Ketika kita membahas public figure atau orang-orang sukses
dan berpengaruh besar di dunia, seringkali hal yang masuk ke dalam topic pembicaraan
adalah tentang privilege. Privilege memang menjadi topic menarik karena pada
kenyataannya banyak orang yang terlahir dengan privilege tertentu sehingga
mereka menjadi figure sukses. Konon, orang-orang kaya dunia seperti Steve Jobs,
Bill Gates, Mark Zuckerberg, Warren Buffet, Jeff Bezos dsb terlahir dari
keluarga berada. Mereka memperoleh akses pendidikan yang layak, karena mereka mendapatkan
kondisi penuh kecukupan sejak lahir.
Jenis privilege kedua yang sering dibahas adalah
circle pertemanan. Banyak orang menjadi sukses karena mereka memiliki privilege
pertemanan yang positif dan mendukung mereka untuk sukses. Sandiaga S Uno
memiliki privilege berteman dengan anak seorang konglomerat Indonesia. Sehingga,
saat ia lulus kuliah dari sebuah perguruan tinggi di amerika, dia bisa memulai
menjalankan bisnis besar dan akhirnya sukses dengan perusahaannya. Warga Negara
Indonesia keturunan juga banyak yang menuai kesuksesan karena privilege circle
pergaulan antar sesama warga keturunan yang sukses. Itulah kenapa kita dapati image
sukse melekat kepada WNI keturunan.
Para figure terkenal seperti petinju, pesepakbola, politisi,
pebulutangkis, pebalap, dan aktris juga pada umumnya memiliki privilege berupa
berada pada circle yang mendukung mereka untuk mencapai kesuksesan di bidang
mereka masing-masing. Megawati mungkin tidak akan jadi politisi terkenal dan
berpengaruh jika dia tidak terlahir dari Rahim istrinya Soekarno. Rizky Febian
mungkin juga tidak akan mudah untuk menjadi penyanyi terkenal jika dia bukan
anak seorang comedian terkenal, Sule. Intinya, kesuksesan dalam bidang apa pun
seringkali dinilai ada kaitannya dengan privilege. Dan itu memang benar.
Meski pengaruh privilege itu nyata, banyak orang yang mendefinisikan
privilege secara sempit sebagai sebuah kondisi ketercukupan. Cukup akan
kebutuhan materi yang dengannya orang bisa memulai menjalankan suatu proyek
besar dalam hidupnya. Cukup akan supporting system yang sangat mendukung orang
tersebut meraih pencapaian besar. Pada kenyataannya, ada situasi yang
kontradiksi dengan ketercukupan yang sebenarnya itu adalah privilege. Ada seorang
anak yang meraih pendidikan tinggi bukan karena dia mampu secara ekonomi, namun
karena dia memiliki privilege berupa situasi sulit (adversity) yang ia alami
sejak kecil yang mendorongnya untuk berubah. Konon, Liem Goh Tong, pendiri
Genting Highland Resort Malaysia, hijrah dari negeri Tiongkok ke Malaysia dengan
kondisi telanjang badan. Artinya, dia sama sekali tidak membawa bekal lebih
untuk mengarungi kehidupan barunya di Negara tempat dia berhijrah. Situasi sulit
yang mem ia alami membuatnya bersikeras untuk survive. Proses yang dia jalani
untuk menjadi survive ternyata justru berbuah kesuksesan besar. Bukan hanya
survive yang ia raih, melainkan juga keberlimpahan.
WNI keturunan pada umumnya termasuk kalangan menengah
ke atas, karena secara ekonomi mereka unggul. Kadang kita tidak menyadari bahwa
keunggulan ekonomi mereka didasari atas situasi penuh keterbatasan yang mereka
alami. Dulu, mereka tidak bisa mendaftarkan diri menjadi Aparatur Sipil Negara.
Karena kondisi tersebut, mereka mau tidak mau harus berwirausaha. Justru dari situasi tersebut mereka
menjadi kaya raya. Bahkan, diremehkan, direndahkan, dan dicaci-maki juga bisa
dikatakan sebuah privilege. Banyak orang yang mengalami perlakuan negative seperti
itu yang justru terlecut semangat dan tekadnya untuk menjadi orang sukses. Mereka
mengupayakan pembuktian kepada orang-orang yang telah memperlakukan mereka
secara negative bahwa mereka bisa sukses. Akhirnya, benar-benar sukses lah
mereka. Seandainya tidak menerima perlakuan negative yang mendorong upaya pembuktian,
mungkin orang-orang tersebut tidak meraih apa-apa dalam hidupnya. Maka dari
itu, itu termasuk privilege.
Privilege bukan hanya soal
ketercukupan akses. Privilege juga tentang situasi sulit yang mendorong
seseorang untuk bangkit. Kondisi penuh keterbatasan bisa menjadi privilege
ketika ia bisa mendorong seseorang untuk bergerak dan berusaha merubah keadaan.
Saya menyebutnya Adversity Privilege. Semua orang yang sukses besar di bidang
mereka masing-masing pasti memiliki privilege. Itu benar. Namun, privilege yang
orang-orang dapati beragam, bukan hanya privilege berupa kondisi ketercukupan,
melainkan juga privilege berupa situasi negative yang mendorong mereka untuk
bangkit dan akhirnya sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar