Senin, 03 Oktober 2016

Guru Bahasa Inggris, Takut Berbahasa Inggris?

Banyak guru bahasa Inggris yang gamang untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris, terutama di Indonesia, dimana Bahasa Inggris merupakan bahasa Asing.
Kegamangan tersebut biasanya berawal dari kekhawatiran untuk salah berbicara, baik salah dalam hal tata bahasa, pemilihan kata, pengucapan, maupun kesesuaian antara kalimat yang diucapkan dengan konteks budaya tempat bahasa Inggris berasal. 
Dalam diri mereka seolah terpatri sebuah pemikiran bahwa betapa memalukan kalau mereka sebagai guru bahasa Inggris ketahuan salah dalam berbahasa.
Rasa gengsi inilah yang menjadikan mereka enggan untuk melakukan praktik berbahasa Inggris. 
Sayangnya, rasa khawatir akan malu tersebut tidak lantas menjadikan mereka semakin belajar banyak dan memperbaiki diri secara konsisten dan berkelanjutan, melainkan berdiam diri tak berbuat banyak hal.
Bahkan untuk belajar dan memperbaiki kemampuan diri pun mereka takut.
Akibatnya, banyak kelas bahasa Inggris diajarkan dengan bahasa pengantar yang bukan bahasa Inggris.
Ketika demikian yang terjadi, maka tentunya peserta didik akan terdemotivasi untuk mempraktikkan komunikasi berbahasa Inggris, karena mereka merasa tak ada role model. 
Banyak forum-forum diskusi ilmiah berkaitan dengan bahasa Inggris dimana para pesertanya tak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya.
Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), misalnya.
Pernah suatu ketika saya mewacanakan untuk menggunakan Bahasa Inggris sebagai Bahasa pengantar di forum MGMP Bahasa Inggris.
Respon mereka yang saya ajak diskusi secara personal ternyata tidak positif.
Sebagian ada yang terang-terangan menilai bahwa saya hanya berniat untuk 'show off' kemampuan berbahasa Inggris saya.
Sebagian menolak dengan alasan malu karena merasa 'pronunciation' mereka tak bagus.
Akhirnya, wacana tersebut tinggal lah wacana.
Saya kalah dengan keadaan.
Padahal niatan saya adalah bahwa hal tersebut merupakan upaya untuk mengasah kecakapan berkomunikasi teman-teman guru bahasa Inggris.
Setidaknya, ini merupakan bagian dari prinsip 'Long life learning' yang semestinya dilakukan oleh para guru.
Unek-unek dalam tulisan ini tak bermaksud mengunggulkan diri saya pribadi sebagai guru bahasa Inggris yang selalu berusaha konsisten untuk berkomunikasi dalam Bahasa Inggris di setiap kelas bahasa Inggris yang saya ampu.
Kadang ingin memotivasi dan menularkan energi positif (baca: menyadarkan) untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris pada kolega guru pengampu Bahasa Inggris.
Namun hal tersebut merupakan hal cukup sensitif. Setidaknya itu yang saya simpulkan dari pengalaman yang pernah dilakukan.
Penting bagi para guru Bahasa Inggris untuk menyadari bahwa mereka selayaknya menunjukkan toleransi terhadap kesalahan dalam praktik berbahasa Inggris kepada peserta didik.
Caranya adalah dengan menunjukkan toleransi pada diri sendiri akan kesalahan yang mereka sendiri lakukan dalam berbahasa Inggris. 
Kita sudah terlanjur hidup di lingkungan yang menjadikan kesalahan sebagai bahan tertawaan.
Peserta didik takut untuk unjuk penampilan di depan kelas karena takut ditertawakan.
Mereka juga takut untuk bertanya, karena takut salah bicara dan menjadi bahan tertawaan.
Kita belum mampu menciptakan budaya mengapresiasi segala upaya orang lain dengan menunjukkan empati ketika mereka melakukan kekeliruan dalam proses yang mereka lakukan.


Dalam setiap proses belajar, pasti ada kekurangan,kelemahan, dan kesalahan.
Jika guru-guru bahasa Inggris menyadai hal tersebut, maka semestinya tak ada rasa gengsi untuk praktik berkomunikasi dalam Bahasa Inggris, bahasa yang mereka ajarkan kepada anak didik mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar