Kemarin pagi, aku mendapatkan pesan bijak yang sangat
dalam. Ceritanya aku sedang menelpon salah satu temanku, yang juga merupakan
seorang guru bahasa Inggris. Aku curhat kepada dia, mengeluhkan betapa aku
merasa bahwa aku dipandang sebelah mata oleh para senior yang ada di sebuah
organisasi yang aku terlibat di dalamnya. Memang, aku pernah mengusulkan suatu
program untuk membuat organisasi tersebut produktif dan memberi bekal pengembangan
profesionalitas kepada para guru anggota organisasi tersebut. Namun para
anggota organisasi tersebut, yang isinya guru-guru senior, terkesan sangat
kurang mendukung dilaksanakannnya gagasanku. Jadilah aku berpikir dan berprasangka
bahwa mereka tidak mendukungku karena aku masih junior dan tidak layak tampil
dominan dalam organisasi tersebut. di mata mereka.
Mendengar kata-kata negative yang aku ucapkan, kakak
ku mengajakku berdiskusi tentang berpikir dan berprasangka positif. Dia berkata
bahwa seringkali kita mengikuti logika negative yang kita bangun sendiri, yang
sebenarnya itu tidak terbukti secara nyata. Celakanya, pikiran dan prasangka negative
yang ada tersebut justru seringkali mewujud menjadi nyata. Mengapa bisa
demikian? Hal tersebut ada hubungannya dengan law of attraction.
Terlepas adanya pengaruh law of attraction, ternyata
pengaruh pikiran dan perasaan terhadap perwujudan kenyataan itu benar adanya. Alur
pengaruhnya seperti ini. Prasangka dan pikiran negative akan mempengaruhi cara
orang bersikap. Orang yang dalam pikirannya ada kecurigaan terhadap orang lain
cenderung menunjukkan sikap jaga jarak, mimic wajah yang kurang bersahabat
penuh kecurigaan. Sayangnya, hal tersebut terbaca oleh orang lain yang
dicurigai tersebut. Tentu hal tersebut akan menimbulkan reaksi sikap
penyesuaian. Akhirnya, orang lain tersebut juga menunjukkan sikap yang kurang
bersahabat, kurang hangat, dan tidak nyaman.
Begitu pula dengan efek pikiran positif yang kita
miliki terhadap bagaimana orang lain bersikap terhadap diri kita. Saat kita
berpikir dan berprasangka negative, sikap kita akan menunjukkan hal yang
positif. Kita akan cenderung menjadi pribadi yang bersahabat, hangat, sehingga
orang lain merasa enak dan nyaman untuk berinteraksi dengan kita. Dengan pikiran
dan prasangka positif, kita akan focus terhadap terlaksananya gagasan. Kita berpikir
bahwa orang lain pasti setuju dan mendukungnya. Kita akan secara alam-bawah
sadar menunjukkan sikap inklusif. Itu semua terpancar dari cara kita berbicara,
bersikap, dan berkomunikasi dengan orang lain. Dengan energy positif yang
terpancar dari diri kita, orang lain pun akan menangkap energy tersebut. Mereka
akan menunjukkan sikap yang sama, bahwa kita adalah orang yang layak didukung.
Aku kemudian menemukan benang merah pada kasus ku
tadi, yang merasa bahwa aku diremehkan oleh para senior. Merasa bahwa aku
diabaikan dan diremehkan, akhirnya program yang aku inisiasi tersebut tidak
kujalankan. Akibatnya apa? Akibatnya adalah hal tersebut justru menjadi pembenar
bahwa aku layak diremehkan. Sebagian senior mungkin akan berpikir “nih anak idenya
bagus. Tapi kenapa tidak ada aksi nyatanya. Apa jangan-jangan dia hanya pandai
mengeluarkan gagasan namun miskin dalam penerapan ya?” akhirnya mereka
benar-benar meremehkan dan mengabaikanku.
Ada banyak kemungkinan-kemungkinan tentang sikap para
senior yang terkesan meremehkanku yang seharusnya aku sadari. Kemungkinan pertama,
mereka sebenarnya sangat mendukung, namun mereka sangat sibuk untuk secara
intensif memberikan tanggapan terhadap gagasan yang aku kemukakan. Kemungkinan kedua,
mereka sebenarnya sangat tertarik dengan gagasanku, namun mereka merasa enggan
untuk tau secara lebih mendalam tentang bagaimana gagasan tersebut diterapkan,
mengingat di antara kami belum terjalin keakraban. Kemungkinan ketiga, mereka
bukan meremehkan, melainkan ingin melihat pembuktianku bisa merealisasikan
gagasan tersebut. Secara, ada anak baru, junior, mengemukakan gagasan yang sebelumnya
berada di luar jangkauan pikiran mereka. Ya memang sih kesannya mereka menantang,
namun itu bukan lah sebuah sikap meremehkan.
Kadang, untuk mendukung pikiran dan prasangka negative,
orang melibatkan logika-logika yang semakin menguatkan pikiran dan prasangka negative
tersebut. Contohnya adlaah kata-kata seperti “aku tau kok mereka meremehkanku. Setidaknya
aku tau psikologi orang yang meremehkan”. Mungkin memang orang tersebut pernah
belajar psikologi, sehingga mengetahui karakter berbagai manusia. Namun kata-kata
“aku paham psikologi orang yang meremehkan” kadang hanya dijadikan sebagai
pembenar atas negatifnya pikiran dan prasangka.
Yang aku simpulkan dari diskusi dengan kakakku adalah
bahwa seharusnya tidak ada ruang untuk pikiran dan prasangka negative dalam
diri kita. Sekalipun pikiran dan prasangka negative tesebut benar adanya, ia
akan bisa mewujud nyata, karena Law of Attraction
bekerja. Mungkin orang memang meremehkan kita. Namun tidak ada ruginya jika
kita malah berusaha berpikir dan berprasangka positif. Justru prasangka dan
pikiran positif bisa merubah kenyataan menjadi positif sesuai dengan isi
pikiran kita. Dalam Law of Attraction, apa
pun yang kita afirmasi, yang ada dalam pikiran dan perasaan ktia secara terus
menerus, entah itu hal yang kita sukai atau tidak, akan mewujud menjadi nyata.
Oleh karena itu, kita musti berhati-hati dalam berprasangkan dan berpikir. Kita
harus selektif dalam memasukkan suatu hal ke dalam pikiran dan perasaan. Karena
hal tersebu bisa berubah menjadi nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar