https://www.slideshare.net/kingp143/study-skills-powerpoint-44438845
Salah satu hal penting yang sejatinya menjadi tugas penyelenggara
pendidikan di sekolah adalah menumbuhkan learning
skill, atau kecakapan belajar para individu. Learning skill sangat penting karena dengannya individu mampu beradaptasi
dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Dengan learning skill, seorang individu bisa menjadi ahli dalam suatu
bidang yang ia ingin geluti. Dengan learning
skill, seorang individu yang menyadari pentingnya kemampuan digital marketing akan mampu menjadi
orang sukses dalam dunia digital
marketing. Dengan learning skill
pula, seorang yang ingin menggeluti dunia agribisnis akan mampu menjadi seorang
agribisnisman. Pendidikan sejatinya diarahkan untuk menumbuhkan learning skill ini.
Apa definisi dari leaning skill? Learning skill adalah kemampuan individu
untuk mempelajari sesuatu secara efektif sesuai dengan preferensi gaya belajar
masing-masing individu. Apakah pembelajaran yang dilakukan oleh individu di
sekolah mengasah learning skil
mereka? Jawabannya bisa “iya” bisa “tidak”. Hal tersebut tergantung pada
orientasi belajar. Pembelajaran yang berorientasi pada tercapainya nilai yang
maksimal tidak menjamin mengasah learning
skill individu. Aktivitas belajar yang hanya berkutat pada penghafalan
suatu informasi jelas jauh dari prinsip pembelajaran untuk mengasah learning skill. Aktivitas belajar yang
hanya berorientasi pada terselesaikannya tugas-tugas juga tidak bisa mengasah learning
skill.
Upaya menumbuhkembangkan learning skill peserta didik mencakup empat hal. Pertama,
pemberian pemahaman kepada peserta didik tentang pentingnya memiliki growth mindset. Lawan kata dari growth
mindset adalah fixed mindset. Orang yang
memiliki growth mindset akan meyakini
bahwa segala sesuatu bisa dipelajari dan dikuasai, asal mengetahui pola belajar
yang tepat untuk mempelajarinya. Sementara, orang yang cenderung pada fixed mindset, pikirannya akan mudah
pasrah, meyakini bahwa banyak hal terlalu sulit untuk dipelajari. Orang-orang fixed mindset meyakini pula bahwa hanya
orang-orang dengan bakat tertentu lah yang bisa menguasai suatu hal. Selain itu,
orang-orang fixed mindset berpikir
bahwa para penulis sukses adalah orang-orang yang memiliki privilege tertentu, sehingga mereka bisa sukses menjadi penulis. Sementara
orang-orang growth mindset meyakini
bahwa kemampuan menulis bisa dikuasai, asalkan tau pola belajar menulis yang
tepat. Orang-orang growth mindset terus
berupaya untuk mencari jawaban atas rasa ingin tahu mereka, hingga merkea
mendapatkannya. Sementara, orang-orang fixed
mindset akan mudah menyerah saat mereka merasa gagal untuk mencari jawaban
atas suatu pertanyaan dalam diri mereka. Indicator dari berhasilnya pengasahan growth mindset peserta didik adalah
munculnya keyakina pada diri mereka bahwa everything
is possible to learn.
Yang kedua adalah pemberian pemahaman bahwa tiap individu memiliki gaya
belajar tertentu, yang membuat mereka efektif dalam belajar. Mengenai gaya
belajar (learning modality), ada
istilah tipe belajar Audio, visual, dan kinestetik. Setiap individu memiliki
tipe belajar tertentu yang memungkinkan mereka belajar secara efektif. Ada yang
dominan di salah satu tipe belajar. Ada pula yang mampu belajar dengan berbagai
gaya, misalnya audio plus visual. Kurangnya pemahaman akan gaya belajar yang
dimiliki masing-masing individu akan membuatk mereka salah dalam menentukan
pendekatan pembelajaran. Hasilnya, aktivitas pembelajaran tidak efektif. Sementara,
pemahaman akan modalitas belajar yang dimiliki masing-masing individu akan
membuat mereka mampu memilih cara dan sumber belajar yang tepat. Seorang individu
yang cenderung bertipe audio bisa merekam penjelasan dari guru, untuk kemudian
diputar ulang saat belajar di rumah. Seorang individu yang bertipe belajar visual
bisa menggunakan berbagai pensil warna untuk membuat catatan yang rapid an menarik.
Mereka yang bertipe belajar audiovisual bisa menggunakan video-video
pembelajaran dari youtube. Sementara, mereka yang bertipe kinestetik memahami
bahwa mereka harus banyak-banyak belajar melalui berlatih, praktik, role play, dan aktivitas psikomotoric lainnya.
Yang ketiga adalah pengasahan kemampuan berpikir dalam level tinggi (Higher order thinking skill/HOTS). Paradigma
pendidikan di dunia menekankan pentingnya pengasahan daya kritis individu
belajar. Penggunaan kapasitas berpikir yang hanya untuk menghafalkan informasi dalam
aktivitas belajar sudah dianggap usang dan tak relevan dengan perkembangan
zaman. Tantangan perkembangan zaman harus dihadapi dengan daya kritis individu.
Itu lah alasan mengapa pengajaran HOTS mendapat perhatian yang begitu besar dan
menjadi trend dalam kurikulum pendidikan di berbagai Negara. Mengacu pada
konsep HOTS yang diperkenalkan oleh Anderson dan Krathwohl dalam taksonomi
Bloom, aktivitas belajar yang mengasah kemampuan HOTS adalah menganalisis, mengevaluasi
dan mencipta. Pembelajaran yang mengasah ketiga kemampuan tersebut akan menopang
terasahnya learning skill. Individu yang mampu mengevaluasi dan menganalisis
akan mampu memahami konsep. Sementara mencipta adalah level kemampuan tertinggi
yang ditopang oleh kemampuan mengevaluasi dan menganalisis. Individu yang
menguasai tiga level berpikir ini akan bisa memahami suatu konsep. Alih-alih
hanya menghafalkan suatu rumus matematika, individu yang menguasai ketiga level
berpikir tersebut akan mampu memahami konsep terbentuknya rumus tersebut. Pemahaman
akan konsep tersebut akan menjadi skill yang sangat berguna bagi individu dalam
menghadapi berbagai tantangan hidup.
Yang keempat, memberikan pemahaman bahwa setiap materi pelajaran
membutuhkan pendekatan belajar tertentu. Cara belajar Belajar bahasa asing yang
efektif adalah melalui praktik langsung dan berkesinambungan, bukan hanya
menghafal kosakata. Belajar matematika yang efektif adalah melalui latihan
berbagai soal dalam beragam konteks soal, bukan semata dengan menghafalkan
rumus. Belajar ilmu-ilmu social seperti sosiologi, ekonomi, sejara, dsb secara
efektif bisa dilakukan melalui penggunaan mind-maping, diskusi dengan teknik
think-pair-share, dan observasi, bukan dengan menghafalkan informasi. Sementara
pelajaran olahraga yang efektif tentunya dilakukan dengan cara praktik di
lapangan, bukan hanya membaca teori semata.
Yang kelima, memberikan pemahaman tentang momen belajar yang tepat. Poin ini
ada hubungannya dengan karakter dan kondisi otak. Pada dasarnya, otak manusia
mengeluarkan berbagai gelombang setiap saat. Ada istilah gelombang alfa, beta,
teta, dan gamma. Performa otak dalam belajar akan terasa maksimal saat ia memancarkan
gelombang alfa. Gelombang alfa otak muncul di waktu-waktu tertentu seperti di
sore hari saat setelah bangun tidur siang dan di pagi hari setelah bangun dari tidur,
atau di sepertiga malam terakhir, saat kita merasa rileks. Banyak tokoh-tokoh
hebat yang mampu menghasilkan gagasan brilian saat mereka menggunakan waktu di
sepertiga malam terakhir untuk belajar. Contohnya Habibburahman El Zhirazy yang
mengakui bahwa ia merasa sangat produktif menulis di sepertiga malam terakhir. Pemahaman
akan waktu atau momen belajar efektif tersebut membuat individu mampu memilih
waktu yang tepat untuk belajar, sehingga aktivitas belajar mereka efektif.
Yang terakhir adalah tentang ketahanan belajar. Tak dapat dipungkiri bahwa
belajar adalah aktivitas yang membutuhkan waktu. Ada individu yang mau dan
mampu berlama-lama meluangkan waktu untuk belajar. Smeentara, ada sebagian yang
mudah bosan. Individu yang tahan untuk berlama-lama belajar adalah seorang
autonomous learner, atau pembelajar yang mandiri. Autonomous learner tak
membutuhkan arahan dan pengawasan orang lain untuk belajar, karena mereka
memiliki kesadaran akan pentingnya belajar. Ada beberapa factor yang
mempengaruhi ketahanan belajar individu. Yang pertama adalah motivasi. Bobby
DePorter dalam buku Quantum Learning menyatakan bahwa seorang individu akan mau
belajar secara sunggu-sungguh dengan penuh kesadaran ketika mereka mengetahui
adanya AMBAK (Apa Manfaatnya BAgi Ku). Pemahaman akan adanya manfaat dari apa
yang dipelajari akan membuat individu mau belajar secara mandiri. Factor kedua
adalah pemahaman tentang pendekatan belajar yang tepat. Ketika seorang individu
memahami gaya belajr mereka, dan pendekatan yang tepat untuk mempelajari suatu
materi, maka mereka akan cenderung enjoy
dalam melakukan proses belajar. Sementara kurangnya pemahaman akan tipe belajar
dan pendekatan belajar tersebut bisa memunculkan rasa frustasi, sehingga
cenderung cepat bosan untuk belajar. Factor yang ketiga adalah lingkungan yang
mendukung serta momentum belajr yang tepat. Fasilitas belajar yang memadai, dan
pemahaman akan momen-momen yang efektif untuk belajar akan membuat individu mau
berlama-lama untuk melakjukan aktivitas belajar.
“Belajar untuk belajar” adalah frasa yag tepat yang semestinya dipraktikkan
di sekolah. Pendidik semestinya menyadari bahwa bekal paling berharga yang bisa
mereka berikan kepada para peserta didik adalah kemampuan untuk belajar (learning skill). Dengan Learning skill,
peserta didik bisa mempelajari berbagai hal dalam menghadapi berbagai tantangan
nyata kehidupan setelah mereka menyelesaikan program pendidikan formal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar