Kamis, 09 Desember 2021

Sekolah itu untuk apa sih?

 

Orientasi paling buruk tentang sekolah adalah bahwa sekolah itu tentang mencari nilai akademik yang tinggi. Tidak ada salah dengan nilai tinggi, memang. Bahkan bagus kalo kita meraih nilai tinggi. Namun yang jadi masalah adalah ketika hal tersebut jadi orientasi, atau jadi focus utama. Kenapa berorientasi terhadap nilai adalah hal yang buruk? Karena berorientasi terhadap nilai tinggi akan membuat kamu melewatkan hal yang jauh lebih penting yang semestinya lebih layak jadi orientasimu dalam bersekolah.

“Nilai yang tinggi mungkin akan mengantarkanmu ke ruang wawancara seleksi kerja atau beasiswa studi lanjut. Namun your personal and professional quality lah yang akan membuatu sukses melewati wawancara tersebut”

Demikian bunyi kutipan dari tokoh entrepreneur dunia, Jack Ma.

Sejatinya, sekolah adalah wahana penempaan diri individu untuk menyiapkan mereka dalam mengadapi tantangan kehidupan, dan agar menjadi warga Negara dan warga dunia yang baik. Tantangan kehidupan berubah begitu dinamis seiring dengan berubahnya peradaban manusia. Oleh karena itu, arah kebijakan pendidikan yang dirumuskan oleh pemerintah berbagai Negara juga selalu berubah, sejalan dengan perkembangan zaman. Di abad 21 ini, system pendidikan diarahkan untuk membantu peserta didik mencapai berbagai kompetensi, yang sering disebut dengan kecakapan abad 21 (21st century skills). Kecakapan tersebut adalah komunikasi, kolaborasi, kreativitas, berpikir kritis dan memecahkan masalah, karakter, serta kewarganegaraan.

Kecakapan-kecakapan tersebut memiliki nilai universal. Terlepas dari keberagaman latar belakang budaya, bahasa, norma, standard nilai dan adat istiadat yang ada pada berbagai Negara, kecakapan tersebut sangat relevan untuk dikuasai oleh peserta didik karena dinilai mampu menjadi jawaban atas tantangan di abad 21 ini.

Sekarang kita bahas sejauh mana bukti bahwa orientasi nilai tinggi dalam bersekolah adalah orientasi yang keliru. Dalam sebuah wawancara, Elon Musk, orang amerika yang pernah dinobatkan sebagai orang terkaya di planet bumi, ditanya tentang bagaimana cara dia merekrut orang untuk dilibatkan dalam tim di perusahaannya. Jawaban Elon Musk kurang lebih adalah “Saya akan merekrut orang berdasarkan sejauh mana ia mampu mengatasi berbagai masalah. Saya tak peduli aspek lainnya. Yang jelas, jika dia bisa mengatasi masalah apa pun, dalam situasi apa pun, dalam konteks menjalankan roda perusahaan, maka saya akan rekrut dia”.

Jawaba Elon Mask pada penggalan sesi wawancara tersebut menyiratkan pentingnya kemampuan memecahkan masalah, atau mencari solusi atas masalah. Dalam merekrut pegawai, elon Musk sama sekali tidak menunjukkan ada penekan pada seberapa jauh kemampuan akademik yang dimiliki oleh seorang kandidat. Kemampuan mengatasi masalah bukan lah sebuah kompetensi tunggal. Ia adalah ekstraksi dari berbagai skill yang mencakup leadership skill, communicative skill, collaborative skill, critical thinking skill, character, serta aspek kualitas diri lainnya.

Abad 21 ini sering disebut sebagai era disrupsi. Kenapa disebut sebagai era disrupsi? Jawabannya adalah karena banyak perubahan secara drastis yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan. Di era disrupsi ini, orang dituntut untuk melakukan banyak penyesuaian. Di jaman sebelum era disrupsi, orang bisa sukses hanya dengan melalui one man show. Di jaman disrupsi ini, orang harus melakukan kolaborasi untuk mencapai keberhasilan maksimal. Pada jaman dahulu, individu dididik melalui system pendidikan untuk memiliki competitiveness (daya saing). Itu lah alasannya kenapa di sekolah ada istilah ranking. Peserta didik dituntut untuk berusaha dan berlomba-lomba meraih ranking yang paling tinggi. Namun di era sekarang, kerja kerja kolaboratif akan mengungguli kerja-kerja yang menekankan pada individual competitiveness.

Era disrupsi dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat. Era disrupsi ini, orang dituntut untuk memiliki kerativitas agar bisa survive. Dalam konteks mencari pendapatan, misalnya. Dulu, orang harus punya modal besar untuk menjalankan usaha/bisnis. Setidaknya, pada umumnya dibutuhkan tempat usaha yang representative dan produk yang berkualitas tinggi agar seseorang bisa jualan dan menghasilkan uang. Namun sekarang kreativitas memungkinkan orang untuk mendapatkan uang sambil santai di rumah. Bahkan, hanya dengan membuat konten video yang diunggah di berbagai kanal media social bisa menjadi jalan orang mendapatkan uang. Dengan kreativitas yang ditopang oleh teknologi, seorang penjual tidka perlu bertatap muka dengan calon pembeli dari Negara lain. Semua proses transaksi bisa dilakukan dari jarak jauh. Dengan kreativitas yang ditopang oleh teknologi informasi pula, seorang petani tidak harus risau mencari tengkulak untuk memborong hasil pertaniannya. Mereka bisa memasarkan produk pertanian mereka melalui berbagai marketplace yang ada.

Semua yang dijabarkan di atas adalah gambaran tentang dinamika tantangan kehidupan yang harus dijawab oleh setiap individu melalui pendidikan. Semua contoh di atas menggambarkan betapa orientasi dalam menjalani kegiatan pendidikan di sekolah semestinya diluruskan. Nilai akademik tinggi memang bagus, namun semestinya yang diutamakan adalah peningkatan kualitas-kualitas yang disebut sebagai kecakapan abad 21, karena itu yang akan membawa seseorang survive dalam menghadapi tantangan zaman.

Memasyarakatkan orientasi pendidikan di sekolah

Pada kenyataannya, banyak peserta didik maupun orang tua peserta didik yang belum memiliki orientasi pendidikan di sekolah yang bagus. Masih banyak di antara mereka yang memiliki orientasi yang keliru. Bahkan banyak yang berpikir bahwa sekolah hanya sebatas mencari ijasah. Tentu sangat rugi sekali jika peserta didik menjalani satu jenjang pendidikan selama tiga tahun hanya sebatas untuk mencari ijasah. Oleh karena itu, sekolah semestinya menjadi pihak yang bertanggungjawab dalam memasyarakatkan orientasi belajar peserta didik. Peserta didik dan orang tua perlu diberi pemahaman tentang bagaimana merumuskan visi pribadi dalam menjalani kegiatan pendidikan di sekolah. Mereka perlu diberi pemahaman tentang kecakapan abad 21, dan relevansinya terhadap tujuan pendidikan.

Momen strategis untuk memasyarakatkan orientasi sekolah yang bagus adalah di pada masa awal tahun ajaran baru. Biasanya sekolah mengadakan rapat dengan orang tua peserta didik. Forum rapat tersebut semestinya dimanfaatkan oleh sekolah untuk memberikan pemahaman tentang orientasi pendidikan di sekolah yang baik kepada orang tua dan peserta didik. Jika ada kesamaan orientasi antara pihak sekolah, orang tua dan peserta didik maka akan lebih mudah mengarahkan pendidikan pada tercapainya kecakapan abad 21 peserta didik.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar