Januari
2022 ini, aku dan satu teman dari Indonesia berinisiatif untuk menyelenggarakan
program semacam sister schools. Program
ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, menjadi sarana unutk mempromosikan Bahasa
Indonesia kepada sekolah-sekolah di Australia. Kedua, menjadi sarana pertukaran
pemahaman budaya (cross-cultural
understanding) antar Indonesia dan Australia. Yang ketiga, menjadi sarana perukaran
ide best practice antar guru dari sekolah-sekolah
yang terlibat dari kedua negara, Australia dan Indonesia. Yang ke empat, memberikan
warna dalam pembelajaran Bahasa inggris untuk para siswa sekolah di Indonesia. Harapannya,
melalui program ini, mereka menjadi bersemangat dan bersungguh-sungguh untuk
belajar Bahasa inggris.
Untuk tujuan
pertama, kami memiliki berbagai pertimbangan. Bahasa Indonesia sudah lama dimasukkan
kedalam kurikulum Pendidikan di Australia sebagai sebuah mata pelajaran
pilihan. Posisinya seperti Bahasa Arab, Prancis, Mandarin, Jerman, dan Bahasa asing
lainnya dalam kurikulum Pendidikan di Indonesia. Konon, sebelum 2002, sebagian
besar sekolah menengah atas di Australia mengajarkan Bahasa Indonesia kepada
para siswa. Banyak siswa yang tertarik untuk mempelajari Bahasa Indonesia. Namun,
setelahnya, minat para siswa terhadap Bahasa Indonesia semakin menurun. Setidaknya
itu informasi yang disampaikan oleh tiga guru Bahasa Indonesia yang pernah aku
wawancarai, yang dua guru di antaranya adalah orang Indonesia asli, dan satunya
orang Australia. Mendapati informasi tentang menurunnya minat siswa Australia terhadap
Bahasa Indonesia, aku tergerak untuk membuat suatu program yang bisa berkontribusi
dalam meningkatkan minat siswa Australia untuk mempelajari Bahasa Indonesia.
Aku teringat
akan momen saat aku berkesempatan mengajar Bahasa Indonesia di Harristown State
High School, Queensland, pada 2015 lalu. Betapa para siswa terlihat terkejut
dan senang saat mereka mendapati kami, penutur Bahasa Indonesia asli, hadir di
kelas mereka. Mereka merasa pengalaman belajar Bahasa Indonesia mereka
benar-benar kontekstual, karena kehadiran kami di kelas mereka. Di kelas
tersebut, kami mengajarkan Bahasa Indonesia melalui pendekatan budaya. Banyak budaya
yang kami tunjukkan dan jelaskan kepada mereka. Di antaranya adalah tarian
tradisional, alat music, nyanyian tradisional, pakaian adat, dan lainnya. Kami juga
memperkenalkan kepada mereka berbagai informasi seputar tempat wisata, adat
istiadat, kuliner nusantara, dan beraneka ragam hal yang menjadi ciri khas Indonesia.
Satu demi satu siswa berusaha membuat kalimat pertanyaan dalam Bahasa Indonesia,
dan menanyakannya kepada kami. Situasinya persis seperti ketika murid-muridku
kedatangan tamu dari negara luar di kelas Bahasa inggris mereka. Mereka begitu
antusias untuk berinteraksi dengan tamu tersebut, dan hal tersebut memacu
mereka untuk mempraktikkan Bahasa Asing.
Untuk tujuan
kedua, aku menyadari bahwa cross-cultural
understanding itu sangat penting. Di era globalisasi ini, pemahaman akan budaya
dan way of life antar warga negara sangatlah
penting. Dengan cross-cultural
understanding, kita bisa menyesuaikan diri dalam lingkungan pergaulan
internasional. Dengan begitu, kita bisa diterima dalam lingkungan pergaulan
internasional tersebut. Tentu ada banyak keuntungan ketika kita mendapatkan
penerimaan yang positif dalam kancah pergaulan internasional. Keuntungan tersebut
bisa tewujud dalam aspek ekonomi, social maupun politik. Hal tersebut lah yang
aku rasa perlu dibekalkan kepada para siswa Indonesia.
Berkaitan dengan
tujuan ketiga, aku berpikir bahwa sudah saatnya guru-guru di Indonesia memperluas
networking mereka dalam rangka meningkatkan
profesionalisme. Banyak insight yang
bisa guru-guru di Indonesia dapatkan dari para guru dari negara Australia. Begitu
juga sebaliknya. Isu-isu tentang pengelolaan kelas, pembelajaran, penanganan
kenakalan remaja, penanaman budi pekerti, dan memaksimalkan potensi siswa adalah
sekian di antara banyak isu penyelenggaraan Pendidikan yang cukup mainstream di
berbagai sekolah, baik Indonesia maupun Australia. Sharing best practice dan knowledge
antar guru dari sekolah-sekolah di Indonesia dan Australia akan memberikan mutual
benefit bagi para guru dari kedua negara tesebut.
Sejak 2017,
aku sudah menginisiasi adanya program mengundang tamu dari negara asing untuk
menjadi tutor siswa dalam belajar bahas inggris di sekolah tempat aku mengajar,
SMA N 1 Paninggaran. Sejauh ini, kami sudah kedatangan tutor dari jerman,
prancis, jepang, dan amerika serikat di kelas Bahasa inggris kami. Nampak jelas
bahwa para siswa sangat antusias untuk terlibat dalam belajar Bahasa inggris,
ketika mereka kedatangan tamu asing dari luar negeri. Meski hanya satu atau dua
pertemuan, namun pengalaman belajar Bahasa inggris dengan orang asing telah
meninggalkan kesan yang mendalam di benak para siswa. Hal tersebut diketahui
dari feedback yang mereka sampaikan
saat menjelang selesainya pelajaran.
Program sister schools ini akan memberikan banyak
manfaat mutualistis bagi sekolah-sekolah yang terlibat, baik dari Indonesia maupun
Australia. Harapanku, program ini akan sustainable,
dan terus berkembang memberikan dampak positif, baik bagi Indonesia maupun Australia.
Di mulai dari sister schools program antara SMA N 1 Paninggaran dengan Mark
Oliphant College (MOC), semoga program ini semakin berkembang dan terus
berkelanjutan. Aku yakin hal tersebut dapat terwujud. Inilah salah satu baktiku
kepada negeriku. Insya Alloh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar