Kamis, 18 Agustus 2016

Pentingnya kebiasaan finished-oriented!



Gamabr diambil dari https://dlfitnessblog.files.wordpress.com

Milikilah kebiasaan menyelesaikan urusan! itu sangat penting. Banyak orang yang mengeluhkan permasalahan yang mereka hadapi dalam kehidupan mereka. Tanpa disadari, seringkali masalah yang dihadapi dan tak kunjung terselesaikan tersebut ternyata disebabkan oleh kebiasaan mereka yang suka menunda penyelesaian urusan. Sesederhana apapun urusan jikaditunda penyelesaiannya maka akan menjadi beban pikiran. Ketika menjadi beban pikiran, tentunya akan menimbulkan masalah baru. Ada istilah procrastination syndrome dalam ilmu psikologi. Segala urusan yang ditunda penyelesaiannya semakin lama akan terasa semakin berat untuk diselesaikan. Bukan karena sulitnya urusan tersebut, melainkan karena menunda menyelesaikan suatu urusan akan membuat pikiran dan alam bawah sadar kita meyakini bahwa urusan tersebut adalah urusan yang sulit. 

Semua orang pasti punya masalah. Hanya saja, ada sebgaian orang yang tersiksa oleh masalah mereka, namun ada sebagian lainnya yang sama sekali tak tersiksa oleh masalah. Orang yang tersiksa karena masalah pada umumnya memiliki kebiasaan yang sama, yaitu kebiasaan menunda segala sesuatu. sedangkan mereka yang tak memiliki masalah dengan masalah biasanya juga memiliki kebiasaan yang sama, yaitu selalu menyegerakan diselesaikannya suatu urusan tanpa menunda-nunda. 

Memiliki kebiasaan cepat tanggap terhadap penyelesaian terhadap masalah itu membutuhkan proses yang panjang. Dalam ilmu psikologi disebutkan bahwa pengalaman yang ada pada masa kanak-kanak biasanya terpatri dan mempengaruhi pola hidup ketika dewasa. Kebiasaan - kebiasan yang dimiliki di awal kehidupan (masa kanak-kanak) membentuk mindset yang berpengaruh terhadap kebiasaan di masa-masa selanjutnya. Namun, karakter yang sudah terbentuk selama beberapa masa masih bisa dirubah, hanya saja membutuhkan proses yang cukup menyita waktu dan energi.

Gambar diambil dari https://s-media-cache-ak0.pinimg.com
Bagaimana caranya membentuk kebiasaan finished-oriented? Pembentukan kebiasaan tersebut bisa dimulai dari melakukan hal-hal yang wajib. Misalnya, sebagai pemeluk agama Islam, tentu ada kewajiban-kewajiban yang pelaksanaannya telah ditentukan batas waktunya, seperti sholat wajib. Kebiasaan melaksanakan sholat wajib dengan segera sesuai dengan waktunya merupakan contoh upaya yang bisa mengasah kebiasaan finished-oriented pada individu. Contoh lain adalah menyegerakan diselesaikannya tugas yang diberikan oleh guru sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, apapun hasilnya. Ada pepatah yang mengatakan bahwa “ide biasa yang dilaksanakan dengan segera nilainya lebih tinggi daripada ide besar namun tak kunjung diwujudkan (ditunda)”. Pepatah tersebut menyiratkan betapa hal biasa yang dilakukan dengan segera jauh lebih bernilai daripada hal besar yang ditunda penyelesaiannya. 

Mungkin ada yang bertanya bagaiman jika menunda menyelesaikan sesuatu untuk mendapatkan hasil yang sempurna? Sekilas hal tersebut bisa membenarkan tindakan menunda, namun yang harus diingat adalah dampak yang akan muncul ketika diri kita terbiasa dengan menunda, apapun urusan yang kita tunda penyelesaiannya. Mereka yang menunda menyelesaikan suatu urusan biasanya memiliki sifat perfeksionis. Perfeksionis berasal dari kata “Perfect” dalam bahasa inggris, yang berarti sempurna. Meski demikian, makna dari perfeksionis cenderung negatif. Orang yang memiliki jiwa perfeksionis cenderung suka menunda dan terlalu kritis terhadap tindakan/kinerja yang dilakukan oleh diri sendiri. Mereka menunda dan terus menunda menyelesaikan urusan, berharap mendapatkan kesempurnaan, hingga akhirnya memasuki injury time. Masalahnya, meski pada akhirnya mereka menyelaikan urusan tersebut, namun tak sempurna juga hasilnya. Tetap ada rasa kurang sempurna atas apa yang mereka lakukan. 


Kebiasaan finished-oriented erat hubungannya dengan kedisiplinan, karena disiplin memiliki makna bersikap sebagaimana seharusnya sesuai dengan aturan yang mengikat eksistensi kita sebagai makhluk sosial, makhluk individu dan makhluk berketuhanan Yang Maha Esa. Andaikan upaya mendisiplinkan anak didik oleh pendidik dilakukan dengan cara memahamkan dampak negatif dari ketidakdisiplinan, maka tentu anak didik akan lebih mudah melaksanakan kedisiplinan secara sadar, bukan karena keterpaksaan. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar