Rabu, 13 Oktober 2021

Berselancar di Era Disrupsi

 


Dulu, di saat perkembangan teknologi informasi belum sedrastis sekarang, orang membutuhkan privilege tertentu untuk bisa memiliki kompetensi dan pemahaman dalam suatu hal. Contohnya, orang bisa mejadi ahli dalam urusan marketing jika dia memiliki privilege berupa kuliah dengan jurusan ilmu marketing, memiliki akses terhadap buku-buku marketing, seminar-seminar marketing, atau berada di circle orang yang ahli marketing. Tentu tak semua orang bisa dengan mudah memiliki privilege tersebut, karena kuliah berbayar, buku-buku berbayar, seminar-seminar juga pada umumnya berbayar, sementara untuk berada di dalam circle orang-orang yang bergulat dalam bidang marketing tentu tidak semua orang bisa.

Sekarang, di zaman teknologi informasi yang penuh dengan kemudahan akses informasi, semua orang bisa dengan mudah mendapatkan kompetensi tertentu melalui sumber belajar / informasi yang sangat terjangkau seperti social media. Hanya di zaman sekarang orang bisa dengan cepat merubah hidupnya, pola pikirnya, pengetahuannya, dan berbagai kecakapan lainnya. Dulu, orang butuh bertahun-tahun lamanya untuk bisa menguasai kecapakan tersentu.

Youtube, google, dan media informasi lainnya menyediakan begitu banyak ilmu dengan mudah dan murahnya. Sekarang, yang menjadi pembeda antara orang sukses dan tidak sukses hanya terletak pada level kesungguhannya untuk belajar. Sumber belajar sudah relative tidak jadi masalah, karena terseda dengan mudah dan murah. Orang yang sungguh-sungguh untuk belajar akan mudah mengkapitalisasi kemudahan dan kemurahan akses belajar untuk tujuan positif bagi hidupnya. Sementara mereka yang malas untuk menggunakan akses tersebut tidak akan mencapai apa-apa.

Dengan kemudahn dan kemurahan akses sumber belajar, logikanya orang sekarang semestinya lebih mudah untuk sukses. Namun, kenyataannya masih banyak orang yang merasa segala sesuatu itu susah. Memang benar adagium yang menyatakan bahwa kemudahan informasi adalah berkah sekaligus kutukan. Ia menjadi berkah karena banyak orang memanfaatkannya untuk kebaikan. Ia menjadi kutukan karena orang jadi menganggap kemudahan dan kemurahan itu sebagai suatu hal yang klise. Bukankah orang cenderung take for granted sesuatu yang murah dan mudah?

Meski hidup di jaman yang penuh dengan kemudahan dan kemurahan akses terhadap sumber belajar, namun banyak orang yang tidak menyadarinya. Betapa banyak anak muda yang hanya memanfaatkan youtube untuk menonton konten-konten prank, hedon, dan hal-hal yang sekedar fun lainnya? Andai mereka tau bahwa alih-alih hanya sekedar untuk hiburan mereka bisa memanfaatkan media tersebut untuk mengasah suatu kompetensi, maka hidup mereka akan berubah kea rah yang lebih positif. Search engine machine seperti youtube google dan lainnya bisa jadi sumber belajar untuk mendalami interest / hobi positif apa pun. Ada videografi, tutorial alat music, teknik komunikasi, marketing, dan banyak lainnya.

Aku jadi ingat tentang sekolah yang punya peran strategis untuk mengarahkan mindset peserta didik. Sudah semestinya sekolah menjadi tempat dimana peserta didik mendapat pengarahan tentang bagaimana berselancar di era disrupsi yang begitu deras. Andai para guru mau, mereka bisa mengarahkan para peserta didik untuk menjadi autonomous learner melalui pemanfaatan segala kemudahan akses informasi di era disrupsi ini. Guru-guru perlu meyakinkan peserta didik untuk memiliki pemahaman bahwa akses belajar itu sangat tak terbatas, dan sudah saatnya mereka mampu memilih informasi mana yang merkea bisa akses untuk memperkaya wawasan dan kecakapan mereka dalam suatu hal. Dengan begitu era disrupsi bisa menjadi berkah bagi generasi di negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar