Orientasi paling buruk tentang sekolah adalah bahwa
sekolah itu tentang mencari nilai akademik yang tinggi. Tidak ada salah dengan
nilai tinggi, memang. Bahkan bagus kalo kita meraih nilai tinggi. Namun yang
jadi masalah adalah ketika hal tersebut jadi orientasi, atau jadi focus utama. Kenapa
berorientasi terhadap nilai adalah hal yang buruk? Karena berorientasi terhadap
nilai tinggi akan membuat kamu melewatkan hal yang jauh lebih penting yang
semestinya lebih layak jadi orientasimu dalam bersekolah.
“Nilai yang
tinggi mungkin akan mengantarkanmu ke ruang wawancara seleksi kerja atau beasiswa
studi lanjut. Namun your personal and professional quality lah yang akan
membuatu sukses melewati wawancara tersebut”
Demikian bunyi kutipan dari tokoh entrepreneur dunia,
Jack Ma.
Sejatinya, sekolah adalah wahana penempaan diri
individu untuk menyiapkan mereka dalam mengadapi tantangan kehidupan, dan agar
menjadi warga Negara dan warga dunia yang baik. Tantangan kehidupan berubah
begitu dinamis seiring dengan berubahnya peradaban manusia. Oleh karena itu, arah
kebijakan pendidikan yang dirumuskan oleh pemerintah berbagai Negara juga
selalu berubah, sejalan dengan perkembangan zaman. Di abad 21 ini, system pendidikan
diarahkan untuk membantu peserta didik mencapai berbagai kompetensi, yang
sering disebut dengan kecakapan abad 21 (21st century skills). Kecakapan
tersebut adalah komunikasi, kolaborasi, kreativitas, berpikir kritis dan
memecahkan masalah, karakter, serta kewarganegaraan.
Kecakapan-kecakapan tersebut memiliki nilai universal.
Terlepas dari keberagaman latar belakang budaya, bahasa, norma, standard nilai dan
adat istiadat yang ada pada berbagai Negara, kecakapan tersebut sangat relevan
untuk dikuasai oleh peserta didik karena dinilai mampu menjadi jawaban atas
tantangan di abad 21 ini.
Sekarang kita bahas sejauh mana bukti bahwa orientasi
nilai tinggi dalam bersekolah adalah orientasi yang keliru. Dalam sebuah
wawancara, Elon Musk, orang amerika yang pernah dinobatkan sebagai orang
terkaya di planet bumi, ditanya tentang bagaimana cara dia merekrut orang untuk
dilibatkan dalam tim di perusahaannya. Jawaban Elon Musk kurang lebih adalah “Saya akan merekrut orang berdasarkan sejauh
mana ia mampu mengatasi berbagai masalah. Saya tak peduli aspek lainnya. Yang jelas,
jika dia bisa mengatasi masalah apa pun, dalam situasi apa pun, dalam konteks
menjalankan roda perusahaan, maka saya akan rekrut dia”.
Jawaba Elon Mask pada penggalan sesi wawancara
tersebut menyiratkan pentingnya kemampuan memecahkan masalah, atau mencari
solusi atas masalah. Dalam merekrut pegawai, elon Musk sama sekali tidak menunjukkan
ada penekan pada seberapa jauh kemampuan akademik yang dimiliki oleh seorang
kandidat. Kemampuan mengatasi masalah bukan lah sebuah kompetensi tunggal. Ia adalah
ekstraksi dari berbagai skill yang mencakup leadership
skill, communicative skill, collaborative skill, critical thinking skill, character,
serta aspek kualitas diri lainnya.
Abad 21 ini sering disebut sebagai era disrupsi. Kenapa
disebut sebagai era disrupsi? Jawabannya adalah karena banyak perubahan secara drastis
yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan. Di era disrupsi ini, orang
dituntut untuk melakukan banyak penyesuaian. Di jaman sebelum era disrupsi,
orang bisa sukses hanya dengan melalui one man show. Di jaman disrupsi ini, orang
harus melakukan kolaborasi untuk mencapai keberhasilan maksimal. Pada jaman
dahulu, individu dididik melalui system pendidikan untuk memiliki
competitiveness (daya saing). Itu lah alasannya kenapa di sekolah ada istilah
ranking. Peserta didik dituntut untuk berusaha dan berlomba-lomba meraih ranking
yang paling tinggi. Namun di era sekarang, kerja kerja kolaboratif akan mengungguli
kerja-kerja yang menekankan pada individual
competitiveness.
Era disrupsi
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat. Era disrupsi
ini, orang dituntut untuk memiliki kerativitas agar bisa survive. Dalam konteks
mencari pendapatan, misalnya. Dulu, orang harus punya modal besar untuk
menjalankan usaha/bisnis. Setidaknya, pada umumnya dibutuhkan tempat usaha yang
representative dan produk yang berkualitas tinggi agar seseorang bisa jualan
dan menghasilkan uang. Namun sekarang kreativitas memungkinkan orang untuk
mendapatkan uang sambil santai di rumah. Bahkan, hanya dengan membuat konten
video yang diunggah di berbagai kanal media social bisa menjadi jalan orang
mendapatkan uang. Dengan kreativitas yang ditopang oleh teknologi, seorang
penjual tidka perlu bertatap muka dengan calon pembeli dari Negara lain. Semua
proses transaksi bisa dilakukan dari jarak jauh. Dengan kreativitas yang
ditopang oleh teknologi informasi pula, seorang petani tidak harus risau
mencari tengkulak untuk memborong hasil pertaniannya. Mereka bisa memasarkan
produk pertanian mereka melalui berbagai marketplace yang ada.
Semua yang
dijabarkan di atas adalah gambaran tentang dinamika tantangan kehidupan yang
harus dijawab oleh setiap individu melalui pendidikan. Semua contoh di atas
menggambarkan betapa orientasi dalam menjalani kegiatan pendidikan di sekolah semestinya
diluruskan. Nilai akademik tinggi memang bagus, namun semestinya yang
diutamakan adalah peningkatan kualitas-kualitas yang disebut sebagai kecakapan
abad 21, karena itu yang akan membawa seseorang survive dalam menghadapi tantangan
zaman.
Memasyarakatkan orientasi pendidikan di sekolah
Pada kenyataannya,
banyak peserta didik maupun orang tua peserta didik yang belum memiliki
orientasi pendidikan di sekolah yang bagus. Masih banyak di antara mereka yang
memiliki orientasi yang keliru. Bahkan banyak yang berpikir bahwa sekolah hanya
sebatas mencari ijasah. Tentu sangat rugi sekali jika peserta didik menjalani
satu jenjang pendidikan selama tiga tahun hanya sebatas untuk mencari ijasah. Oleh
karena itu, sekolah semestinya menjadi pihak yang bertanggungjawab dalam
memasyarakatkan orientasi belajar peserta didik. Peserta didik dan orang tua perlu
diberi pemahaman tentang bagaimana merumuskan visi pribadi dalam menjalani
kegiatan pendidikan di sekolah. Mereka perlu diberi pemahaman tentang kecakapan
abad 21, dan relevansinya terhadap tujuan pendidikan.
Momen strategis
untuk memasyarakatkan orientasi sekolah yang bagus adalah di pada masa awal
tahun ajaran baru. Biasanya sekolah mengadakan rapat dengan orang tua peserta
didik. Forum rapat tersebut semestinya dimanfaatkan oleh sekolah untuk
memberikan pemahaman tentang orientasi pendidikan di sekolah yang baik kepada
orang tua dan peserta didik. Jika ada kesamaan orientasi antara pihak sekolah,
orang tua dan peserta didik maka akan lebih mudah mengarahkan pendidikan pada
tercapainya kecakapan abad 21 peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar