Kamis, 14 April 2016

Menulislah...!


     Menulis adalah sebuah keahlian yang membutuhkan perlakuan yang sama dengan keahlian-keahlian lainya. Kebiasaan menulis dan membaca adalah selayaknya dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Sangat jarang sekali {jika tak bisa dikatakan `tak ada sama sekali`}, penulis terkenal yang tak memiliki kebiasaan membaca. Adapun penuis terkenal yang tak memiliki kebiasaan membaca biasanya mereka adalah orang-orang yang memiliki pengalaman mumpuni di yang berhubugan dengan materi yang mereka tulis. Aktivitas menulis membutuhkan ide. Ide muncul dari pengalaman, pengamatan terhadap lingkungan maupun dari buku. Memperbanyk membaca akan memudahkan pikiran menemukan ide untuk dituangkan dalam tulisan.
Tiada pencapaian yang datang secara tiba-tiba. Kemampuan menulis pasti berawal dari ketidakmampuan. Untuk mencapai tangga ke-100, harus ada tangga-tangga sebelumnya yang dilalui. Yang menjadi musuh bagi penulis adalah sifat ingin dipuji. Setiap orang pasti suka mendapati tulisan mereka dipuji oleh pembaca. Namun, jika pada tahap-tahap awal belajar menulis kita mengharapkan pujian, maka ada kecenderungan untuk jenuh dengan menulis, karena pasti ada masa dimana kita sendiri merasa bahwa tulisan kita sama sekali tak layak baca, yang sebenarnya hal tersebut adalah wajar terjadi dalam setiap proses pembelajaran. 
Ada saran yang bagus bahwa menulislah seketika sesaat setelah terbersit pikiran untuk menuangkan suatu ide. Misalnya, kita bepergian ke suatu tempat baru yang berkesan. Jangan menunggu waktu lama untuk menuliskan hal-hal yang ingin dituliskan berkaitan dengan tempat tersebut, karena biasanya mood untuk menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan itu tak berlangsung lama. Selalu mambo media yang bisa kita gunakan untuk menulis adalah ide yang bagus. Jika tak selalu memungkinkan untuk membawa gadget maka membawa buku catatan kecil yang memungkinkan untuk dibawa kemanapun kita pergi juga merupakan ide yang bagus. 

Membaca, memperkaya warna bahasa dalam tulisan
     Jika kita terbiasa membaca berbagai buku dengan berbagai genre, kita akan menemukan berbagai gaya berbahasa yang digunakan penulis. Ada penulis yang gaya bahasanya puitis, terutama mereka yang menuliskan karya fiksi seperti cerpen, novel atau karya lainnya. Ada pula penulis yang menggunakan bahasa yang renyah seolah-olah dia bercakap secara lisan dalam menyampaikan gagasan terhadap pembaca. Ada pula penulis yang gaya bahasa nya begitu ilmiah. 
         Gaya bahasa yang digunakan penulis biasanya dipengaruhi oleh gaya bahasa penulis lain dari buku-buku yang pernah mereka baca. Oleh karena itu, memperbanyak aktivitas membaca akan memperkaya warna bahasa yang kita gunakan dalam tulisan kita. Sudah menjadi sunatulloh bahwa dubutuhkan kebiasaan membaca dengan frekuensi dan sustainability {kebersinambungan} yang tinggi agar mempunyai warna dalam tulisan kita. 
   Membaca berbagai tulisan, terutama tulisan dengan topik-topik baru, juga memperkaya khasanah diksi/perbendaharaan kata kita. Tak perlu kita luangkan waktu secara khusus untuk menghafalkan kata-kata baru yang kita rasa belum begitu familiar sebelumnya. Otak kita adalah benda yang sangat canggih. Ia mampu merekam, baik dengan memori jangka pendek atau jangka panjang, kata-kata baru pada tulisan yang kita baca. kata-kata tersebut akan secara otomatis muncul di kemudian waktu, saat kita butuh menggunakannnya dalam tulisan kita. 
         Meski terkesan klise, namun saya seringkali berusaha meyakinkan orang-orang, terutama murid saya, akan arti pentingnya membaca. Dari kecil hingga remaja, saya adalah pribadi pendiam. Saya mengalami masa-masa gagap berbicara. Lidah terasa kaku ketika harus berbicara banyak di depan publik. Hingga karenanya, saya jadi merasa fobia dengan yang namanya tampil di depan umum untuk berbicara, bahkan walau hanya untuk menyampaikan sebuah pertanyaan. Hal terabut terjadi sampai saya mulai membiasakan diri membaca buku, sebuah aktivitas yang saya nilai sangat menjemukan sebeumnya. Kebiasaan membaca buku yang yang saya miliki ternyata berdampak pada kemampuan retorika saya. Dengan kebiasan mambaca tersebut, saya merasa ide terus mengalir ketika saya berbicara di depan umum. Saya mereasa tak adakesulitan berarti untuk menemukan kata -kata yang sesuai untuk mengekspresikan ide yang ingin saya sampaikan di muka umum. Saya baru menyadari bahwa otak saya ternyata mampu merekam kata-kata baru dari bacaan yang saya baca setiap kali membaca. Jadi, tak ada waktu khusus bagi saya untuk menghafalkan kosakata baru yang saya belum familiar sebelumnya. Ternyata, kebiasaan membaca ternyata bisa menunjang kemampuan mengekspresikan gagasan, baik secara lisan maupun tertulis.

Agar eksistensimu tak lekang oleh waktu…
       Ada dua sebab kenapa ada beberapa tokoh yang hidup ratusan atau ribuan tahun yang lalu masih eksis namanya hingga sekarang. Sebab pertama adalah adanya penulis sejarah yang mengisahkan eksistensi mereka. Yang kedua adalah karya-karya tulisan mereka yang ada hingga sekarang. Butuh menjadi figur yang benar-benar besar seperti nabi muhammad, para penemu di berbagai belahan dunia, penakluk berbagai wilayah seperti gengis khan, napoleon, pelukis seperti leonardo da vinci, filsuf seperti plato, aristoteles dan tokoh-tokoh besar lainnya, agar tanpa menulis pun eksistensi mereka tak lekang oleh waktu, karena pasti ada banyak orang yang rela menuliskan kisah tentang mereka mengenai kiprah besar/karya  mereka di masa lalu. Tentunya tak smeua orang bisa memiliki kisah hidup yang hebat seperti mereka. Namun dengan tulisan-tulisan kita, kita bisa menjadikan eksistensi kita tak lekang oleh waktu. 
      Mungkin ada yang bertanya, apa sih makna penting dari eksistensi kita? Kenapa kita perlu untuk menulis agar eksistensi kita senantiasa terus ada dan tak lekang oleh zaman? Hanya mereka yang level kebutuhan hidupnya adalah pencpaian eksistensi diri secara maksimal lah yang ampu meawabnya. Maka mari menulis, karena dengannya kita eksis.





































Tidak ada komentar:

Posting Komentar