Jumat, 24 Desember 2021

What should have I done?


Aku duduk termenung di ruang belakang tempat tinggalku di Marion Road, Adelaide. Masih kuat dalam ingatan pembicaraan dengan beberapa orang akhir-akhir ini. Obrolanku dengan Khalif, Fathan, dan Faqih membuka menambah insight sekaligus memicu penyesalan yang cukup dalam. Aku mendapatkan insight yang begitu berharga dari obrolan dengan mereka tentang orientasi hidup, tentang memaksimalkan asset waktu selagi muda, tentang keberanian mengambil tantangan dan menghadapi rewarding risks, dsb. Aku juga menyesali betapa selama ini aku menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Waktu adalah asset yang paling berharga yang telah banyak aku siakan.

Ada beberapa hal yang menjadi poin refleksiku. Pertama, I should have never tried to impress anybody. Cukup menjalani langkah-langkah besar dalam hidup berpacu dengan target yang diriku sendiri tetapkan. Impressing other people itu hal yang sangat melelahkan dan tidak worth it sama sekali. People might give applause or salute to particular achievements that I have made, but that is just meaningless. What is the point of having others’ acknowledgement when it means nothing? Aku baru menyadari bahwa yang terpenting untuk menjadi track fokusku adalah meningkatkan value diri sekaligus memberi dampak kebaikan bagi orang lain sebanyak-banyaknya dan sebesar-besarnya secara tulus. Acknowledgement is just an effect. But when it becomes your focus, it will just get you exhausted yet meaningless.

Kedua, I should have dared enough to take one big challenge and get ready to face it in all aspects. Aku masih menyesal kenapa dulu tidak berani berusaha secara maksimal untuk mendapatkan beasiswa studi S2 se dini mungkin. Tidak seharusnya ketakutan dan keraguan menghalangiku. Kadang rasanya nyesek juga ketika mendengar cerita teman-teman yang pada melakukan WHV ke Australia. Sepulang dari program mereka, rata-rata mereka memiliki growth mindset yang baru. Mereka berani membuat rencana-rencana baru dan mewujudkannya. Pada usia tertentu yang relative masih muda mereka sudah memiliki banyak asset besar.

Betapa waktu adalah asset yang sangat tak ternilai. Banyak orang yang produktif karena memaksimalkan pemanfaatan waktu untuk hal-hal besar dan positif. Aku sadar, beberapa ruas jalan yang ku lalui selama ini cukup terjal. Itu yang menjadi penghambat pencapaian-pencapaianku. Namun semestinya aku juga sadar bahwa under any circumstance, life must go on and I gotta be strong enough for that.

Kenapa ya, setiap kali ku baca buku-buku baru, semakin ku merasa aku selama ini seperti tidak tau apa-apa.

Kenapa ya, semakin aku bergaul dengan orang-orang yang penuh insight dan energy positif, semakin aku merasa menyesal telah melewatkan momen-momen berharga dan semakin merasa aku belum menjadi pribadi yang berguna. Tp bukan berarti aku harus berhenti membaca buku atau bergaul dengan orang-orang positif, tentunya. Lessonnya adalah, semakin orang “berisi” maka semakin dia menunduk seperti padi, down to earth.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar