Praktik penelitian tindakan kelas (PTK) sudah menjadi
sebuah keniscayaan bagi serang guru. PTK berfungsi untuk merumuskan model
pembelajaran yang efektif yang bisa diterapkan dalam praktik pembelajaran
jangka panjang. Dengan praktik PTK, guru dapat memperoleh jawaban atas
permasalahan dalam pembelajaran yang menjadi kendala guru dan peserta didik. Melalui
praktik PTK, seorang guru bahasa Inggris yang memiliki masalah dengan
pembelajaran Speaking Skill bisa
mendapatkan solusi berdasarkan bukti empiris. Melalui praktik PTK, seorang guru
matematika yang merasakan kendala untuk membuat peserta didik memahami materi
Aljabar secara komprehensif bisa mendapatkan solusi, sehingga kedepannya
pembelajaran Aljabar bisa efektif.
Begitu nyata manfaat dari praktik PTK. Namun, apakah
para guru di Indonesia sudah memiliki mindset yang benar tentang hakikat dari
dilakukannya praktik PTK? Apakah para guru di Indonesia sebagian besar memiliki
kemampuan melakukan praktik PTK secara efektif? Jawabannya bisa iya, bisa
tidak. Penulis belum menemukan satu referensi penelitian yang mengungkap
prosentase guru di Indonesia yang memiliki kemampuan melakukan PTK. Namun,
terlepas mampu tidaknya guru-guru di Indonesia melakukan penelitian, upaya
memberikan pelatihan tentang penelitian bagi guru semestinya terus dilaksanakan
secara berkesinambungan.
Selama ini, akses terhadap kegiatan workshop dan
pelatihan tentang penelitian yang ditujukan untuk guru relative terbatas. Tidak
ada kegiatan workshop penelitian yang diselenggarakan oleh dinas pendidikan
yang menjangkau seluruh guru. Satu kegiatan workshop penelitian yang
diselenggarakan oleh dinas pendidikan biasanya diikuti oleh beberapa guru
perwakilan berbagai sekolah. Idealnya perwakilan guru tersebut melakukan
diseminasi kepada rekan guru sejawat. Namun diseminasi seringkali tidak
dilakukan. Sehingga wawasan tentang penelitian hanya berhenti pada guru yang
mengahdiri workshop tersebut. Selain itu, tidak ada jaminan pula bahwa
guru-guru yang mengikuti pelatihan benar-benar memiliki pemahaman secara
komprehensif tentang penelitian, serta mampu melakukan praktik penelitian
sesuai dengan kaidah penelitian yang berlaku. Efektivitas workshop tentang penelitian
kadang masih belum sepenuhnya tercapai. Lantas bagaimana caranya memberikan
pemahaman yang cukup kepada para guru untuk melakukan penelitian?
Pemberian teori tentang penelitian memang perlu. Namun
hal tersebut tidak cukup. Pemaparan teori tentang penelitian yang tidak
disertai dengan contoh implementasi dari teori tersebut seringkali menyisakan kesalahpahaman.
Dalam tulisan ini, penulis mengajukan sebuah model pelatihan penelitian bagi
guru yang disebut “Pelatihan Penelitian Berbasis Contoh”. Ide ini mungkin
terkesan klise. Memang tidak ada hal yang spektakuler atau pun inovatif dalam
ide tersebut. Meskipun hal tersebut terkesan klise, pemberian contoh yang cukup
tentang praktik penelitian seringkali terabaikan dalam program pelatihan
penelitian mana pun.
Ide tentang pelatihan peneltian berbasis contoh
tersebut muncul dari pengalaman empiris penulis sendiri. Dulu, penulis kurang
memiliki pemahaman yang komprehensif tentang penelitian. Penulis memang pernah
mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan meneliti. Namun, porsi materi dalam
pelatihan-pelatihan tersebut sebagian besar dialokasikan pada penyampaian teori
tentang penelitian, penyusunan proposal penelitian, dan pelaporan penelitian. Ada
pun contoh implementasi penelitian yang
diberikan kepada peserta pelatihan sangat terbatas. Dengan terbatasnya contoh
penerapan penelitian tersebut, para peserta kurang memiliki referensi yang
cukup tentang penelitian. Akibatnya, para peserta merasa kesulitan dalam
menghadapi kendala penelitian yang konteksnya berbeda dari contoh penelitian
yang pernah mereka lihat.
Eksposur terhadap berbagai contoh penelitian akan memberikan
pemahaman komprehensif tentang konteks. Dengan mempelajari berbagai contoh
penelitian, guru bisa memahami cara mendesain metodologi penelitian, cara
mengumpulkan data, cara menganalisis data, cara mendeskripsikan hasil penelitian,
dan cara melaporkan hasil penelitian. Keterampilan membuat proposal penelitian
memang penting. Namun dalam konteks penelitian yang dilakukan oleh guru sebagai
upaya perbaikan kualitas pembelajaran, maka penyusunan proposal tidak relevan. Proposal
biasanya diperlukan oleh pihak eksternal. Contohnya adalah ketika guru ingin
mendapatkan sponsor untuk kegiatan penelitian, mereka diminta untuk menyusun dan
menyerahkan proposal penelitian.
Bagaimana cara guru mendapatkan contoh-contoh
penelitian? Ini adalah pertanyaan yang menjadi inti dari ditulisnya artikel
ini. Guru harus memiliki akses terhadap berbagai jurnal akademik. Salah satu
portal yang digunakan untuk mencari literature karya ilmiah adalah Google
Scholar. Dalam Google Scholar, guru hanya perlu memasukkan kata kunci tertentu.
Misalnya guru ingin mengetahui contoh penelitian tindakan kelas dalam pelajaran
bahasa inggris khususnya untuk kemampuan berbicara (speaking) peserta didik. Guru tinggal memasukkan kata kunci “penelitian
tindakan kelas bahasa Inggris speaking”. Google Scholar akan secara otomatis
menyajikan berbagai literature yang ebrhubungan dengan kata kunci yang
dimasukkan tersebut. Guru tinggal memilih literature mana yang mereka ingin
baca. Google Scholar memang efektif untuk pencarian literature. Namun kelemahan
dari Google Scholar, sebagaimana kelemahan dari platform pencarian literature akademik
lainnya, adalah tidak semua literature disajikan secara open-source. Ada literature-literatur
yang aksesnya berbayar. Namun banyak pula literature yang open-source, bisa
diakses secara gratis.
Berkaca pada berbagai
universitas di dunia yang menyediakan akses perpustakaan online yang gratis
bagi para mahasiswanya, dinas pendikan seharusnya mampu menghadirkan akses
perpustakaan online yang bisa memungkinkan guru-guru mengakses berbagai jurnal
secara gratis. Anggaran untuk pendidikan di Indonesia begitu besar. Seharusnya pemerintah
mampu untuk mengupayakan akses gratis terhadap berbagai jurnal bagi para guru. Andai
guru-guru di Indonesia memiliki akses gratis terhadap berbagai jurnal ilmiah,
maka mereka akan dengan mudah mendapatkan contoh-contoh penelitian dan belajar dari
contoh-contoh penelitian tersebut.
Gabungan antara
pemberian teori dan penyediaan akses terhadap contoh-contoh penelitian sebenarnya
cukup untuk memberi para guru pemahaman yang komprehensif tentang penelitian. Pendampingan
bagi proses penelitian guru sebagai tindakan follow up memang penting. Namun terbatasnya
sumber daya manusia untuk mendampingi sekian guru yang melakukan praktik
penelitian tentu menjadi kendala tersendiri. Sedangkan dengan akses
contoh-contoh penelitian yang begitu beragam, guru bisa belajar secara mandiri
sesuai dengan level kecepatan belajar mereka (learning pace).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar