Sabtu, 02 Oktober 2021

Menumbuhkembangkan Learning Skill peserta didik

 

https://www.slideshare.net/kingp143/study-skills-powerpoint-44438845

 

Salah satu hal penting yang sejatinya menjadi tugas penyelenggara pendidikan di sekolah adalah menumbuhkan learning skill, atau kecakapan belajar para individu. Learning skill sangat penting karena dengannya individu mampu beradaptasi dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Dengan learning skill, seorang individu bisa menjadi ahli dalam suatu bidang yang ia ingin geluti. Dengan learning skill, seorang individu yang menyadari pentingnya kemampuan digital marketing akan mampu menjadi orang sukses dalam dunia digital marketing. Dengan learning skill pula, seorang yang ingin menggeluti dunia agribisnis akan mampu menjadi seorang agribisnisman. Pendidikan sejatinya diarahkan untuk menumbuhkan learning skill ini.

Apa definisi dari leaning skill? Learning skill adalah kemampuan individu untuk mempelajari sesuatu secara efektif sesuai dengan preferensi gaya belajar masing-masing individu. Apakah pembelajaran yang dilakukan oleh individu di sekolah mengasah learning skil mereka? Jawabannya bisa “iya” bisa “tidak”. Hal tersebut tergantung pada orientasi belajar. Pembelajaran yang berorientasi pada tercapainya nilai yang maksimal tidak menjamin mengasah learning skill individu. Aktivitas belajar yang hanya berkutat pada penghafalan suatu informasi jelas jauh dari prinsip pembelajaran untuk mengasah learning skill. Aktivitas belajar yang hanya berorientasi pada terselesaikannya tugas-tugas juga tidak bisa mengasah learning skill.

Upaya menumbuhkembangkan learning skill peserta didik mencakup empat hal. Pertama, pemberian pemahaman kepada peserta didik tentang pentingnya memiliki growth mindset. Lawan kata dari growth mindset adalah fixed mindset. Orang yang memiliki growth mindset akan meyakini bahwa segala sesuatu bisa dipelajari dan dikuasai, asal mengetahui pola belajar yang tepat untuk mempelajarinya. Sementara, orang yang cenderung pada fixed mindset, pikirannya akan mudah pasrah, meyakini bahwa banyak hal terlalu sulit untuk dipelajari. Orang-orang fixed mindset meyakini pula bahwa hanya orang-orang dengan bakat tertentu lah yang bisa menguasai suatu hal. Selain itu, orang-orang fixed mindset berpikir bahwa para penulis sukses adalah orang-orang yang memiliki privilege tertentu, sehingga mereka bisa sukses menjadi penulis. Sementara orang-orang growth mindset meyakini bahwa kemampuan menulis bisa dikuasai, asalkan tau pola belajar menulis yang tepat. Orang-orang growth mindset terus berupaya untuk mencari jawaban atas rasa ingin tahu mereka, hingga merkea mendapatkannya. Sementara, orang-orang fixed mindset akan mudah menyerah saat mereka merasa gagal untuk mencari jawaban atas suatu pertanyaan dalam diri mereka. Indicator dari berhasilnya pengasahan growth mindset peserta didik adalah munculnya keyakina pada diri mereka bahwa everything is possible to learn.

Yang kedua adalah pemberian pemahaman bahwa tiap individu memiliki gaya belajar tertentu, yang membuat mereka efektif dalam belajar. Mengenai gaya belajar (learning modality), ada istilah tipe belajar Audio, visual, dan kinestetik. Setiap individu memiliki tipe belajar tertentu yang memungkinkan mereka belajar secara efektif. Ada yang dominan di salah satu tipe belajar. Ada pula yang mampu belajar dengan berbagai gaya, misalnya audio plus visual. Kurangnya pemahaman akan gaya belajar yang dimiliki masing-masing individu akan membuatk mereka salah dalam menentukan pendekatan pembelajaran. Hasilnya, aktivitas pembelajaran tidak efektif. Sementara, pemahaman akan modalitas belajar yang dimiliki masing-masing individu akan membuat mereka mampu memilih cara dan sumber belajar yang tepat. Seorang individu yang cenderung bertipe audio bisa merekam penjelasan dari guru, untuk kemudian diputar ulang saat belajar di rumah. Seorang individu yang bertipe belajar visual bisa menggunakan berbagai pensil warna untuk membuat catatan yang rapid an menarik. Mereka yang bertipe belajar audiovisual bisa menggunakan video-video pembelajaran dari youtube. Sementara, mereka yang bertipe kinestetik memahami bahwa mereka harus banyak-banyak belajar melalui berlatih, praktik, role play, dan aktivitas psikomotoric lainnya.

Yang ketiga adalah pengasahan kemampuan berpikir dalam level tinggi (Higher order thinking skill/HOTS). Paradigma pendidikan di dunia menekankan pentingnya pengasahan daya kritis individu belajar. Penggunaan kapasitas berpikir yang hanya untuk menghafalkan informasi dalam aktivitas belajar sudah dianggap usang dan tak relevan dengan perkembangan zaman. Tantangan perkembangan zaman harus dihadapi dengan daya kritis individu. Itu lah alasan mengapa pengajaran HOTS mendapat perhatian yang begitu besar dan menjadi trend dalam kurikulum pendidikan di berbagai Negara. Mengacu pada konsep HOTS yang diperkenalkan oleh Anderson dan Krathwohl dalam taksonomi Bloom, aktivitas belajar yang mengasah kemampuan HOTS adalah menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Pembelajaran yang mengasah ketiga kemampuan tersebut akan menopang terasahnya learning skill. Individu yang mampu mengevaluasi dan menganalisis akan mampu memahami konsep. Sementara mencipta adalah level kemampuan tertinggi yang ditopang oleh kemampuan mengevaluasi dan menganalisis. Individu yang menguasai tiga level berpikir ini akan bisa memahami suatu konsep. Alih-alih hanya menghafalkan suatu rumus matematika, individu yang menguasai ketiga level berpikir tersebut akan mampu memahami konsep terbentuknya rumus tersebut. Pemahaman akan konsep tersebut akan menjadi skill yang sangat berguna bagi individu dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.

Yang keempat, memberikan pemahaman bahwa setiap materi pelajaran membutuhkan pendekatan belajar tertentu. Cara belajar Belajar bahasa asing yang efektif adalah melalui praktik langsung dan berkesinambungan, bukan hanya menghafal kosakata. Belajar matematika yang efektif adalah melalui latihan berbagai soal dalam beragam konteks soal, bukan semata dengan menghafalkan rumus. Belajar ilmu-ilmu social seperti sosiologi, ekonomi, sejara, dsb secara efektif bisa dilakukan melalui penggunaan mind-maping, diskusi dengan teknik think-pair-share, dan observasi, bukan dengan menghafalkan informasi. Sementara pelajaran olahraga yang efektif tentunya dilakukan dengan cara praktik di lapangan, bukan hanya membaca teori semata.

Yang kelima, memberikan pemahaman tentang momen belajar yang tepat. Poin ini ada hubungannya dengan karakter dan kondisi otak. Pada dasarnya, otak manusia mengeluarkan berbagai gelombang setiap saat. Ada istilah gelombang alfa, beta, teta, dan gamma. Performa otak dalam belajar akan terasa maksimal saat ia memancarkan gelombang alfa. Gelombang alfa otak muncul di waktu-waktu tertentu seperti di sore hari saat setelah bangun tidur siang dan di pagi hari setelah bangun dari tidur, atau di sepertiga malam terakhir, saat kita merasa rileks. Banyak tokoh-tokoh hebat yang mampu menghasilkan gagasan brilian saat mereka menggunakan waktu di sepertiga malam terakhir untuk belajar. Contohnya Habibburahman El Zhirazy yang mengakui bahwa ia merasa sangat produktif menulis di sepertiga malam terakhir. Pemahaman akan waktu atau momen belajar efektif tersebut membuat individu mampu memilih waktu yang tepat untuk belajar, sehingga aktivitas belajar mereka efektif.

Yang terakhir adalah tentang ketahanan belajar. Tak dapat dipungkiri bahwa belajar adalah aktivitas yang membutuhkan waktu. Ada individu yang mau dan mampu berlama-lama meluangkan waktu untuk belajar. Smeentara, ada sebagian yang mudah bosan. Individu yang tahan untuk berlama-lama belajar adalah seorang autonomous learner, atau pembelajar yang mandiri. Autonomous learner tak membutuhkan arahan dan pengawasan orang lain untuk belajar, karena mereka memiliki kesadaran akan pentingnya belajar. Ada beberapa factor yang mempengaruhi ketahanan belajar individu. Yang pertama adalah motivasi. Bobby DePorter dalam buku Quantum Learning menyatakan bahwa seorang individu akan mau belajar secara sunggu-sungguh dengan penuh kesadaran ketika mereka mengetahui adanya AMBAK (Apa Manfaatnya BAgi Ku). Pemahaman akan adanya manfaat dari apa yang dipelajari akan membuat individu mau belajar secara mandiri. Factor kedua adalah pemahaman tentang pendekatan belajar yang tepat. Ketika seorang individu memahami gaya belajr mereka, dan pendekatan yang tepat untuk mempelajari suatu materi, maka mereka akan cenderung enjoy dalam melakukan proses belajar. Sementara kurangnya pemahaman akan tipe belajar dan pendekatan belajar tersebut bisa memunculkan rasa frustasi, sehingga cenderung cepat bosan untuk belajar. Factor yang ketiga adalah lingkungan yang mendukung serta momentum belajr yang tepat. Fasilitas belajar yang memadai, dan pemahaman akan momen-momen yang efektif untuk belajar akan membuat individu mau berlama-lama untuk melakjukan aktivitas belajar.

“Belajar untuk belajar” adalah frasa yag tepat yang semestinya dipraktikkan di sekolah. Pendidik semestinya menyadari bahwa bekal paling berharga yang bisa mereka berikan kepada para peserta didik adalah kemampuan untuk belajar (learning skill). Dengan Learning skill, peserta didik bisa mempelajari berbagai hal dalam menghadapi berbagai tantangan nyata kehidupan setelah mereka menyelesaikan program pendidikan formal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar