“Titik
penghambaan tertinggi seorang manusia adalah ketika ia bedo’a mengharapkan
terwujudnya sesuatu melewati batas logika manusia”
Itu adalah inti
dari hikmah yang aku petik dari pengalamanku akhir-akhir ini. Betapa aku
menyesali, mengapa aku tidak menerapkan prinsip tersebut untuk hal yang
akhir-akhir ini aku ingin wujudkan, padahal selama ini berkali-kali aku
membuktikannya. Di mas apandemi ini, memang sulit untuk melakukan perjalanan
antar Negara. Berbagai Negara membuat aturan ketat tentang keluar masuknya
manusia ke Negara mereka. Hal tersebut berimbas pada terhambatnya aku untuk
berangkat ke Negara Australia untuk studi di sana. Logikaku berkata dan
meyakinkanku untuk menerima bahwa memang sangat susah untuk masuk ke Australia,
karena situasi memang demikian adanya. Aku jadi patah arang dan pasrah untuk
menerima keadaan dijalankannya kuliah non-tatap muka. Pikiranku dipenuhi
logika, bahwa tidak mungkin aku bisa berangkat ke Australia, saat covid-19
merebak disana. Andai aku sedari awal studi menyadari bahwa batas penghambaan
tertinggi adalah ketika aku berdoa atas suatu hal yang di luar logika manusia,
tentu tak perlu sesal yang ada.
Alloh sepertinya pernah meyakinkanku bahwa bukan tidak
mungkin aku berangkat ke Australia saat
pandemic mewabah disana. Berangkatnya beberapa temanku ke Australia setelah
mendapatkan travel exemption
seharusnya meyakinkanku untuk optimis dan berusaha supaya aku bisa berangkat
juga. Namun lagi-lagi pikiranku dipenuhi oleh logika manusia, bahwa hal
tersebut memungkinkan bagi mereka namun tidak bagi saya. Memang, ada beberapa
aturan yang harus dipenuhi untuk bisa meraih travel exemption untuk berangkat
ke Australia. Melihat poin-poin aturan yang ada, mustahil bagiku untuk
mendapatkan travel exemption juga.
Lagi-lagi, aku terjebak pada logika manusia. Padahal, untuk apapun yang ada di
dunia, Alloh SWT punya kuasa untuk mewujudkannya.
Aku telah membuktikan sendiri bahwa dalam hidupku aku
telah meraih beberapa hajat yang Alloh wujudkan setelah aku berdoa melewati
batas logika manusia. Dulu, aku pernah berdoa kepada Alloh supaya aku bisa
mendapatkan kesempatan untuk studi di Jepang dengan biaya dari sponsor
sepenuhnya. Alhamdulillah cita-citaku terwujud saat itu juga. Padahal jika
ditimbang dengan logika manusia, hal tersebut sangat sulit terwujud nyata.
Secara, sainganku sangat banyak jumlahnya. Ada ribuan pelamar untuk slot yang
hanya sekitar 20 saja. Selain itu, system birokrasi kepegawain untuk pengurusan
perijinan studi lanjut di daerahku juga termasuk rumit prosesnya. Banyak orang
yang skeptis bahwa ASN tak akan mudah untuk mendapatkan ijin studi lanjut atau
mengurus cuti belajarnya. Bahkan cerita kepala sekolahku cukup mematahkan
semangatku yang sempat membahana. Beliau pernah lolos dalam seleksi beasiswa S2
di perguruan tinggi bergengsi dalam negeri, namun tidak diijinkan untuk
mengambil kesempatan tersebut walau beliau sudah tinggal selangkah saja. Hal tersebut
membuat beliau kecewa tak terkira. Makanya beliau bertekad mendukung anak
buahnya yang berusaha mewujudkan cita-cita melanjutkan studinya.
Aku pernah berhasil mewujudkan beberapa impian yang
dalam logika ku sangat sulit untuk menjadikannya nyata. Aku pernah berhasil
mengunjungi berbagai tempat indah dan bersejarah seperti kota Gold Coast,
Illchulbong di Pulau Jeju, Tokyo Tower, Victoria Park di Hongkong dan
tempat-tempat lainnya. Aku pernah berdoa supaya meraih kesempatan studi
beasiswa S2 di perguruan tinggi di luar negeri, dan Alloh mengabulkannya. Untuk
orang lain, hal tersebut mungkin mudah utuk mewujudkannya, karena dukungan
sumber daya yang mereka punya. Namun bagiku, untuk mewujudkan keinginan-keinginan
tersebut pada masa itu sangat lah di luar logika ku, mengingat terbatasnya
sumber daya yang aku punya. Namun, waktu itu aku iseng, menyebut hajat-hajat
itu dalam doa, berharap Alloh mengabulkannya, padahal di sisi lain ada bisikan
bahwa sangat susah untuk mewujudkannya. Benar adanya bahwa kata-kata adalah
do’a. benar adanya bahwa do’a adalah jembatan terwujudnya cita-cita. Tentu ada
proses ikhtiar yang harus dilalui, karena itu adalah urusan manusia. Sedangkan
soal terwujudnya cita-cita, itu urusan Alloh subhanahu wata’ala.
Kini, aku tersadar bahwa tugasku adalah terus berdoa
untuk mewujudkan harapanku bisa berangkat ke Australia. Aku berharap minimal
satu semester terakhir aku bisa berada di sana. Aku ingin merasakan lagi
kesempatan berinteraksi dengan sesame mahasiswa di South Australia. Aku ingin
menjalin persahabatan dengan teman dari berbagai Negara. Dengan begitu, aku bisa
memperluas wawasan dan cakrawala tentang keragaman budaya. Akhir-akhir ini aku
terus berdoa. Alhamdulillah, nampaknya do’aku didengar oleh Alloh SWT. Hari
kemarin, aku mendapatkan email dari kampus, bahwa aku harus mengisi sebuah
formulir kesanggupan untuk berangkat ke Australia melalui skema pilot project yang digagas oleh
pemerintah di sana. Ini adalah secercah harapan yang melambungkan asa. Semoga
Alloh SWT mengabulkan doaku untuk segera berangkat ke Australia, akhir tahun
ini, atau Januari tahun depan tidak papa. Aku yakin, Alloh segera
mengabulkannya.
Aku tersadar kembali untuk selalu berdoa mengharapkan
terwujudnya hajatku se-tidakmungkin apapun hajat tersebut dalam kacamata logika
manusia. Apa yang salah dengan logika manusia? Yang salah adalah, logika
manusia seringkali membatasi kita. Jika kita mengharapkan sesuatu terwujud yang
hanya mungkin dalam kacamata logika, maka kita tidak akan mendapatkan hal yang
sangat besar nilainya. Karena apa? Karena logika manusia seringkali dipengaruhi
oleh lingkungan pergaulannya. Contohnya, seorang remaja lulusan SMA yang
lingkungannya terbatas, yang teman-temannya melanjutkan studi di perguruan
tinggi yang ada di sekitar tempat tinggalnya, cenderung untuk memiliki
cita-cita yang kurang lebih sama, yaitu melanjutkan studi di kampus yang
kurang-lebih tak begitu jauh dari tempat tinggalnya. Padahal dengan impian doa
dan usaha, dia bisa mewujudkan untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi di Negara
luar sana.
Ini adalah sebuah pesan untuk diri sendiri khususnya,
dan orang lain pada umumnya. Bahwa berdoalah mengharapkan sesuatu yang sangat
besar melewati batas logika manusia. Kemampuan tuhan mewujudkan harapan jauh
lebih besar ketimbang logika manusia. Karena Alloh SWT adalah maha
segala-galanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar