Aku pernah membaca sebuah buku yang menyatakan bahwa ada dua hal yang
dapat merubah hidup kita di lima tahun yang akan datang. Dua hal tersebut
adalah buku apa yang kita baca dan dengan siapa kita bergaul. Sejak saat itu
aku berusaha untuk membaca buku-buku inspiratif. Hanya saja, aku merasa bahwa
aku belum bisa dengan sukses mengembangkan skup lingkungan pergaulanku.
Artinya, pergaulanku ya masih dengan kalangan itu-itu saja.
Pernah beberapa kali aku mencoba untuk bergaul dengan orang-orang hebat,
sukses dan inspiratif. Namun rasanya seperti sulit untuk menciptakan intimacy,
psychological bound, dan kesetaraan saat bergaul dengan mereka. Mungkin ini
juga hal yang dialami oleh banyak orang. Mencoba bergaul dengan orang-orang
hebat itu penuh dengan rasa canggung, rasa tidak setara, dan cenderung muncul
inferioritas. Pernah suatu ketika aku mendapatkan teman baru, seorang pengusaha
sukses yangs udah terbiasa dengan topic pembicaraan tentang income milyaran
rupiah. Dalam suatu obrolan dengan orang tersebut, dia menanyakan berapa asset
yang ku miliki. Berapa income bulanan
yang aku dapatkan. Pikiranku sempat berprasangka bahwa dia meledek. Namun
seketika aku berpikir jernih bahwa pertanyaan semacam itu tentu sudah sangat
lumrah dilontarkan oleh orang seperti dia, karena memang itu adalah hal biasa
bagi dia. Aku yang merasa tidak relate
dengan topic pembicaraan tersebut merasa inferior sekali. Seketika muncul jarak
psikologis antara aku dan dia. Perasaan tidak setara, tak level, tak se-kasta
jelas otomatis muncul. Aku mencoba meraba-raba, apa yang bisa aku tawarkan ke
dia agar aku bisa berposisi setara dengan dia, hingga dia bisa menerimaku dalam
lingkungan pergaulannya. Sudah menjadi hal lumrah bahwa hubungan pergaulan yang
langgeng cenderung penuh dengan kesetaraan. Di situ ada give and take yang seimbang.
Beberapa orang mendapatkan privilege
untuk berada di lingkungan orang-orang hebat. Ada yang karena mereka berasal
dari keluarga atau kerabat yang hebat. Ada juga yang seperti mendapatkan
keajaiban bisa berada di lingkungan orang-orang hebat meski mereka berasal dari
keluarga biasa saja. Setiap pemain olahraga, pebisnis, dan orang-orang hebat
lainnya biasanya dekat dengan orang-orang yang hebat. Lantas bagi orang-orang
biasa yang tidak memiliki prestasi apa-apa ingin bergaul dekat dengan
orang-orang hebat tersebut, apa yang bisa mereka tawarkan coba, agar bisa
diterima untuk jadi teman pergaulan yang dekat? Setidaknya hal itu yang membuat
mereka canggung untuk mendekat dengan orang-orang hebat.
Selanjutnya, sejauh mana buku berpengaruh terhadap perubahan hidup
seseorang? Aku sendiri menjadi saksi bahwa buku banyak memberikan pengaruh
dalam banyak hal dalam hidupku. Setidaknya, ilmu-ilmu yang kudapatkan dari buku
merubahku dalam hal berkomunikasi. Public speaking, komunikasi verbal yang
efektif dan elegan, serta keberanian untuk mengungkapkan pesan serta pemikiran
secara verbal pernah jadi kelemahanku, hingga akhirnya aku mendapatkan dan
mempraktikkan ilmu komunikasi dari berbagai literature. Buku juga memperbanyak
wawasan. Mengayakan pikiran. Namun, apakah buku serta-merta bisa merubah hidup
seseorang dalam hal-hal besar dan lebih prinsip? Mungkin iya bagi sebagian
orang. Namun tidak semudah itu bagi sebagian orang lainnya.
Lantas bagaimana caranya orang bisa merubah kehidupannya menjadi jauh
lebih baik, ketika buku tidak bisa memberikan pengaruh, sementara untuk masuk
kedalam lingkungan pergaulan dengan rang-orang hebat mereka merasa canggung? “Beranikan
saja masuk dalam lingkungan pergaulan mereka!” Mungkin ada yang berkata
demikian. Namun tidak mudah untuk dilakukan, ketika kita merasa tidak memiliki
posisi tawar yang membuat kita setara dalam lingkungan pergaulan yang kita
masuki.
Sebagian orang melakukan caa-cara anti-mainstream untuk bisa masuk ke
dalam pergaulan orang-orang hebat. Donald Trump, misalnya, memaksakan diri
untuk jadi pelayan hanya agar bisa masuk ke dalam ruang konvensi yang berisi
rang-orang hebat. Seorang pemuda penuh prestasi bernama Julio Ekspor berusaha dekat
dengan bos Sriwijaya Air dengan cara setiap akhir pecan mengirimkan makanan
langsung ke kantor pemilik Sriwijaya Air tesebut. Bukan hanya mengirimkan
makanan, dia juga menuliskan surat berisi kata-kata yang dia harap bisa menjadi
jembatan kedekatannya dengan bos tersebut. Contoh lain yang menarik adalah
kisah Sandiaga Uno yang berusaha dekat dengan pemilik Astra. Namun dia memiliki
privilege berupa kedekatannya dengan anak dari pemilik Astra tersebut, saat
mereka kuliah di Amerika.
Mengapa berada di lingkaran orang-orang hebat itu dirasa perlu oleh
mereka? Lingkungan itu mempengaruhi mindset. Berada di lingkungan orang-orang
hebat membuat orang terinspirasi untuk menjadi se-hebat mereka. Otak akan
secara otomatis terpancing untuk berpikir kritis, “mereka bisa se-hebat itu,
masa aku tidak bisa. Aku harus bisa”. Kurang lebih, seperti itu dialog batin
yang muncul dalam diri saat berada pada lingkungan orang-orang hebat.
Lantas, bagaimana titik start nya, untuk bisa berada pada lingkungan
orang-hebat?
Kita bisa memiliki lingkungan pergaulan dengan orang hebat melalui follow
akun orang-orang hebat. Subscribe channel youtube, follow akun instagram, atau social
medianya orang-orang hebat untuk bisa mengetahui nasihat atau cara berpikir
mereka. Banyak orang hebat yang berbagi pemikiran melalui media social. Kita juga
bisa mengikuti berbagai workshop pengembangan diri yang diselenggarakan oleh
orang-orang hebat. Kakak ku sendiri bisa menjadi contoh untuk hal ini. Hidupnya
berubah drastic setelah mengikuti workshop yang diselenggarakan oleh Mardigu
Wowiek. Tentu kita harus mengeluarkan uang yang relative banyak agar bisa
mengikuti acara semacam itu. Namun, sejatinya itu adalah investasi.
Kita juga musti memperbanyak dan mempertajam skill. Skill bahasa asing, skill
public speaking, skill menjual, dan skill-skill lainnya. Banyaknya skill yang
kita miliki akan memperbesar nilai diri kita, sehingga kita bisa mencapai level
yang membuat kita layak dan setara untuk masuk ke dalam lingkungan pergaulan
dengan orang-orang hebat.
Upaya masuk ke dalam lingkungan pergaulan yang bagus dengan cara secara
frontal masuk ke dalam circle mereka sangatlah sulit, meskipun masih mungkin
dilakukan. Alasannya ya seperti dibahas di awal tadi, nuansa ketidaksetaraan
akan menjadi hambatan. Cara paling masuk akal adalah dengan sedikit-demi
sedikit meningkatkan kapasitas dan nilai diri melalui proses belajar dan
pengembangan diri seperti yang dijelaskan tadi. Semua proses tentu makan waktu
dan penuh tantangan. Hanya saja, dengan bekal keajaiban otak yang Tuhan
anugerahkan kepada kita, tidak ada yang tidak mungkin untuk kita wujudkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar