Jumat, 21 Oktober 2016

KEDISIPLINAN = PENGEKANGAN?




Siapapun yang pernah mengenyam pendidikan formal, pasti pernah mengalami keterikatan terhadap peraturan. Pendidikan formal seperti sekolah biasanya memang menetapkan berbagai aturan. Di sekolah, ada peraturan mengenai gaya rambut, tata busana, kehadiran, ketepatan waktu dalam melakukan suatu tugas akademik maupun non akademik tertentu, perilaku warga sekolah, dan peraturan-peraturan lainnya. Karena peraturan tersebut bersifat mengikat, mutlak dilaksanakan, maka pada umumnya warga sekolah tunduk pada peraturan tersebut. Namun, tk jarang ada warga sekolah (umumnya siswa) yang mengekspresikan sikap ketidaksetujuannya terhadap peraturan tersebut. Banyak pula yang setuju terhadap peraturan, namun tetap melanggar. 

Pendidikan adalah tentang mengelola manusia. Pendidikan memiliki harapan untuk terciptanya perubahan ke arah positif pada peserta didik. Untuk merubah manusia, maka hal penting yang harus disentuh adalah hati dan pikiran, karena pada umumnya manusia melandaskan tindakan mereka pada titah hati dan pikiran. Peraturan yang diberlakukan tanpa ada upaya pemberian pemahaman kepada semua pihak yang terikat dalam peraturan tersebut hanya akan melahirkan ‘perasaan diperbudak’. Ketika semua pihak yang terikat terhadap peraturan tersebut tak benar-memahami kenapa peraturan ada, maka muncul lah para pelanggar peraturan. 

Mari kita membahas soal kedisiplinan. Banyak sekolah yang memberlakuan aturan kedisiplinan selayaknya sebuah hal klise tanpa perlu penjelasan panjang lebar.  Peraturan kedisiplinan dibuat dan langsung diberlakukan tanpa ada penjelasan mengenai alasan filosofisnya kepada semua warga sekolah yang terikat aturan tersebut. Pihak pembuat peraturan semestinya memberi pemahaman kepada semua pihak mengenai alasan mengapa peraturan kedisiplinan tersebut diberlakukan. Kata ‘disiplin’ begitu akrab di telinga banyak orang. Namun, kalau mau jujur, sebenarnya banyak orang yang tidak begitu paham tentang apa arti penting kedisiplinan terhadap kehidupan mereka. Mengapa mereka perlu membiasakan hidup disiplin. Karena tak ada pemahaman memadai, maka ada persepsi negatif bahwa aturan kedisiplinan berarti ‘’pengekangan’’. Singkatnya, semua pihak yang terikat oleh peraturan perlu memperoleh pemahaman secara detil mengenai alasan diberlakukannya aturan tersebut. 

Ada sebuah cerita menarik. Sebuah sekolah memberlakukan aturan ditariknya uang dari semua siswa secara rutin setiap hari untuk didonasikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Uang yang terkumpul tersebut diatur oleh sebuah tim, kemudian disalurkan secara tepat kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Tak ada ketentuan tentang jumlah yang siswa harus donasikan, namun program tersebut dilakukan setiap hari. Sebenarnya ada kesan yang tak lazim dari aturan tersebut. Kegiatan amal biasanya merupakan ranah pribadi yang tak terikat oleh frekuensi, jumlah besaran, maupun aturan tertentu. Namun, seluruh siswa secara sukarela mendonasikan sejumlah uang tersebut setiap hari. Tak ada protes dari mereka, maupun orang tua mereka. Ternyata, pihak pembuat aturan tersebut memberikan penjelasan kepada seluruh siswa bahwa program tersebut dimaksudkan untuk membentuk karakter dermawan. Namun, kenapa harus dilakukan setiap hari? Itulah upaya yang dilakukan pihak manajemen sekolah untuk mengaplikasikan sebuah prinsip yang diajarkan sebuah kitab suci yaitu ‘berdermalah baik di saat lapang maupun sempit’’. Artinya siswa dibiasakan untuk berderma dalam kondisi apapun. Kebetulan, sekolah tersebut merupakan sebuah sekolah di bawah naungan yayasan keagamaan. Para siswa meyakini (setelah dipahamkan) bahwa program pembiasaan berderma tersebut akan membentuk kepribadian dermawan. Sehingga, mereka dengan sungguh-sungguh menyisihkan sekian prosentase dari jajan uang harian yang mereka miliki untuk didermakan. Inilah contoh suksesnya pemberlakuan peraturan secara humanis.


Pemberlakuan suatu aturan kedisiplinan adalh hal penting. Namun menjelaskan tentang alasan pentingnya aturan kedisiplinan tersebut juga sangat penting, agar tercipta kesadaran, dan agar terhindar dari adanya kesan ‘pengekangan’. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar