Rabu, 22 Desember 2021

Penilaian Angka Kredit (PAK) dan Distraksi Guru


Tulisan kali ini akan berkaitan dengan Penilaian Angka Kredit (PAK) yang menjadi beban administrasi kepegawaian para Aparatur Sipil Negara. Namun yang menjadi pembahasan khusus adalah PAK guru ASN di suatu Kabupaten. Berawal dari curhatan beberapa teman guru ASN yang mengeluh tentang layanan pembuatan PAK. Ada beberapa guru (mungkin banyak) yang hingga sekarang belum mendapatkan hasil PAK yang diajukan pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menarik perhatianku. Apa sebenarnya faktor yang menyebabkan begitu lambatnya proses penilaian  angka kredit ASN Guru. Kenapa ada kesan bahwa pengajuan PAK itu begitu sulit. Apakah itu murni karena kompleksnya system penilaian yang membuat prosesnya lama, atau kah ada variable keteledoran/ketidakbecusan kinerja orang-orang yang terlibat dalam penilaian?

Dalam system penilaian PAK di Indonesia, beberapa orang yang memenuhi syarat ditunjuk untuk menjadi tim penilai (assesor) melalui mekanisme tertentu. Tim penilai tersebut pada umumnya adalah guru atau pejabat senior di lingkungan dinas pendidikan dan kebudayaan. Mereka mendapatkan legitimasi menjadi tim asesor melalui Surat Keputusan (SK) penunjukan tim asesor PAK. Selain itu, mereka juga mendapatkan insentif tambahan atas kinerjanya sebagai anggota tim assessor. Secara hak, mereka sudah terpenuhi. Lantas apa yang membuat proses pengajua PAK begitu lama. Sangat tidak masuk akal pengajuan PAK yang berlangsung bertahun-tahun selalu tertunda penyelesaiannya. Hipotesis saya, hal ini ada kaitannya dengan etos kerja tim penilai PAK.  

Urusan administrasi kepegawaian seperti kenaikan pangkat, angka kredit, dsb, harusnya ada system yang mempermudah guru dalam mengurusnya. Tugas utama guru adalah mendidik generasi. Mereka semestinya memiliki supporting system yang mengarahkan mereka pada maksimalnya proses penyelenggaraan pendidikan di lingkungan sekolah. Dengan adanya urusan administrasi kepegawaian yang pelik seperti pengurusan PAK ini, perhatian guru akan terdistorsi dan terdistraksi. Selain berpengaruh terhadap kinerja sebagai pendidik, hal tersebut juga berpengaruh terhadap wellbeing guru. wellbeing itu sangat penting. Di Negara-negara maju, wellbeing pekerja sangat diperhatikan, begitu pula dengan wellbeing guru.

Perlu ada reformasi system pengajuan PAK yang diterapkan di lingkungan kepegawaian. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah kualitas tim penilai. Anggota tim penilai harus dipilih melalui mekanisme yang merit-based. Tidak boleh ada unsur politik atau unsur lain yang tidak ada kaitannya dengan profesionalisme dalam penunjukan tim assessor PAK. Instrumen penilaian yang digunakan dalam seleksi tim penilai PAK juga harus memenuhi aspek validitas dan reliabilitas, sehingga menutup kemungkinan munculnya hasil yang bias.

Yang kedua, harus ada arahan tentang deadline terselesaikannya PAK. Selama ini yang terjadi adalah guru dituntut untuk mengajukan PAK dengan deadline tertentu. Namun secara tidak fair, tidak ada deadline yang jelas kapan guru berhak menerima hasil PAK. Sekalipun ada deadline penyerahan hasil PAK kepada guru, dalam pelaksanaannya biasanya kurang konsisten. Guru tidak boleh terlambat dalam mengajukan berkas PAK, namun tim penilai terkesan bebas menyerahkan hasil PAK tanpa terikat deadline.

Yang ketiga, perlu ada system informasi yang jelas yang berkaitan dengan proses pengajuan PAK. Selama ini guru-guru yang belum memperoleh hasil PAK saat mereka sudah seharusnya mendapatkannya tidak memperoleh jawaban tentang alasan kenapa pengajuan PAK mereka tertunda atau tidak berhasil. Harus ada layanan customer sebagai wadah untuk guru memberikan masukan, mengungkapkan keluhan, dan mengetahui alur proses PAK tersebut. Mirisnya, pernah ada suatu kasus dimana guru harus men-submit ulang berkas PAK yang pernah mereka ajukan, dengan alasan berkas mereka hilang. Adanya berkas yang hilang dan tidak ada pertanggungjawaban dari pihak-pihak terkait merupakan fenomena memilukan yang menyiratkan rendahnya profesionalisme tim PAK.

Yang keempat, guru semestinya menerima pemahaman yang jelas tentang proses pengajuan PAK. Selama ini, kita take it for granted. Menganggap bahwa guru sudah tahu dengan sendirinya tentang cara mengurus berkas PAK. Minimnya pemahaman guru tentang mekanisme pengajuan PAK membuat repot tim penilai dalam melakukan penilaian, karena berpotensi membutuhkan banyak revisi dalam pengajuan PAK. Contohnya, guru yang keliru dalam menentukan bobot nilai suatu aspek penilaian. Banyaknya kesalahan dalam penentuan bobot penilaian atas suatu aspek yang dinilai bisa menuntut banyak revisi, dan tentu hal ini semakin memperlama proses penilaian PAK.

Kadang saya temukan bahwa guru sering terjebak pada hal-hal yang kurang essensial. Guru pusing memikirkan PAK yang pelaksanaannya penuh dengan carut-marut. Sementara, mereka teralihkan perhatiannya untuk fokus meningkatkan kualitas pembelajaran.

Seberapa banyak sih program peningkatan kompetensi guru yang dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan? Jangan sampai guru berlarut-larut terjebak pada hal yang sebenarnya bisa sederhana namun dibuat rumit, kemudian menjadi lalai untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan layan terhadap peserta didik.


Mohon maaf jika ada kekeliruan dalam tulisan ini! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar