Senin, 07 November 2016

Melihat aksi 4 November dari Jepang



Berita 4 november kemarin muncul di salah satu stasiun TV jepang.
Namun kenapa yang muncul adalah tragedi malamnya pas terjadi kerusuhan?
.
.
Cerita2 humanis seperti pasukan kebersihan yang mengumpulkan sampah, menyapu bagian jalan yang dilalui peserta aksi, tertibnya peserta aksi, anggota FPI yang ditempatkan di depan barikade polisi untuk mengawal polisi, serta seruan komando aksi yang menghimbau jutaan manusia untuk tak terpancing provokasi, keikutsertaan gerakan pemuda budha thionghoa dalam aksi, serta potret sisi positif demonstrasi kenapa tak muncul?
.
.
Sontak adrenalinku tersulut sesaat.
Betapa masyarakat dunia didikte oleh media yang menyuguhkan berita dari sudut sempit yang tak secara objektif menggambarkan semua hal yang nyata dan sesuai fakta.
.
.
Ironisnya, bersumber dari media lah orang banyak yang mengambil kesimpulan.
Banyak orang sedang mengalami gejala malas berpikir dan malas mencari keberimbangan.
Mungkin karena mereka terbiasa dididik dengan suguhan informasi/teori/rumus2 yang hanya untuk dihafalkan kemudian muncul saat ujian, bukan dilatih untuk bepikir tentang sebab-akibat sehingga memahami dasar terjadinya suatu peristiwa.
Sehingga orang terdidik pun mudah menyikapi suguhan media secara 'taken for granted'.
.
.
Media benar-benar menjadi ujian bagi kedewasaan dan kebijaksanaan berpikir masyarakat.
.
.
Kadang aku melakukan kritik diri, aku takut juga kalau2 aku terjebak oleh subjektivitas dalam memandang peristiwa.
Itulah mengapa aku selalu membuka diri untuk mengakses berbagai sumber berita dengan aneka corak dan warna.
Dari situ aku berusaha mengambil kesimpulan dengan sebaik yang aku bisa.
.
.
Teori marketing modern tentang 'citra' dan 'kesan kualitas' ternyata telah sukses diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan.
Tak terkecuali aspek hukum dalam masyarakat.
Hukum didikte oleh persepsi yang diwacanakan secara masif melalui media.
Akhirnya hukum tak bisa berdiri dengan supremasinya.
Orang yang jelas-jelas BUSUK bisa dinilai BAIK di mata hukum karena dikte media yang diamini oleh orang2 yang malas berpikir dan malas mengedepankan nurani.
.
.
Kadang menjadi tau itu menyesakkan dada. Terlebih ketika tak bisa berbuat banyak untuk merubah keadaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar