Selasa, 09 November 2021

Menjadikan Pendidikan lebih Bermakna Bagi Peserta Didik

 


Satu hal penting yang seringkali luput dari perhatian pendidik adalah melakukan refleksi kolektif. Minimal satu kali dalam satu tahun, guru, kepala sekolah, komite, dan karyawan lingkungan sekolah semestinya melakukan refleksi kolektif. Refleksi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi sejauh mana layanan terbaik pendidikan telah diberikan kepada para “customers’ dari pendidikan, yaitu masyarakat. Refleksi tersebut dilakukan untuk mengevaluasi sejauh mana layanan pendidikan di sekolah telah memberikan dampak positif bagi kehidupan para peserta didik. Layaknya sebuah investasi, proses pendidikan di sekolah di suatu jenjang pendidikan semestinya membuahkan hasil yang signifikan berupa perubahan perilaku dan pola pikir para peserta didik. Masyarakat adalah pihak yang seharusnya paling vocal dan kritis untuk mengevaluasi hal tersebut. Namun, meski masyarakat tidak kritis terhadap layanan pendidikan sekolah ini, sekolah semestinya secara sadar melakukan proses evaluasi diri yang berkesinambungan, agar layanan pendidikan benar-benar bedampak bagi peserta didik.

Tiga tahun sekolah, apa yang diraih oleh peserta didik? Jika yang diraih oleh mereka hanyalah angka-angka yang tercetak di sebuah buku laporan hasil akademik, maka hal tersebut sangat disayangkan. Karena apa? Karena model pendidikan yang hanya membuahkan angka-angka nilai sudah sangat tidak relevan dengan perkembangan zaman. Paradigma pendidikan di dunia sudah berubah. Angka-angka di buku raport memang berguna, namun tidak dalam taraf yang signifikan, bila diukur dari pengaruhnya terhadap hidup peserta didik setelah lulus. Angka-angka nilai mungkin bisa dipakai sebagai salah satu syarat untuk mengurus pendaftaran masuk perguruan tinggi. Namun apakah semua peserta didik membuat pilihan untuk studi lanjut setelahnya? Tentu tidak.

Pendidikan abad 21 menuntut dicapainya keterampilan dan karakter, yang sering disebut dengan 6C. 6C meliputi Creativity, Communication, collaboration, critical thinking, character, and citizenship. Mengenai pentingnya pengasahan 6C tersebut, sudah banyak literature yang membahasnya. Enam C tersebut merupakan buah renungan dari para pemimpin dunia yang mempresentasikannya dalam World Economic Forum. Dihasilkannya rumusan 6C tersebut merupakan hasil diskusi tentang tantangan perkembangan zaman, dan kecakapan-kecakapan yang relevan untuk menghadapi tantangan perkembangan zaman tersebut. Kurikulum pendidikan Indonesia mengadopsi pentingnya implementasi 6C tersebut bukan karena sikap latah para pembuat kebijakan dan penyusun kurikulum, melainkan karena menyadari pentingnya pencapaian 6C tersebut oleh generasi Indonesia.

Lantas, pertanyaan yang perlu dijawab adalah, bagaimana sekolah bisa menyelenggarakan pendidikan yang bermakna bagi para peserta didik? Bagaimana caranya agar investasi waktu, tenaga, dana, dan pikiran selama tiga tahun benar-benar berdampak bagi kehidupan peserta didik? Ide-ide berikut ini layak untuk dicoba, untuk mengupayakan penyelenggaraan pendidikan yang lebih bermakna bagi para peserta didik.

Pertama, sekolah perlu memastikan bahwa setiap peserta didik memiliki visi yang jelas atas proses pendidikan yang mereka jalani di sekolah. Pentingnya memiliki visi yang jelas sering dianggap hal yang klise. Padahal kejelasan visi adalah hal yang sangat penting yang telah terbukti menjadi pembeda antara orang yang meraih pencapaian besar dalam hidup dengan orang yang hidupnya datar-datar saja. Jika peserta didik masih tidak memiliki visi yang jelas, bisa dipastikan bahwa tiga tahun peserta didik di sekolah akan sia-sia. Nyatanya, masih banyak peserta didik yang menjelang lulus sekolah masih bingung memilih dan menentukan jalan yang harus mereka ambil. Dalam situasi yang butuh kepastian, tidak sedikit dari mereka  yang akhirnya mengambil keputusan yang kurang tepat. Sekolah perlu memastikan peserta didik memiliki visi yang jelas tentang apa yang akan mereka lakukan dan raih paska selesai studi.

Lantas, bagaimana caranya sekolah membantu peserta didik merumuskan visinya? Yang namanya visi tentunya dirumuskan di awal. Maka yang perlu dilakukan oleh pihak sekolah adalah menyelenggarakan sebuah forum untuk merumuskan visi peserta didik yang dihadiri oleh para pemangku kebijakan sekolah (kepala sekolah, komite, guru, karyawan, pengawas), peserta didik, dan orang tua peserta didik. Selama ini, forum-forum diskusi yang diselenggaraka di awal masuk sekolah peserta didik biasanya dilakukan untuk membahas hal-hal terkait pembiayaan dan program sekolah yang bersifat umum. Diskusi tentang upaya merumuskan visi peserta didik semestinya menjadi agenda khusus, karena hal tersebut sangat penting. Kenapa semua pihak yang terkait harus hadir? Jawabannya adalah karena upaya mewujudkan visi itu harus dilakukan secara kolektif. Visi peserta didik harus sejalan dengan visi orang tua mereka. Peran sekolah adalah mengupayakan terwujudnya visi tersebut melalui upaya pendampingan terhadap peserta didik.

Ada banyak ‘customer’ pendidikan di sekolah yang kurang memiliki wawasan. Mereka tidak memahami bahwa ada banyak peluang, seperti peluang untuk pendidikan tinggi yang disokong oleh program beasiswa, peluang kerja dengan gaji yang lumayan yang bisa diambil oleh anak lulusan SMA/SMK, maupun peluang tentang kegiatan wirausaha yang bisa jadi pilihan peserta didik. Mengetahui hal ini, yang harus dilakukan oleh pihak sekolah adalah memberikan wawasan tentang peluang-peluang tersebut. Sebagai orang yang relative memiliki tingkat literasi dan akses terhadap informasi yang tinggi, pihak sekolah bisa mencari berbagai informasi relevan yang bisa dibagikan kepada peserta didik dan orang tua.

Kedua, sekolah perlu memberikan pendampingan maksimal terhadap peserta didik dalam upaya mewujudkan visi mereka. Satu contoh yang bisa ditiru adalah bagaimana kepala sekolah dan guru-guru di Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) Gading Serpong memfasilitasi peserta didik dalam merumuskan visi tiga tahun sekolah. Peserta didik diberi wawasan tentang banyaknya peluang untuk studi lanjut di berbagai perguruan tinggi dunia dengan beasiswa. Pemberian wawasan tersebut dilakukan saat awal peserta didik masuk sekolah di tahun pertama.

Banyak peserta didik yang tertarik untuk meraih peluang tersebut. Peserta didik yang tertarik untuk menghambil peluang tersebut menjadikan studi lanjut di luar negeri dengan beasiswa sebagai sebuah visi. Setelah merumuskan visi studi lanjut di luar negeri, peserta didik diberi pemahaman tentang berbagai persyaratan yang harus mereka penuhi untuk bisa meraih kesempatan studi lanjut berbeasiswa tersebut. Persyaratan tersebut meliputi, kecakapan bahasa asing yang dibuktikan dengan sertifikat penguasaan bahasa asing, nilai akademik yang memenuhi standar dalam beberapa mata pelajaran, kemampuan komunikasi yang bagus, aktif dalam organisasi, dan berpengalaman dalam melakukan kegiatan penelitian.

Dengan mengetahui berbagai persyaratan tersebut, maka yang harus mereka lakukan selama tiga tahun sekolah adalah mematangkan persiapan untuk bisa memenuhi semua syarat tersebut. Dengan dibantu oleh guru, dan didukung oleh orang tua, maka peserta didik bisa mewujudkan visi tersebut. Sudah terbukti bahwa setiap tahun banyak lulusan sekolah MAN IC yang melanjutkan studi di berbagai kampus di luar negeri, baik yang melalui beasiswa maupun pembiayaan mandiri. Kejelasan Visi adalah hal yang mendorong orang mau melakukan proses yang tidak nyaman. Tanpa kejelasan visi, tanpa memiliki bayangan indah tentang suatu pencapaian di masa depan, orang cenderung enggan untuk mau melakukan proses yang tidak nyaman.

Satu contoh lain yang bisa dijadikan panutan adalah bagaimana sekolah Sanggar Anak Alam (SALAM) yang didirikan oleh Toto Raharjo di Yogyakarta mendampingi visi peserta didik. Sekolah ini membebaskan peserta didik untuk mendalami apa pun yang menarik minat mereka. Ada peseta didik yang ingin menjadi pengusaha tempe. Ada yang ingin menjadi seorang esainer. Ada yang ingin jadi musisi. Ada yang ingin menjadi penulis buku-buku best seller.Semua visi peserta didik diakomodasi dan didampingi dalam proses pwerujudan visinya. Hasilnya, setelah lulus sekolah, mereka menjadi individu yang sudah memiliki kematangan roadmap masa depan. Mereka tidak bingung tentang mau menekuni bidang apa, karena mereka selama tiga tahun telah melalui proses penyiapan diri.

Ketiga, memberi pemahaman tentang rationale dari diberlakukannya setiap aturan di sekolah. Berapa banyak peserta didik yang belum paham mengapa mereka harus memasukkan baju? Berapa banyak peserta didik yang belum paham mengapa mereka harus hardir di sekolah tepat waktu? Berapa banyak peserta didik yang belum paham mengapa mereka harus bersikap sopan terhadap sesama, terlebih kepada yang lebih tua? Berapa banyak peserta didik yang tidak memahami mengapa mereka tidak boleh merokok? Jawabannya adalah sangat banyak. Para pembuat peraturan dan kebijakan di sekolah seringkali abai untuk memberikan pemahaman tentang hal-hal tersebut. Padahal hal tersebut sangat penting. Memberikan pemahaman tentang hakikat adanya suatu kebijakan/peraturan di sekolah adalah cara memanusiakan manusia dalam pendidikan.

Mungkin para pembuat kebijakan sekolah perlu diingatkan kembali bahwa jika seorang individu diharuskan melaksanakan suatu aturan tanpa dia mengetahui kenapa aturan tersebut diberlakukna, maka yang dirasakan oleh individu tersebut adalah perbudakan. Namun, jika mereka diberi pemahaman tentang hakikat pentingnya melaksanakan aturan tersebut, maka mereka akan bisa menjalaninya dengan sukarela dan penuh kesadaran. Kita tentu memahami bahwa peserta didik bukanlah budak dari aturan. Mereka adalah subjek sentral dari pendidikan. Maka, memberikan mereka pemahaman tentang hakikat diberlakukannya suatu kebijakan/aturan sangatlah penting.

Masih banyak pemikiran tentang cara menjadikan pendidikan lebih bermakna bagi peserta didik. Sebenarnya para guru dan semua stakeholder pendidikan bisa mendapatkan pemahaman tentang cara menjadikan pendidikan lebih bermakna, jika mereka mau melakukan proses refleksi dan evaluasi yang berkesinambungan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar