecerdasan, yang itu menjadi daya tarik bagi si pria.

Ada pula seorang anak muda yang rela menikah dengan selebritis janda kaya yang usianya jauh lebih tua darinya. Pemuda tersebut adalah pemuda tampan. Dia bisa saja memilih wanita yang cantik jelita yang sebaya, atau jauh lebih muda darinya. Namun the missing piece dari pemuda tersebut adalah kekayaan serta perasaan dimanja oleh pasangan, yang ternyata hal tersebut dapat dipenuhi oleh pasangannya tersebut.

See?

Itu semua tentang the missing piece. Masing-masing dari kita memiliki the missing piece yang mungkin berbeda dari the missing piece nya orang lain. Dengan memahami ini, tidak ada jalan lain selain mengikuti kata hati. Mencari nasihat memang sebuah hal yang bijak. Namun suara hati kita sendiri lah yang semestinya menjadi tumpuan kita dalam menentukan pilihan, karena ktia sendiri yang memahami the missing piece kita masing-masing.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar