Rabu, 13 Juli 2016

The older you are growing, the Less creative You Are?



Saya kaget ketika mengikuti kelas TEFL (Teaching English as a Foreign Language) kemarin. Di sela-sela diskusi yang membahas penggunaan teknologi dalam menunjang pembelajaran bahasa inggris, sensei saya memberikan sebuah kuis. Sebuah kuis yang menjadikan saya mendapatkan pelajaran berharga. Sensei saya menunjukkan sebuah botol, kemudian bertanya kepada kami “apa yang bisa kalian lakukan dengan botol ini?” Ide boleh beranekarragam dan sebanyak mungkin. Sensei hanya memberikan 3 menit untuk kami menuliskan ide-ide kami di kertas masing-masing. 

Setelah 3 menit selesai, masing-masing dari kami diminta menyebutkan jumlah ide kami dan menyebutkannya satu persatu. Jumlah ide yang kami temukan berbeda-beda. Ada yang hanya 3 ide, ada yang 5, ada yang 8 dan ada yang 15. yang mengejutkan adalah yang memiliki ide paling banyak, yaitu berjumlah 15, adalah mahasiswa yang paling muda di antara kami. Namanya Kohei. Sedangkan yang memiliki ide yang paling sedikit adalah yang paling tua di antara kami. Jumlah ide yang masing-masing dari kami tuliskan menunjukkan grafik usia kami. semakin muda, semakin banyak pula ide. dengan kata lain, semakin tua usia, semakin sedikit ide.

Saya terkejut dengan fakta tersebut. saya sendiri tak mampu mengelak ketika sensei menjelaskan bahwa faktanya memang begitu adanya, bahwa semakin tua usia, semakin terbatas ide yang dimiliki. Kebetulan, di kelas tersebut, saya adalah yang paling tua. Saya berusaha mematahkan hal yang saya masih asumsikan sebagai stereotipe tersebut, hingga sensei memberikan kuis kedua. Di kuis yang kedua, sensei memberikan masing-masing dari kami se lembar kertas yang disitu terdapat gambar 15 lingkaran. Instruksinya mudah, kami hanya diminta untuk menggambar suatu objek dengan menggunakan lingkaran-lingkaran tersebut sebagai dasarnya. Misalnya menggambar jam dinding, bola basket atau yang lainnya. Namun tentunya sensei kami tak memberikan contoh detail, karena cukup jelas instruksinya. Saya mencoba menggambar berbagai macam hal, mulai dari burung, kapal dan sebagainya, dengan cepat, dengan harapan saya bisa menggambar sebanyak mungkin dan memecahkan rekor. Dengan demikian, harapan saya bisa mematahkan stereotipe yang ada. Setelah 3 menit berlalu, kami diminta menunjukkan gambar yang kami hasilkan. Lagi-lagi hasilnya sama, bahwa yang paling muda adalah yang menghasikan gambar yang paling kreatif dan paling banyak. Terlalu banyak pertimbangan dalam pikiran saya ketika hendak menggambarkan suatu objek menggunakan lingkaran tersebut. terjadi konflik pikiran ketika hendak menuangkan suatu gagasan. Misalnya ketika saya ingin menggambarkan sebuah bola basket. Dalam pikiran terdapat perdebatan apakah corak yang ada pada gambar bola tersebut seharusnya berbentuk garis-garis, ataukah kotak-kotak, perlu tidak nya gambar/logo bola, dan sebagainya. Itu yang memperlambat terwujudnya gagasan. Tak terpikir sebelumnya oleh saya untuk menggambarkan ring basket, buah-buahan yang berbentuk bulat, perhiasan seperti cincin dan gelang, piring, dan sebagainya. Saya jadi paham, bahwa yang saya asumsikan sebagai stereotipe itu tidak benar adanya. Adalah fakta bahwa semakin tua usia, semakin kalah kreativitasnya dengan yang lebih muda. 

Semakin tua, semakin manusia itu kritis ketika memikirkan sebuah ide. Semakin tua, pertimbangan dalam memikirkan suatu ide semakin kompleks. Sensei kami menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan karena semakin dewasa seseorang, di dalam pikirannya semakin tersetting aturan-aturan yang membatasi kreativitas berpikir orang tersebut. sementara, anak kecil cenderung kreatif dalam berpikir, karena dalam pikiran mereka tak tersetting berbagai aturan yang membatasi mereka. Settingan aturan yang ada pada pikiran orang dewasa merupakan hasil dari pengalaman selama perjalanan hidup mereka, baik pengalaman selama mengenyam pendidikan formal yang memiliki banyak aturan, maupun pengalaman kehidupan sehari-hari dimana mereka terikat oleh begitu banyak aturan. Kebiasaan menyesuaikan dengan berbagai aturan yang ada menjadikan orang dewasa berpikir rumit ketika mereka mencoba mengkonsep suatu ide. 

Saya jadi terbersit pikiran tentang kondisi sekolah. Sekolah selayaknya adalah tempat mengasah kreativitas. Namun pada kenyataanya terdapat banyak hal yang bertentangan dengan upaya mengakomodir terasahnya kreativitas. Banyak aturan yang dibuat atas nama ketertiban dan tata nilai sopan santun dan sebagainya yang sepertinya mengebiri kreativitas. Misalnya, aturan mengenai gaya rambut, model jahitan pakaian, pelarangan pemakaian aksesoris seperti gelang karet, topi, kalung dan sebagainya. Pembelajaran di kelas juga kadang mencerminkan keadaan yang anti-kreativitas. Misalnya, penggunaan buku/bahan ajar yang monoton, aktivitas menyalin apa yang ada di buku pelajaran, serta materi yang itu-itu saja yang dibahas. Miskin pengayaan, miskin pemberian kebebasan untuk siswa menemukan dan mengembangkan sendiri ide-ide mereka yang berkaitan dengan hal yang mereka pelajari, bahkan yang lebih ironis adalah kurangnya toleransi terhadap kesalahan oleh siswa, adalah kondisi-kondisi yang masih jamak terjadi di banyak lembaga pendidikan formal di Indonesia. 



Faktanya, dalam hidup, mereka yang penuh kreativitas lah yang bisa survive. Kreatif dalam hal problem solving, kreatif dalam menciptakan ide, dan kreativitas-kreativitas lainnya. Sekolah, sebagai laboratorium yang menyiapkan siswa menghadapi tantangan zaman, semestinya menciptakan pembelajaran yang mampu mengasah kreativitas siswa. dengan demikian, terjadi link and match antara apa yang mereka pelajari di sekolah dengan kesipaan mereka menghadapi tantangan kehidupan. 


4 komentar:

  1. hahahaha, itulah yang saya kuatirkan sejak lama, saya takut sudah tidak bisa kreatif dan menginspirasi sehingga sering berpikir untuk resign. However, pas melihat kawan kawan yang sama sekali tidak kreatif saya merasa kasihan kalau anak anak masih harus bertemu dengan mereka.

    Yang muda lebih kreatif memang benar.

    BalasHapus
  2. khusus dalam konteks bu Gartatik, kayaknya makin berusia makin gak kreatif udah gak berlaku deh..
    hahaha

    BalasHapus
  3. Kok bisa berpendapat seperti itu gimana, Bro? Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. lah, nyari orang yang makin berusia makin semangat berkarya tuh kan susah bu..
      tapi sepertinya itu ada pada dirimu,bu
      hehe

      Hapus