Senin, 24 Januari 2022

Mengapa Masyarakat Suatu Negara Tertib, Sementara yang Lainnya Tidak?

 

Melewati sebulan hidup di Australia, aku mendapati banuyak pelajaran hiudp yang berharga. Salah satu pelajaran berharga tersebut adalah soal ketertiban masyarakatnya. Saat berada di negara-negara maju dimana masyarakatnya tertib, aku seringkali terpancing untuk melakukan perbandingan, antara negara tersebut dan negaraku. Dan, kesimpulannya masih sama. Dalam banyak hal, mayarakat di negaraku maish pelru belajar banyak dari negara-negara tersebut. Lantas pertanyaannya, apakah ketertiban masyarakat di suatu negara selalu dipengaruhi oleh factor karakter masyarakatnya, ataukah ada factor lain yang mendrong ketertiban?

Untuk menjawab pertanyaan ini, aku ingin menyebutkan beberapa pengalaman ku tinggal di tiga negara, Singapura, Jepang dan Australia. Dalam konteks tertib hiudp bersih, misalnya. Di Singapura dan Jepang, tidak ada masyarakat yang membuangsampah sembarangan. Bukan hanya warga local yang terpola karakternya untuk tertib dalam membuang sampah sesuai dengan aturan yang berlaku di negara tersebut, namun juga warga pendatang. Selain itu, di kedua negara tersebut, orang juga tidak melakukan tindakan seperti merokok di tempat yang sembarangan. Bukan hanya warga local, warga pendatang juga Nampak tertib mengikuti aturan. Di Australia, hamper bias dikatakan sangat jarnag ditemui orang berkendara di jalanan dengan kecepatan yang melebihi batas ketentuan aturan lalu lintas. Orang rela bersabar menjaga kecepatan laju kendaraannya pada batas tertentu mengikuti sign yang terpasang di pinggir-pinggir jalan. Bukan hanya warga Australia asli yang patuh dan tertib dalam berkendara, melainkan juga pendatnag seperti aku juga ikut patuh dan tertib dalam berkendara.

Apakah karakter tertib tersebut merupakan karakter warisan leluhur? Apakah karakter tertib masyarakat tersebut terbentuk karena DNA mereka sebagai warga masyarakat yang tertib? Jawbaannya adalah tidak. Ada satu benang merah yang bias ditarik mengenai factor munculnya ketertiban masyarakat di negara-negara tersebut. Faktornya adalah aturan yang jelas, tegas, tanpa pandang bulu dan konsisten. Di singapura, orang yang ketahuan merokok di tempat public akan langsung dedenda 500 dolar, tanpa tawar. Di Australia, orang yang berkendara dengan kecepatan melebihi batas, jika terekam oleh kamera cctv yang terpasang di berbagai sudut jalan raya, akan ditilang dengan jumlah denda ratusan dollar. Sekalipun yang melanggar adalah seorang pejabat, tetap akan mendapatkan perlakuan yang sama saat terbukti melanggar peraturan lalu lintas. Tidak ada polisi yang datang untuk mengecek surat-surat kelengkapan kendaraan dan memberikan surat tilang, karena system penilangan dilakukan secara otomatis. Akan ada surat tilang yang dikirimkan ke alamat rumah pemilik kendaraan. Surat tersebut disertai dengan bukti-bukti berupa dokumentasi foto tercetak yang membuat mereka tidak bisa mengelak.

Sekarang mari kita refleksi terhadap kondisi ketertiban di negeriku, Indonesia. Berbagai aturan di negeriku memang dibuat oleh pemerintah. Berbagai aturan sanksi juga diberlakukan. Namun, yang menjadi masalah adalah tentang supremasi aturan yang masih buruk. Masih banyak kita temukan adanya ruang-ruang negosiasi dan kompromi atas aturan yang ada. Contohnya, ada iring-iringan mobil mewah yang berhenti di tengah jalan tol Andara yang tidak ditilang oleh pihak yang berwenang, dengan alasan mereka bersikap kooperatif. Padahal mereka jelas-jelas melanggar peraturan. Ada banyak warga masyarakat yang membuang stumpuk sampah ke sungai yang tidak dikenai sanksi tegas. Aturan ada, namun ketegasan pemberlakuan sanksi tidak ada. Itu lah yang membuat ketertiban di negeriku sulit terwujudkan.

Perilaku tidak tertib orang-orang yang menjadi pemimpin di negeriku juga semakin melemahkan semangat untuk hidup tertib di negeri ini. Melihat pejabat papan atas yang berperilaku korup, tentu banyak orang yang akan tergoda untuk melakukan dialog batin seperti “nda papa korupsi ah, asal tidak ketahuan. Mereka para atasan juga pada korup kok, dan bebas dari dakwaan pula”.

Satu hal lagi yang ingin aku sebutkan. Aku masih teringat betapa perdana Menteri Australia, Scott Morrison, menunjukkan keteladanan dalam hal mematuhi protocol kesehatan. Dia menghimbau warga Australia untuk tertib mematuhi protocol kesehatan. Dia sendiri menunjukkan kepatuhan terhadap aturan tersebut dengan cara membatasi aktivitas-aktivitas yang menciptakan kerumunan saat situasi pandemic di negara tersebut sedang genting. Di negeriku, pemimpin justru menunjukkan perilaku buruk penuh arogansi dengan melanggar aturan protocol kesehatan saat situasi pandemic begitu genting. Mereka melakukan lawatan-lawatan ke berbagai daerah yang memicu kerumunan. Perilaku melanggar aturan yang dilkaukan oleh pemimpin tersebut, walau dijustifikasi oleh berbagai argumentasi, tetap membuat sebagian masyarakat berpikir bahwa untuk apa mereka patuh terhadap peraturan, ketika pemimpin mereka sendiri tidka menunjukkan perilaku mematuhi peraturan tersebut.

Dari uraian dalam tulisan ini, bias kita simpulkan bahwa factor utama yang mendorong perilaku tertib masyarakat adalah supremasi aturan dan keteladanan pemimpin. Semua negara mempunyai potensi yang sama untuk memiliki warga yang tertib, asalkan dua prasyarat dipenuhi, yaitu tegaknya aturan dan keteladanan para pemimpin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar