Sabtu, 30 Juli 2016

Kreativitas dalam mewujudkan hidup bersih




Pola hidup bersih di Jepang merupakan buah dari sinergi antara pendidikan di lignkungan keluarga, pendidikan di sekolah/universitas, dan kebijakan pemerintah. Masing-masing memiliki peran yang signifikan. Ketika berkunjung ke rumah orang jepang, saya suka mengamati kondisi rumah mereka, untuk mengetahui hal unik apa yang ada di dalamnya. Untuk menjaga kebersihan lantai ruangan, orang Jepang suka melepaskan alas kaki yang dipakai di luar rumah, dan berganti memakai sendal khusus ruangan. Sebagian rumah ada yang menyediakan rak khusus sepatu, sebagian lainnya hanya menyediakan space untuk menaruh alas kaki, yang  biasanya berada tepat di depan pintu bagian dalam. Selain itu, rumah-rumah di jepang biasanya memiliki rak khusus untuk meletakkan payung, yang biasanya diletakkan di pojok ruangan dekat dengan pintu.  Dengan begitu, tidak ada kisah payung tersambar angin gara-gara ditaruh di luar rumah sebagaimana sering terjadi di negaraku. Pun tidak ada kisah payung terkena air hujan yang membuat becek ruangan karena sisa air hujan yang menetes dari payung tersebut. Penyediaan tempat khusus untuk menaruh alas kaki dan payung begitu jamak tersedia bukan hanya di rumah, melainkan juga di sekolah dan kampus. Itu lah salah satu bentuk kreativitas dalam mewujudkan hidup bersih di Jepang, yang tentunya mudah untuk ditiru oleh bangsa lain. Itulah wujud kreativitas sederhana yang dilakukan untuk menjaga hidup bersih.


Di Jepang, saya berkesempatan melakukan school visit, baik yang dilakukan secara rutin untuk mengajar bahasa Inggris dalam kegiatan ekstrakurikuler, maupun yang bersifat insidental berupa undangan untuk presentasi pengenalan budaya Indonesia di hadapan para siswa dan Guru di sekolah Jepang. Hal tersebut memberikan saya kesempatan untuk semakin mengenali lingkungan sekolah terebut, terutama mengenai bagaimana kretivitas begitu berperan dalam mewujudkan pola hidup bersih di ligkungan sekolah. Selain penyediaan rak khusus alas kaki dan payung sebagaimana disampaikan di atas, sekolah-sekolah di Jepang umumnya juga menyediakan produk antiseptik untuk membersihkan kuman di tangan, yang biasa diletakkan di berbagai sudut strategis seperti di meja dekat pintu masuk, di ruang kelas, maupun di toilet. Di sekolah juga tersedia jadwal kebersihan yang dilaksanakan oleh siswa. saya sendiri pernah menyaksikan bagaimana siswa yang mendapat giliran bersih-bersih melakukan tugas kebersihan dengan membersihkan toilet secara konsekuen. 

Kebijakan pemerintah Jepang tidak kalah kreatifnya dalam mewujudkan hidup bersih. Pemerintah memberlakukan peraturan pemilahan sampah sesuai kategorinya. Ada kategori sampah organik, kategori sampah kertas, kategori sampah kaleng/botol berbahan kaleng dan plastik, dan kategori sampah bungkus plastik. Masing-masing jenis sampah tersebut diletakkan di tempat khusus, dan tidak boleh tercampur antara satu dengan lainnya. Selain itu, upaya pemerintah dalam mewujudkan kebersihan juga dilakukan dengan cara mewajibkan pembungkusan sampah di rumah dengan dua jenis kantong plastik yang berwarna Hijau dan Merah. Kantong berwarna Hijau untuk membungkus sampah organik. Yang berwarna merah digunakan untuk sampah anorganik. Kantong plastik pembungkus sampah tersebut tidak bisa didapatkan secara gratis, melainkan harus di beli di toko-toko atau supermarket. Ketika sampah-sampah rumahan tersebut sudah banyak, baru kemudian di pindahkan di tempat penampungan sementara, yang biasanya ditempatkan di lokasi yag strategis di berbagai tempat. Dengan demikian, tidak ada istilah membuang sampah sembarangan, karena semua begitu teratur. 

Pertanyaannya adalah, kemana sampah-sampah tersebut bermuara? dengan adanya pemilahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat, maka lebih mudah untuk menindaklanjuti keberadaan sampah tersebut. Sampah berupa botol plastik dan kaleng biasanya masuk perusahaan daur ulang kemasan. Sedangkan sampah anorganik yang tka dapat di daur ulang, selanjutnya diproses oleh pabrik dengan cara dibakar menggunakan mesin yang canggih dan ramah lingkungan. Saya sendiri pernah melihat secara langsung pabrik tersebut. Sedangkan sampah organik, biasanya dijadikan pupuk kompos untuk kemudian disebar di berbagai tempat unutk menyuburkan tanaman yang bukan milik pribadi. 

Membuang sampah dan barang yang sudah tak dipakai merupakan hal yang relatif tak mudah di Jepang. Barang-barang tak terpakai yang membutuhkan space besar seperti perabotan rumah tangga, alat elektronik, dsb, tak bisa dibuang begitu saja secara sembarangan. Harus ada biaya yang harus dikeluarkan untuk jasa pembuangan barang tersebut di tempat yang ditentukan. Untuk menyiasatinya, orang yang tinggal di Jepang biasanya menyiasatinya dengan cara menawarkan untuk memberikan barang-barang tersebut secara cuma-cuma kepada siapapun yang mau. Makanya, jamak terjadi di Jepang, barang barang yang sudah tak terpakai tapi masih layak pakai, diletakkan begitu saja di depan rumah, dengan harapan ada orang yang memugutnya. Dalam periode tertentu, jika tak ada yang memungutnya, maka si pemilik harus mengeluarkan uang untuk jasa pembuangan barang tersebut. Kini, seiring dengan berkembangnya teknologi, semakin mudah orang membuang barang bekas tanpa harus mengeluarkan biaya. Di facebook, ada grup yang bernama Flea Market. Grup tersebut berisi postingan orang yang menawarkan barang-barang bekas yang masih layak pakai. Kadang ada yang dijual, namun sering juga barang-barang terebut ditawarkan secara cuma-cuma kepada siapapun yang berminat. 


 Mudah saja bagi pemerintah untuk membuat kebijakan pelarangan pembuangan sampah secara sembarangan. Namun, jika hal tersebut tidak diimbangi dengan sikap hidup bersih yang sudah tertanam sejak dari lingkungan keluarga dan sekolah, sepertinya akan terasa sulit diwujudkan. Maka, mweujudkan hidup bersih tidak bisa dilakukan oleh satu elemen saja, melainkan butuh sinergi dari berbagai elemen, pemerintah, sekolah dan keluarga, dan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar