Rabu, 26 Januari 2022

Leading in the middle: Rooms for creativity and innovation in school leadership

 

Tergabung dalam sebuah whatsapp group (WAG) tenaga kependidikan di sekolah tempat aku mengajar, aku mengamati banyak hal. Salah satu yang aku amati adalah tentang jenis topik diskusi dalam forum tersebut. WAG tersebut memang diciptakan sebagai wadah untuk komunikasi secara online antar tenaga kependidikan di sekolah, seperti guru, kepsek, librarian, maupun tenaga administrasi sekolah. Dengan WAG tersebut, banyak hal yang bisa dibahas tanpa kendala tempat. Namun, ada satu hal yang menjadi catatanku, yaitu tipe topik komunikasi/musyawarah yang umumnya muncul dalam diskusi-diskusi di grup tersebut.

Sekian tahun berada di grup tersebut, aku mendapatkan keismpulan bahwa topik bahasan yang jadi perbincangan didominasi oleh hal-hal yang bersifat formalitas. Hal-hal menyangkut urusan kepegawaian, laporan akademik siswa, pengumuman upacara, rapat dinas, pengurusan angka kredit guru, ujian akhir semester, dan topik formal sejenisnya menjadi topik yang mainstream. Grup tersebut juga sering membahas tentang urusan yang berkaitan dengan event-event sekolah maupun organisasi pegawai sekolah seperti dies natalis, arisan keluarga besar sekolah, kondangan Bersama, dan lainnya. Sesekali, muncul topik tentang joke-joke yang cukup mengundang respon banyak anggota grup. Bukan salah, dan memang tidak ada yang salah dalam grup tersebut. Namun, selayaknya sebuah grup yang terdiri dari pada stakeholder di lingkungan sekolah, perlu lah sekiranya topik pembahasannya adalah seputar pengembangan profesionalisme guru, pembahasan isu-isu terkini dan teraktual seputar Pendidikan, wellbeing siswa, visi sekolah serta topik-topik yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.

Menyadari kurang lekatnya nuansa ilmiah grup tersebut, beberapa kali aku memancing diskusi di grup, dengan membagikan tautan berita atau artikel actual seputar Pendidikan. Aku juga sering membagikan artikel yang aku tulis di blog, dengan harapan hal tersebut bisa memantik diskusi ilmiah. Namun seringkali aku gagal. Respon anggota grup untuk membahas topik-topik ilmiah sangat rendah. Adapun yang merespon kadang tidak menunjukkan keseriusan, malah merespon dengan candaan yang cukup ampuh mendistraksi keseriusan diskusi.

Mungkin ada yang khusnudzon, bahwa barangkali diskusi ilmiahnya diselenggarakan saat ada rapat offline. Dan jawabanya adalah tidak. Rapat-rapat offline biasanya membahas topik seputar hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pembelajaran atau kepegawaian. Lantas dimana ruang-ruang diskusi tentang pengembangan profesionalisme guru, layanan siswa, serta visi misi sekolah dimunculkan? Belum ada.

Sebenarnya, ini merupakan salah satu bagian pokok kerja dari kepemimpinan di sekolah, terutama kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah memiliki posisi strategis untuk mengorkestrasi segala elemen warga sekolah untuk mewujudkan sekolah unggul yang berorientasi pada unggulnya kualitas lulusan (siswa). Kepala sekolah bukanlah seorang kurir yang tugas utamanya hanya menyampaikan pesan dari atasan kepada bawahan mereka. Pekerjaan sekolah bukan semata tentang menyosialisasikan aturan-aturan pemerintah kepada warga sekolah. Tugas kepala sekolah bukan semata tentang menjalankan good management and administration, melainkan good leadership.

Andy Hargreaves dalam bukunya Leading from the Middle: New Strategies for Educational Change Paperback menyebutkan bahwa posisi terbaik kepemimpinan Pendidikan di sekolah adalah leading in the middle. Kepala sekolah bukanlah pucuk pimpinan tertinggi hierarki struktur organisasi penyelenggara Pendidikan formal. Di atasnya masih ada kepala dinas, ada gubernur, ada menteri Pendidikan dan kebudayaan, dan ada presiden. Kepala sekolah memerankan dua posisi sekaligus di waktu yang sama, yaitu sebagai atasan dan juga bawahan. Sebagai bawahan, mereka memiliki tugas untuk menjembatani pelaksanaan aturan atau kebijakan yang sifatnya top-down. Sebagai atasan, mereka memiliki ruang untuk berkreasi, berinovasi dan berimprovisasi dengan tujuan terwujudnya sebesar-besarnya layanan maksimal dalam penyelenggaraan Pendidikan bagi para siswa. Itu lah substansi dari konsep Leading in the middle, yang menurut Andy Hargreaves layak untuk dipraktikkan oleh para kepala sekolah.

Banyak ruang yang bisa dieksplor oleh kepala sekolah. Pertama, membumikan literasi agar tidak hanya berhenti sebagai slogan dan aktivitas formal semata, melainkan menjadi budaya di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Kedua, penyelenggaraan program-program pengembangan profesionalitas guru melalui berbagai kegiatan seperti lesson study antar kelompok guru mata pelajaran, workshop, maupun seminar yang dilakukan secara sistematis. Ketiga, mengarahkan para siswa untuk memiliki visi yang jelas. Sehingga, tiga tahun mereka berada di sekolah, mereka benar-benar melakukan proses yang mengarahkan mereka untuk meraih visi tersebut. Masih banyak siswa yang menjalani aktivitas sekolah tanpa visi jelas. Sehingga mereka hanya menjalaninya sebagai rutinitas semata. Akibatnya, mereka gagap tentang apa yang mustinya mereka lakukan saat lulus. Keempat, merangkul orang tua siswa dan berbagai elemen masyarakat untuk mendukung terwujudnya visi Pendidikan sekolah secara umum, maupun visi siswa secara khusus.

Siswa di jaman sekarang akan menghadapi tantangan yang berbeda dari siswa jaman dahulu. Orientasi mereka juga berbeda. Bahkan cita-cita mereka juga kemungkinan lebih beragam dairpada siswa dahulu. Sekolah perlu memastikan bahwa kebutuhan siswa untuk meraih masa depan gemilang benar-benar didukung oleh berbagai pihak secara sistematis. Misalnya, siswa sekarang banyak yang ingin menjadi seorang youtuber, programmer, dropshipper, online marketer, sociopreneur, freelance writer, copywriter, videographer, digital marketer, peneliti, digital farmer, professional gamer, dan sebagainya. Sekolah harus tahu tentang kecenderungan minat para siswa tersebut. Dengan mengetahui berbagai minat siswa, maka program-program yang mengakomodasi minat siswa diselenggarakan dengan efektif. Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler ditumbuhkan dan disesuaikan dengan bakat dan minat siswa tanpa pembatasan. Dengan begitu, kualitas layanan Pendidikan yang berdampak pada kehidupan siswa benar-benar terwujud.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar