Selasa, 16 November 2021

Terapi Berpikir dan Berprasangka Positif


Kemarin pagi, aku mendapatkan pesan bijak yang sangat dalam. Ceritanya aku sedang menelpon salah satu temanku, yang juga merupakan seorang guru bahasa Inggris. Aku curhat kepada dia, mengeluhkan betapa aku merasa bahwa aku dipandang sebelah mata oleh para senior yang ada di sebuah organisasi yang aku terlibat di dalamnya. Memang, aku pernah mengusulkan suatu program untuk membuat organisasi tersebut produktif dan memberi bekal pengembangan profesionalitas kepada para guru anggota organisasi tersebut. Namun para anggota organisasi tersebut, yang isinya guru-guru senior, terkesan sangat kurang mendukung dilaksanakannnya gagasanku. Jadilah aku berpikir dan berprasangka bahwa mereka tidak mendukungku karena aku masih junior dan tidak layak tampil dominan dalam organisasi tersebut. di mata mereka.

Mendengar kata-kata negative yang aku ucapkan, kakak ku mengajakku berdiskusi tentang berpikir dan berprasangka positif. Dia berkata bahwa seringkali kita mengikuti logika negative yang kita bangun sendiri, yang sebenarnya itu tidak terbukti secara nyata. Celakanya, pikiran dan prasangka negative yang ada tersebut justru seringkali mewujud menjadi nyata. Mengapa bisa demikian? Hal tersebut ada hubungannya dengan law of attraction.

Terlepas adanya pengaruh law of attraction, ternyata pengaruh pikiran dan perasaan terhadap perwujudan kenyataan itu benar adanya. Alur pengaruhnya seperti ini. Prasangka dan pikiran negative akan mempengaruhi cara orang bersikap. Orang yang dalam pikirannya ada kecurigaan terhadap orang lain cenderung menunjukkan sikap jaga jarak, mimic wajah yang kurang bersahabat penuh kecurigaan. Sayangnya, hal tersebut terbaca oleh orang lain yang dicurigai tersebut. Tentu hal tersebut akan menimbulkan reaksi sikap penyesuaian. Akhirnya, orang lain tersebut juga menunjukkan sikap yang kurang bersahabat, kurang hangat, dan tidak nyaman.

Begitu pula dengan efek pikiran positif yang kita miliki terhadap bagaimana orang lain bersikap terhadap diri kita. Saat kita berpikir dan berprasangka negative, sikap kita akan menunjukkan hal yang positif. Kita akan cenderung menjadi pribadi yang bersahabat, hangat, sehingga orang lain merasa enak dan nyaman untuk berinteraksi dengan kita. Dengan pikiran dan prasangka positif, kita akan focus terhadap terlaksananya gagasan. Kita berpikir bahwa orang lain pasti setuju dan mendukungnya. Kita akan secara alam-bawah sadar menunjukkan sikap inklusif. Itu semua terpancar dari cara kita berbicara, bersikap, dan berkomunikasi dengan orang lain. Dengan energy positif yang terpancar dari diri kita, orang lain pun akan menangkap energy tersebut. Mereka akan menunjukkan sikap yang sama, bahwa kita adalah orang yang layak didukung.

Aku kemudian menemukan benang merah pada kasus ku tadi, yang merasa bahwa aku diremehkan oleh para senior. Merasa bahwa aku diabaikan dan diremehkan, akhirnya program yang aku inisiasi tersebut tidak kujalankan. Akibatnya apa? Akibatnya adalah hal tersebut justru menjadi pembenar bahwa aku layak diremehkan. Sebagian senior mungkin akan berpikir “nih anak idenya bagus. Tapi kenapa tidak ada aksi nyatanya. Apa jangan-jangan dia hanya pandai mengeluarkan gagasan namun miskin dalam penerapan ya?” akhirnya mereka benar-benar meremehkan dan mengabaikanku.

Ada banyak kemungkinan-kemungkinan tentang sikap para senior yang terkesan meremehkanku yang seharusnya aku sadari. Kemungkinan pertama, mereka sebenarnya sangat mendukung, namun mereka sangat sibuk untuk secara intensif memberikan tanggapan terhadap gagasan yang aku kemukakan. Kemungkinan kedua, mereka sebenarnya sangat tertarik dengan gagasanku, namun mereka merasa enggan untuk tau secara lebih mendalam tentang bagaimana gagasan tersebut diterapkan, mengingat di antara kami belum terjalin keakraban. Kemungkinan ketiga, mereka bukan meremehkan, melainkan ingin melihat pembuktianku bisa merealisasikan gagasan tersebut. Secara, ada anak baru, junior, mengemukakan gagasan yang sebelumnya berada di luar jangkauan pikiran mereka. Ya memang sih kesannya mereka menantang, namun itu bukan lah sebuah sikap meremehkan.

Kadang, untuk mendukung pikiran dan prasangka negative, orang melibatkan logika-logika yang semakin menguatkan pikiran dan prasangka negative tersebut. Contohnya adlaah kata-kata seperti “aku tau kok mereka meremehkanku. Setidaknya aku tau psikologi orang yang meremehkan”. Mungkin memang orang tersebut pernah belajar psikologi, sehingga mengetahui karakter berbagai manusia. Namun kata-kata “aku paham psikologi orang yang meremehkan” kadang hanya dijadikan sebagai pembenar atas negatifnya pikiran dan prasangka.

Yang aku simpulkan dari diskusi dengan kakakku adalah bahwa seharusnya tidak ada ruang untuk pikiran dan prasangka negative dalam diri kita. Sekalipun pikiran dan prasangka negative tesebut benar adanya, ia akan bisa mewujud nyata, karena Law of Attraction bekerja. Mungkin orang memang meremehkan kita. Namun tidak ada ruginya jika kita malah berusaha berpikir dan berprasangka positif. Justru prasangka dan pikiran positif bisa merubah kenyataan menjadi positif sesuai dengan isi pikiran kita. Dalam Law of Attraction, apa pun yang kita afirmasi, yang ada dalam pikiran dan perasaan ktia secara terus menerus, entah itu hal yang kita sukai atau tidak, akan mewujud menjadi nyata. Oleh karena itu, kita musti berhati-hati dalam berprasangkan dan berpikir. Kita harus selektif dalam memasukkan suatu hal ke dalam pikiran dan perasaan. Karena hal tersebu bisa berubah menjadi nyata.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar