Tergabung
dalam sebuah whatsapp group (WAG) tenaga
kependidikan di sekolah tempat aku mengajar, aku mengamati banyak hal. Salah satu
yang aku amati adalah tentang jenis topik diskusi dalam forum tersebut. WAG
tersebut memang diciptakan sebagai wadah untuk komunikasi secara online antar
tenaga kependidikan di sekolah, seperti guru, kepsek, librarian, maupun tenaga
administrasi sekolah. Dengan WAG tersebut, banyak hal yang bisa dibahas tanpa kendala
tempat. Namun, ada satu hal yang menjadi catatanku, yaitu tipe topik
komunikasi/musyawarah yang umumnya muncul dalam diskusi-diskusi di grup
tersebut.
Sekian
tahun berada di grup tersebut, aku mendapatkan keismpulan bahwa topik bahasan
yang jadi perbincangan didominasi oleh hal-hal yang bersifat formalitas. Hal-hal
menyangkut urusan kepegawaian, laporan akademik siswa, pengumuman upacara,
rapat dinas, pengurusan angka kredit guru, ujian akhir semester, dan topik
formal sejenisnya menjadi topik yang mainstream. Grup tersebut juga sering membahas tentang urusan yang
berkaitan dengan event-event sekolah maupun organisasi pegawai sekolah seperti
dies natalis, arisan keluarga besar sekolah, kondangan Bersama, dan lainnya. Sesekali, muncul topik tentang joke-joke yang cukup mengundang respon banyak anggota
grup. Bukan salah, dan memang tidak ada yang salah dalam grup tersebut. Namun,
selayaknya sebuah grup yang terdiri dari pada stakeholder di lingkungan
sekolah, perlu lah sekiranya topik pembahasannya adalah seputar pengembangan
profesionalisme guru, pembahasan isu-isu terkini dan teraktual seputar Pendidikan,
wellbeing siswa, visi sekolah serta topik-topik yang berkaitan dengan peningkatan
kualitas pembelajaran di sekolah.
Menyadari
kurang lekatnya nuansa ilmiah grup tersebut, beberapa kali aku memancing
diskusi di grup, dengan membagikan tautan berita atau artikel actual seputar Pendidikan.
Aku juga sering membagikan artikel yang aku tulis di blog, dengan harapan hal
tersebut bisa memantik diskusi ilmiah. Namun seringkali aku gagal. Respon anggota
grup untuk membahas topik-topik ilmiah sangat rendah. Adapun yang merespon
kadang tidak menunjukkan keseriusan, malah merespon dengan candaan yang cukup
ampuh mendistraksi keseriusan diskusi.
Mungkin
ada yang khusnudzon, bahwa barangkali diskusi ilmiahnya diselenggarakan saat
ada rapat offline. Dan jawabanya adalah tidak. Rapat-rapat offline biasanya membahas topik seputar hal-hal yang berkaitan
dengan administrasi pembelajaran atau kepegawaian. Lantas dimana ruang-ruang
diskusi tentang pengembangan profesionalisme guru, layanan siswa, serta visi
misi sekolah dimunculkan? Belum ada.
Sebenarnya,
ini merupakan salah satu bagian pokok kerja dari kepemimpinan di sekolah, terutama
kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah memiliki posisi strategis untuk mengorkestrasi
segala elemen warga sekolah untuk mewujudkan sekolah unggul yang berorientasi
pada unggulnya kualitas lulusan (siswa). Kepala sekolah bukanlah seorang kurir
yang tugas utamanya hanya menyampaikan pesan dari atasan kepada bawahan mereka. Pekerjaan sekolah
bukan semata tentang menyosialisasikan aturan-aturan pemerintah kepada warga
sekolah. Tugas kepala sekolah bukan semata tentang menjalankan good management
and administration, melainkan good leadership.
Andy Hargreaves
dalam bukunya Leading
from the Middle: New Strategies for Educational Change Paperback menyebutkan bahwa posisi terbaik kepemimpinan Pendidikan di
sekolah adalah leading in the middle. Kepala sekolah bukanlah pucuk pimpinan
tertinggi hierarki struktur organisasi penyelenggara Pendidikan formal. Di atasnya
masih ada kepala dinas, ada gubernur, ada menteri Pendidikan dan kebudayaan,
dan ada presiden. Kepala sekolah memerankan dua posisi sekaligus di waktu yang
sama, yaitu sebagai atasan dan juga bawahan. Sebagai bawahan, mereka memiliki
tugas untuk menjembatani pelaksanaan aturan atau kebijakan yang sifatnya top-down.
Sebagai atasan, mereka memiliki ruang untuk berkreasi, berinovasi dan berimprovisasi
dengan tujuan terwujudnya sebesar-besarnya layanan maksimal dalam penyelenggaraan
Pendidikan bagi para siswa. Itu lah substansi dari konsep Leading in the middle, yang menurut Andy Hargreaves layak untuk
dipraktikkan oleh para kepala sekolah.
Banyak
ruang yang bisa dieksplor oleh kepala sekolah. Pertama, membumikan literasi
agar tidak hanya berhenti sebagai slogan dan aktivitas formal semata, melainkan
menjadi budaya di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Kedua,
penyelenggaraan program-program pengembangan profesionalitas guru melalui
berbagai kegiatan seperti lesson study
antar kelompok guru mata pelajaran, workshop, maupun seminar yang dilakukan
secara sistematis. Ketiga, mengarahkan para siswa untuk memiliki visi yang
jelas. Sehingga, tiga tahun mereka berada di sekolah, mereka benar-benar melakukan
proses yang mengarahkan mereka untuk meraih visi tersebut. Masih banyak siswa yang
menjalani aktivitas sekolah tanpa visi jelas. Sehingga mereka hanya
menjalaninya sebagai rutinitas semata. Akibatnya, mereka gagap tentang apa yang
mustinya mereka lakukan saat lulus. Keempat, merangkul orang tua siswa dan berbagai
elemen masyarakat untuk mendukung terwujudnya visi Pendidikan sekolah secara
umum, maupun visi siswa secara khusus.
Siswa di
jaman sekarang akan menghadapi tantangan yang berbeda dari siswa jaman dahulu. Orientasi
mereka juga berbeda. Bahkan cita-cita mereka juga kemungkinan lebih beragam
dairpada siswa dahulu. Sekolah perlu memastikan bahwa kebutuhan siswa untuk
meraih masa depan gemilang benar-benar didukung oleh berbagai pihak secara
sistematis. Misalnya, siswa sekarang banyak yang ingin menjadi seorang
youtuber, programmer, dropshipper, online marketer, sociopreneur, freelance
writer, copywriter, videographer, digital marketer, peneliti, digital farmer, professional
gamer, dan sebagainya. Sekolah harus tahu tentang kecenderungan minat para
siswa tersebut. Dengan mengetahui berbagai minat siswa, maka program-program
yang mengakomodasi minat siswa diselenggarakan dengan efektif. Kegiatan-kegiatan
ekstrakurikuler ditumbuhkan dan disesuaikan dengan bakat dan minat siswa tanpa
pembatasan. Dengan begitu, kualitas layanan Pendidikan yang berdampak pada
kehidupan siswa benar-benar terwujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar