Minggu, 30 Oktober 2016

KARENA HIDUP HANYA SEKALI



Hidup di dunia hanya sekali. Itu suah tak terbantahkan. Mau pake logika apapun, pake ilmu apapun, hidup kita pasti akan mengalami ending. Semua orang boleh punya berbagai pandangan mengenai ‘kemungkinan’ hakikat hidup. Mungkin ada yang yakin bahwa reinkarnasi itu ada. Boleh-boleh saja, asal siap saja dengan segala konsekuensi dengan apa yang diyakini. Aku sendiri meyakini bahwa hidup di dunia hanya satu kali. Tak ada reinkarnasi. Yang jelas, dari semua keyakinan yang ada, ada satu persamaan. Yaitu, bahwa hidup yang kita alami ini akan mengalami fase ‘berakhir'. Sudah terbukti bahwa tak ada orang yang hidup abadi. Itu sahih. Namun, tulisan ini bukan untuk mengulas tentang beragam keyakinan tersebut. Aku tak tertarik dengan itu. Yang ingin aku bahas dalam tulisan ini adalah bagaimana sebaiknya kita menjalani hidup yang merupakan karunia besar ini.

Pikiranku pernah tersentil oleh kalimat yang dilontarkan oleh seorang sahabat. ‘’Dahlan, apa iya kamu mau seumur hidup memiliki rutinitas monoton, dan tinggal di sepojok tempat doank?’’ Tentu kalimat tersebut merupakan pertanyaan retoris. Kawanku tersebut mencoba memberikan pandangan bahwa hidup ini harus berwarna, tak dijalani secara monoton. Kebetulan kawanku itu adalah seorang cewek yang benar-benar memiliki karakter mandiri, kreatif, cerdas, dan cenderung berpikir out of the box. Ketika teman-teman sebayanya yang mengambil jurusan yang sama di perguruan tinggi dimana dia kuliah berpikir bagaimana mendapatkan pekerjaan mapan dan hiup mapan, dia justru berpikir bagaimana agar bisa hidup bebas, mandiri, dan melakukan hal-al yang disukai tanpa ada batasan apapun. Pilihannya jatuh pada menggarap bisnis biro wisata dengan produk trip ke Bali dan Jawa. Sebelum dia memulai bisnis tersebut, dia bekerja di sebuah biro pariwisata di Bali dengan tujuan untuk mempelajari seluk beluk bisnis pariwisata, untuk kemudian dia gunakan ilmunya ketika dia menjalankan bisnis tersebut secara mandiri di kemudian hari. Dia suka berkelana mengunjungi beberapa tempat di berbagai belahan dunia. Kemampuan bahasa asing serta kecakapannya dalam bergaul memudahkannya untuk berkeliling dunia. Dari kalimat yang dia lontarkan, pikiranku mulai liar bervisualisasi mendambakan kehidupan penuh warna dan kebermanfaatan.

Posisiku sebagai seorang pegawai negeri yang memiliki keterikatan terhadap segala aturan kerjaan rasa-rasanya tak memungkinkanku untuk mewujudkan hidup yang penuh warna, bebas, sebebas pikiran membayangkan. Namun, selalu saja ada cara, ternyata, jika manusia benar-benar menghendaki sesuatu. Menjadi guru memang cita-citaku sejak kecil. Aku menikmati mengajar, berinteraksi dengan siswa. Namun di sisi lain, aku merasa butuh peran lebih dalam hidup. Peran yang benar-benar penuh warna, jauh dari kemonotonan. Aku ingin hidupku penuh warna, penuh kreativitas, penuh karya, penuh manfaat, penuh kenangan, penuh pengalaman, dan segala gala gala galanya. 

Menjadi seorang pekerja yang terikat aturan, aku membayangkan alur kehidupan yang bakal aku lalui. Terlihat jelas dalam pikiran bagaimana arah kehidupanku, sejelas melihat alur cerita sebuah film. Ah..rasanya kurang menarik kalo menonton suatu film tapi sudah tau alur yang pasti. Tak ada surprise. Begitulah gumamku, dalam menilai posisiku. 

Ahh..sorry. Rasanya kok jadi curhat urusan pribadi. Padahal tulisan ini kan berupaya memposisikan diri sebagai pihak yang setara dengan pembaca. Sorry! Oke lah. Mari kembali ke jalur yang benar. Begini, bagaimana cara kita mengarahkan hidup? 

‘’Loh, emang hidup harus diarahkan bagaimana lagi? Emang kita bisa merekayasa hidup kita? Bukankah hidup ini sudah ada yang mengatur, kemudian kita hanya menjalaninya saja?’’ 

Hehehe…Hidup memang dikendalikan sama Ssang Pencipta. Namun Dia memberi kita keleluasaan untuk mengarahkannya sesuai dengan kehendak kita. Bukankah begitu,kisanak? (Kok jadi mbahas hal2 relijius gini sih?) haha… 

Aku teringt dengan pesan Steve Jobs, sang pendiri perusahaan APPLE. Salah satu hal yang mendorong dia untuk berkarya dan melakukan hal-hal besar adalah kesadaran bahwa suatu hari dia pasti akan mati. Ketika mati, terputuslah manusia dengan segala urusan dunianya. Maka, dia bersikap nothing to lose terhadap segala resiko kegagalan apapun yang dia alami ketika berproses untuk berkarya besar dan menjalani hidup penuh warna. Mustinya begitu juga prinsip kita dalam menjalani hidup. 



Lantas, bagaimana menjalani hidup? 
Nah, kali ini bahasannya aku banget. Ini bukan untuk menggurui, namun sekedar berbagi referensi. 
  1. Dunia ini luas, jelajahilah untuk melihat keindahannya.
Gambar: https://s-media-cache-ak0.pinimg.com
Coba bayangkan, kita lahir, tumbuh besar dan dewasa, lalu meninggal. Dalam proses menjalani hidupnya yang dilakukan itu-itu saja. Apa menariknya? hahaha… Dunia ini tercipta penuh keragaman dan keindahan. Kita bakal terkejut ketika mendapati hal-hal baru di belahan dunia lain. Itu seru, tau! Memang sih susah dibayangkan kalo belum tau. Hanya orang yang pernah menjelajah negara-negara luar yang bisa merasakan serunya berkelana. Bahasa innocentnya, jelajahi dulu dunia sebelum mati (padahal jadwal kematian kan tak ada yang tau, selain Tuhan Sang Pencipta). Merasakan pengalaman hidup di luar bakal memberi kesan yang dalam, dan bisa membuka pikiran. Tak berlebihan bahwa di tempat lain kita bisa menemukan hal-hal yang mind-blowing. 

Berkelana ke dunia luar juga bagus untuk mengasah karakter. Setidaknya, pengalaman menemui keberagaman menjadikan kita lebih bersikap toleran, menghargai dan memahami orang lain. 

2. Milikilah harapan yang besar, dan beranikan diri untuk mewujudkannya

Orang seringkali takut dengan resiko yang kemungkinan muncul dalam proses mewujudkan impian. Hal tersebut terjadi lantaran orang banyak yang terfokus membayangkan resiko, ketimbang membayangkan reward yang bakal mereka petik ketika memberanikan diri mewujudkan hal-hal besar. Nothing to lose aja sih napa!? Hidup kan hanya sekali. Nanti keburu nyesel loh kalo di masa-masa akhir hidup baru menyadari betapa bodohnya diri kita yang tak berani mengambil resiko untuk mewujudkan hal-hal besar yang diinginkan. 

3. Berderma lah yang banyak

Hidup butuh penyeimbang. Berderma adalah cara untuk menyeimbangkan hidup. Kita mungkin memiliki banyak uang. Dengannya kita mampu mewujudkan apa yang kita inginkan. Membeli rumah mewah. Membeli kendaraan mewah. Melakukan Traveling ke luar negeri. Namun, tanpa sikap dermawan, akan terasa hedonis sekali hidup kita. Boleh lah menikmati hidup secara maksimal. Namun, berdermalah untuk menyeimbangkannya. Saya kadang menganggap derma sebagai pajak yang harus saya bayarkan atas kehidupan yang saya miliki. Ada rasa bersalah yang cukup dalam, ketika menghabiskan banyak uang untuk kesenangan dunia, sementara berderma saja sedikit sekali.

4. Spending money on experiences, not on things

Kalimat di atas cukup terkenal. Saya pertama kali menemukan kalimat tersebut di sebuah grup backpacker di situs media sosial. Barangkali, kata-kata tersebut sudah dijadikan prinsip oleh sebagian besar merekayang suka backpacking. Belanjakan uangmu untuk pengalaman berharga, bukan untuk membeli benda-benda. Ada banyak orang yang memiliki uang berlimpah. Mereka menghabiskannya untuk membeli benda-benda yang bisa menunjukkan status sosial mereka. Namun mereka kurang memiliki hasrat untuk memiliki pengalaman baru, berpetualang, dan melakkan hal-hal baru. barangkali tak terbertis dalam pikiran mereka untuk melakukan hal demikian. Kenikmatan berpetualang memang hanya dirasakan dan dipahami oleh mereka yang suka berpetualang dan mencoba melakukan hal-hal baru yang dapat menambah pengalaman mereka. Saya sendiri memiliki daftar keinginan yang ingin saya wujudkan selama hidup. Di antaranya ada tempat-tempat yang ingin saya kunjungi, hal-hal yang ingin saya lakukan, peran apa saja yang ingi saya lakonkan, dan sebagainya. Ha tersebut dalam rangka mengisi hidup saya yang hanya berlangsung satu kali ini. Pengalaman yang banyak, bervariasi dan sarat makna, akan menjadi penghias hidup yang saya jalani.

5. Better having little but constant improvement than no at all

Carol Dweck, seorang ahli psikologi memperkenalkan istilah growth mindset dan fixed mindset. Orang-orang yang memiliki orientasi untuk selalu bertumbuh memiliki growth mindset. Sementara orang yang berpuas diri dengan kondisi status quo serta tak meyakini bahwa segala sesuatu bisa dirubah termasuk golongan fixed mindset. Jadilah orang yang memiliki growth mindset. Investasikan uang yang dimiliki untuk terus belajar meningkatkan kapasitas dan kompetensi diri. Alokasikan uang yang kita miliki untuk memberi nutrisi ''leher ke atas''. Berusaha untuk selalu belajar dan memperbaiki diri akan menjadikan kita pribadi yang selalu uptodate. Sementara berpuas diri dengan keadaan yang sudah ada, dan tak beranjak untuk berubah sama sekali, lambat laun akan menjadikan kita tertinggal oleh perkembangan zaman.

Perkembangan teknologi memudahkan kita untuk terus belajar tanpa terikat waktu dan tempat. Kita bisa mengakses bacaan-bacaan penuh manfaat yang tersedia secara online. Teruslah belajar. Bukan agar menjadi orang pintar, melainkan agar menjadi orang yang senantiasa selalu uptodate dengan perkembangan dan tantangan zaman.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar