Melewati sebulan
hidup di Australia, aku mendapati banuyak pelajaran hiudp yang berharga. Salah satu
pelajaran berharga tersebut adalah soal ketertiban masyarakatnya. Saat berada
di negara-negara maju dimana masyarakatnya tertib, aku seringkali terpancing
untuk melakukan perbandingan, antara negara tersebut dan negaraku. Dan,
kesimpulannya masih sama. Dalam banyak hal, mayarakat di negaraku maish pelru
belajar banyak dari negara-negara tersebut. Lantas pertanyaannya, apakah ketertiban
masyarakat di suatu negara selalu dipengaruhi oleh factor karakter masyarakatnya,
ataukah ada factor lain yang mendrong ketertiban?
Untuk
menjawab pertanyaan ini, aku ingin menyebutkan beberapa pengalaman ku tinggal di
tiga negara, Singapura, Jepang dan Australia. Dalam konteks tertib hiudp bersih,
misalnya. Di Singapura dan Jepang, tidak ada masyarakat yang membuangsampah
sembarangan. Bukan hanya warga local yang terpola karakternya untuk tertib dalam
membuang sampah sesuai dengan aturan yang berlaku di negara tersebut, namun
juga warga pendatang. Selain itu, di kedua negara tersebut, orang juga tidak melakukan
tindakan seperti merokok di tempat yang sembarangan. Bukan hanya warga local, warga
pendatang juga Nampak tertib mengikuti aturan. Di Australia, hamper bias dikatakan
sangat jarnag ditemui orang berkendara di jalanan dengan kecepatan yang
melebihi batas ketentuan aturan lalu lintas. Orang rela bersabar menjaga
kecepatan laju kendaraannya pada batas tertentu mengikuti sign yang terpasang
di pinggir-pinggir jalan. Bukan hanya warga Australia asli yang patuh dan
tertib dalam berkendara, melainkan juga pendatnag seperti aku juga ikut patuh dan
tertib dalam berkendara.
Apakah karakter
tertib tersebut merupakan karakter warisan leluhur? Apakah karakter tertib
masyarakat tersebut terbentuk karena DNA mereka sebagai warga masyarakat yang
tertib? Jawbaannya adalah tidak. Ada satu benang merah yang bias ditarik mengenai
factor munculnya ketertiban masyarakat di negara-negara tersebut. Faktornya adalah
aturan yang jelas, tegas, tanpa pandang bulu dan konsisten. Di singapura, orang
yang ketahuan merokok di tempat public akan langsung dedenda 500 dolar, tanpa
tawar. Di Australia, orang yang berkendara dengan kecepatan melebihi batas,
jika terekam oleh kamera cctv yang terpasang di berbagai sudut jalan raya, akan
ditilang dengan jumlah denda ratusan dollar. Sekalipun yang melanggar adalah
seorang pejabat, tetap akan mendapatkan perlakuan yang sama saat terbukti
melanggar peraturan lalu lintas. Tidak ada polisi yang datang untuk mengecek surat-surat
kelengkapan kendaraan dan memberikan surat tilang, karena system penilangan
dilakukan secara otomatis. Akan ada surat tilang yang dikirimkan ke alamat
rumah pemilik kendaraan. Surat tersebut disertai dengan bukti-bukti berupa dokumentasi
foto tercetak yang membuat mereka tidak bisa mengelak.
Sekarang mari
kita refleksi terhadap kondisi ketertiban di negeriku, Indonesia. Berbagai aturan
di negeriku memang dibuat oleh pemerintah. Berbagai aturan sanksi juga
diberlakukan. Namun, yang menjadi masalah adalah tentang supremasi aturan yang
masih buruk. Masih banyak kita temukan adanya ruang-ruang negosiasi dan kompromi
atas aturan yang ada. Contohnya, ada iring-iringan mobil mewah yang berhenti di
tengah jalan tol Andara yang tidak ditilang oleh pihak yang berwenang, dengan alasan
mereka bersikap kooperatif. Padahal mereka jelas-jelas melanggar peraturan. Ada
banyak warga masyarakat yang membuang stumpuk sampah ke sungai yang tidak
dikenai sanksi tegas. Aturan ada, namun ketegasan pemberlakuan sanksi tidak
ada. Itu lah yang membuat ketertiban di negeriku sulit terwujudkan.
Perilaku tidak
tertib orang-orang yang menjadi pemimpin di negeriku juga semakin melemahkan
semangat untuk hidup tertib di negeri ini. Melihat pejabat papan atas yang
berperilaku korup, tentu banyak orang yang akan tergoda untuk melakukan dialog
batin seperti “nda papa korupsi ah, asal tidak ketahuan. Mereka para atasan
juga pada korup kok, dan bebas dari dakwaan pula”.
Satu hal
lagi yang ingin aku sebutkan. Aku masih teringat betapa perdana Menteri Australia,
Scott Morrison, menunjukkan keteladanan dalam hal mematuhi protocol kesehatan. Dia
menghimbau warga Australia untuk tertib mematuhi protocol kesehatan. Dia sendiri
menunjukkan kepatuhan terhadap aturan tersebut dengan cara membatasi
aktivitas-aktivitas yang menciptakan kerumunan saat situasi pandemic di negara
tersebut sedang genting. Di negeriku, pemimpin justru menunjukkan perilaku
buruk penuh arogansi dengan melanggar aturan protocol kesehatan saat situasi pandemic
begitu genting. Mereka melakukan lawatan-lawatan ke berbagai daerah yang memicu
kerumunan. Perilaku melanggar aturan yang dilkaukan oleh pemimpin tersebut,
walau dijustifikasi oleh berbagai argumentasi, tetap membuat sebagian
masyarakat berpikir bahwa untuk apa mereka patuh terhadap peraturan, ketika
pemimpin mereka sendiri tidka menunjukkan perilaku mematuhi peraturan tersebut.
Dari uraian
dalam tulisan ini, bias kita simpulkan bahwa factor utama yang mendorong
perilaku tertib masyarakat adalah supremasi aturan dan keteladanan pemimpin. Semua
negara mempunyai potensi yang sama untuk memiliki warga yang tertib, asalkan dua
prasyarat dipenuhi, yaitu tegaknya aturan dan keteladanan para pemimpin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar