Sabtu, 31 Desember 2022

Tak Lolos Seleksi Pengajar Praktik

 

Sungguh, aku syok ketika melihat pengumuman bahwa aku tak lolos seleksi akhir Pengajar Praktik (PP) untuk program Guru Penggerak. Jujur, aku sangat percaya diri menjalani rangkaian seleksi program pengajar praktik ini. Tidak ada satu tahapan seleksi pun yang aku ragu menjalaninya, atau yang aku merasa tidka maksimal melakukannya. Semuanya terasa mudah. Mudah bukan karena seleksinya mudah, melainkan karena aku cukup menguasai keadaan dan penuh persiapan dalam menjalaninya.

Aku memang nothing to lose terhadap seleksi program PP ini. Bahkan aku sempat khawatir kalau-kalau ketika aku lolos nanti aku akan benar-benar sangat terikat oleh program ini sehingga tidak bisa melakukan aktivitas lainnya yang penting juga. Namun aku merasa seperti tak percaya bahwa aku tak lolos. Sungguh tak percaya. Serasa ada factor eksternal yang membuatku gagal.

Ada dua tahapan seleksi program tersebut. Tahap pertama adalah seleksi berkas. Aku lolos untuk tahap seleksi ini. Cukup mudah memang, hanya melampirkan berkas-berkas yang aku sudah punya, serta menjawab beberapa pertanyaan essai seputar topic yang sudah sangat aku kuasai. Karena lolos tahap pertama, otomatis aku diarahkan untuk menjalani sleeks tahap kedua. Tahap kedua ini adalah tahap yang menurutku paling mudah. Tahap ini berisi seputar praktik mengajar dan wawancara. Sungguh hal yang menurutku sangat mudah. Meski menganggap seleksi kedua ini mudah, aku tak pernah take it for granted. Aku tetap mempersiapkan diri secara maksimal untuk bisa menjalaninya dengan prima.

Semua terasa mudah. Lantas, yang membuatku syok itu apa? Yang membuatku syok adalah aku ternyata tidak lolos di seleksi tahap kedua ini. Sungguh tidak bisa aku percaya, tapi ini terjadi. Aku mengajar selama lebih dari sepuluh tahun. Pengalamanku tentang pembelajaran sudah sangat banyak. Berbagai praktik baik telah aku lakukan. Aku melakukan upaya peningkatan  kompetensi dan profesionalitas secara berkesinambungan. Berbagai workshop, seminar, belajar otodidak, dan membaca buku dan berbagai artikel terkait berbagai topic tentang pendidikan dan pembelajaran telah aku lakukan. Berbagai program internasional seperti shortcourse sebulan di Queensland, program teacher training selama satu setengah tahun di jepang, student exchange ke Malaysia telah aku jalani. Workshop pendalaman kompetensi penulisan dan penelitian yang disponsori oleh US embassy dan SEAMEO Qitep In Language dan lembaga-lembaga bonafide lainnya telah aku ikuti. Pendidikan master in education dengan berbagai mata kuliah terkait pendidikan telah aku jalani, dan aku lulus dengan IPK cumlaude. Pendidikan terakhirku aku jalani di universitas dengan ranking 100 besar dunia, The University of Adelaide.

Kurang apa kompetensiku? Pengalaman berorganisasi pun telah aku miliki. Menjadi ketua forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris kabupaten telah aku jalani. Menjadi penulis buku teks bahasa inggris untuk jenjang Sekolah Menengah Atas juga telah aku alami. Kurang apa lagi?

Dengan semua pengalaman dan pendidikan yang telah aku miliki, ternyata aku belum dianggap meyakinkan untuk menjadi pengajar praktik program guru penggerak.

Mungkin aku terlalu optimis terhadap proses seleksi yang aku jalani. Namun optimisme tersebut bukan tanpa alasan. Aku persiapkan secara detail hal-hal yang diperlukan untuk sukses menjalani seleksi tersebut. Di tahapan praktik mengajar (microteaching) aku menyiapkan lesson plan dengan pembelajaran model flipped classroom, aku sampaikan justifikasi ilmiah atas penggunaan model tersebut. Aku tidak kekura sumber data ilmiah untuk mendukung desain pembelajaran tersebut, apalagi ingatanku masih kuat tentang hal-hal yang aku pelajari selama kuliah S2 di Australia kemarin. Akses terhadap berbagai artikel ilmiah juga masih kudapatkan. Aku meyakini bahwa persiapanku ini flawless.

Tiba gilirannya aku melakukan microteaching. Waktu yang disediakan adalah 10 menit. Aku yakin bahwa aku melaksanakan tahapan demi tahapan dalam pembelajaran tersebut. Prinsip-prinsip dalam merdeka belajar juga aku terapkan. Meyakini bahwa apa yang telah aku tampilkan adalah maksimal memang subjektif sih. Namun aku punya alasan untuk mengklaim bahwa aku telah menjalankan praktik mengajarklu secara maksimal.

Seleksi terakhir lebih mudah lagi, yaitu seleksi wawancara. Wawancara adalah bagian dari tahapan seleksi yang menjadi faforitku dalam setiap proses seleksi untuk program apa pun. Bukan tanpa sebab, karena aku sudah nglothok dengan how to deal with interview. Penguasaanku tentang how to exell interview sudah berbuah hasil. Terbukti aku lolos di berbagai program pengembangan diri dalam skala internasional, seperti lolos dalam seleksi program shortcourse di The University of Southern Queensland, seleksi program teacher training monbukagakusho, dan seleksi beasiswa S2 LPDP.

Kurang apa aku ini? Mohon maaf, kesannya sombong. Namun aku hanya ingin menunjukkan bahwa I have all it takes to make it. Yang bikin pahit lagi adalah ketika aku mendengar cerita dari seorang teman bahwa ada temannya yang lolos padahal temannya itu menunjukkan sikap tidak professional ketika menjalani proses seleksi. Bentuk ketidakprofesionalannya adalah dia terlambat untuk mengikuti seleksi. Bahkan, assessor harus menelponnya berkali-kali untuk mengundangnya mengikuti seleksi. Pun saat itu dia mengenakan baju yang kurang sesuai, mengenakan pakaian yang tidak formal untuk sebuah acara yang sangat formal tersebut. Profil resume dia juga biasa saja. Lolos dia!

Aku sedang tidak menyalahkan asesor yang tidak meloloskanku. Aku sedang tidak mencari celah-celah kesalahan mereka yang terlibat dalam proses seleksi. Aku hanya heran dengan kenyataan ini, bahwa aku tidak lolos. Aku berharap ada feedback dari penyeleksi, aspek-aspek apa yang membuatku tidak lolos. Namun aku tidak mendapatkannya. Di pengumuman, yang ada hanyalah kalimat yang menyatakan bahwa aku tidak lolos. Hal yang sempat membuatku syok, dan hingga kini aku masih tidak percaya dengan itu.

Ndak papa.

At least I can take a lesson from this.

I might simply be ineligible to their standards.

I have been eligible to the standards of LPDP, MEXT Japan, US Embassy’s RELO, SEAMEO Qitep in Language, and Short course in USQ. As Ssimple as that.

1 komentar: