Rabu, 17 November 2021

Model Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang Efektif Bagi Guru

 

Praktik penelitian tindakan kelas (PTK) sudah menjadi sebuah keniscayaan bagi serang guru. PTK berfungsi untuk merumuskan model pembelajaran yang efektif yang bisa diterapkan dalam praktik pembelajaran jangka panjang. Dengan praktik PTK, guru dapat memperoleh jawaban atas permasalahan dalam pembelajaran yang menjadi kendala guru dan peserta didik. Melalui praktik PTK, seorang guru bahasa Inggris yang memiliki masalah dengan pembelajaran Speaking Skill bisa mendapatkan solusi berdasarkan bukti empiris. Melalui praktik PTK, seorang guru matematika yang merasakan kendala untuk membuat peserta didik memahami materi Aljabar secara komprehensif bisa mendapatkan solusi, sehingga kedepannya pembelajaran Aljabar bisa efektif.

Begitu nyata manfaat dari praktik PTK. Namun, apakah para guru di Indonesia sudah memiliki mindset yang benar tentang hakikat dari dilakukannya praktik PTK? Apakah para guru di Indonesia sebagian besar memiliki kemampuan melakukan praktik PTK secara efektif? Jawabannya bisa iya, bisa tidak. Penulis belum menemukan satu referensi penelitian yang mengungkap prosentase guru di Indonesia yang memiliki kemampuan melakukan PTK. Namun, terlepas mampu tidaknya guru-guru di Indonesia melakukan penelitian, upaya memberikan pelatihan tentang penelitian bagi guru semestinya terus dilaksanakan secara berkesinambungan.

Selama ini, akses terhadap kegiatan workshop dan pelatihan tentang penelitian yang ditujukan untuk guru relative terbatas. Tidak ada kegiatan workshop penelitian yang diselenggarakan oleh dinas pendidikan yang menjangkau seluruh guru. Satu kegiatan workshop penelitian yang diselenggarakan oleh dinas pendidikan biasanya diikuti oleh beberapa guru perwakilan berbagai sekolah. Idealnya perwakilan guru tersebut melakukan diseminasi kepada rekan guru sejawat. Namun diseminasi seringkali tidak dilakukan. Sehingga wawasan tentang penelitian hanya berhenti pada guru yang mengahdiri workshop tersebut. Selain itu, tidak ada jaminan pula bahwa guru-guru yang mengikuti pelatihan benar-benar memiliki pemahaman secara komprehensif tentang penelitian, serta mampu melakukan praktik penelitian sesuai dengan kaidah penelitian yang berlaku. Efektivitas workshop tentang penelitian kadang masih belum sepenuhnya tercapai. Lantas bagaimana caranya memberikan pemahaman yang cukup kepada para guru untuk melakukan penelitian?

Pemberian teori tentang penelitian memang perlu. Namun hal tersebut tidak cukup. Pemaparan teori tentang penelitian yang tidak disertai dengan contoh implementasi dari teori tersebut seringkali menyisakan kesalahpahaman. Dalam tulisan ini, penulis mengajukan sebuah model pelatihan penelitian bagi guru yang disebut “Pelatihan Penelitian Berbasis Contoh”. Ide ini mungkin terkesan klise. Memang tidak ada hal yang spektakuler atau pun inovatif dalam ide tersebut. Meskipun hal tersebut terkesan klise, pemberian contoh yang cukup tentang praktik penelitian seringkali terabaikan dalam program pelatihan penelitian mana pun.

Ide tentang pelatihan peneltian berbasis contoh tersebut muncul dari pengalaman empiris penulis sendiri. Dulu, penulis kurang memiliki pemahaman yang komprehensif tentang penelitian. Penulis memang pernah mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan meneliti. Namun, porsi materi dalam pelatihan-pelatihan tersebut sebagian besar dialokasikan pada penyampaian teori tentang penelitian, penyusunan proposal penelitian, dan pelaporan penelitian. Ada  pun contoh implementasi penelitian yang diberikan kepada peserta pelatihan sangat terbatas. Dengan terbatasnya contoh penerapan penelitian tersebut, para peserta kurang memiliki referensi yang cukup tentang penelitian. Akibatnya, para peserta merasa kesulitan dalam menghadapi kendala penelitian yang konteksnya berbeda dari contoh penelitian yang pernah mereka lihat.

Eksposur terhadap berbagai contoh penelitian akan memberikan pemahaman komprehensif tentang konteks. Dengan mempelajari berbagai contoh penelitian, guru bisa memahami cara mendesain metodologi penelitian, cara mengumpulkan data, cara menganalisis data, cara mendeskripsikan hasil penelitian, dan cara melaporkan hasil penelitian. Keterampilan membuat proposal penelitian memang penting. Namun dalam konteks penelitian yang dilakukan oleh guru sebagai upaya perbaikan kualitas pembelajaran, maka penyusunan proposal tidak relevan. Proposal biasanya diperlukan oleh pihak eksternal. Contohnya adalah ketika guru ingin mendapatkan sponsor untuk kegiatan penelitian, mereka diminta untuk menyusun dan menyerahkan proposal penelitian.

Bagaimana cara guru mendapatkan contoh-contoh penelitian? Ini adalah pertanyaan yang menjadi inti dari ditulisnya artikel ini. Guru harus memiliki akses terhadap berbagai jurnal akademik. Salah satu portal yang digunakan untuk mencari literature karya ilmiah adalah Google Scholar. Dalam Google Scholar, guru hanya perlu memasukkan kata kunci tertentu. Misalnya guru ingin mengetahui contoh penelitian tindakan kelas dalam pelajaran bahasa inggris khususnya untuk kemampuan berbicara (speaking) peserta didik. Guru tinggal memasukkan kata kunci “penelitian tindakan kelas bahasa Inggris speaking”. Google Scholar akan secara otomatis menyajikan berbagai literature yang ebrhubungan dengan kata kunci yang dimasukkan tersebut. Guru tinggal memilih literature mana yang mereka ingin baca. Google Scholar memang efektif untuk pencarian literature. Namun kelemahan dari Google Scholar, sebagaimana kelemahan dari platform pencarian literature akademik lainnya, adalah tidak semua literature disajikan secara open-source. Ada literature-literatur yang aksesnya berbayar. Namun banyak pula literature yang open-source, bisa diakses secara gratis.

Berkaca pada berbagai universitas di dunia yang menyediakan akses perpustakaan online yang gratis bagi para mahasiswanya, dinas pendikan seharusnya mampu menghadirkan akses perpustakaan online yang bisa memungkinkan guru-guru mengakses berbagai jurnal secara gratis. Anggaran untuk pendidikan di Indonesia begitu besar. Seharusnya pemerintah mampu untuk mengupayakan akses gratis terhadap berbagai jurnal bagi para guru. Andai guru-guru di Indonesia memiliki akses gratis terhadap berbagai jurnal ilmiah, maka mereka akan dengan mudah mendapatkan contoh-contoh penelitian dan belajar dari contoh-contoh penelitian tersebut.

Gabungan antara pemberian teori dan penyediaan akses terhadap contoh-contoh penelitian sebenarnya cukup untuk memberi para guru pemahaman yang komprehensif tentang penelitian. Pendampingan bagi proses penelitian guru sebagai tindakan follow up memang penting. Namun terbatasnya sumber daya manusia untuk mendampingi sekian guru yang melakukan praktik penelitian tentu menjadi kendala tersendiri. Sedangkan dengan akses contoh-contoh penelitian yang begitu beragam, guru bisa belajar secara mandiri sesuai dengan level kecepatan belajar mereka (learning pace).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar