Senin, 15 Agustus 2016

Cheap-oriented, Mindset dan Nasib Hidup



Banyak orang yang suka membeli barang yang berdiskon. Banyak orang yang cenderung membeli barang murah, dan orientasinya selalu mendapatkan yang murah. Banyak orang yang suka dengan membeli barang second, ketimbang membeli barang baru dan mahal. Banyak orang yang suka dengan gratisan. Suka ditraktir, suka diberi hadiah, dan suka dibantu.
        “Lumayan kan makan ditraktir, gak perlu keluarin uang sendiri”
        “ Lumayan kan diberi hadiah. Bisa memiliki barang tanpa keluar uang sendiri”
        “Lumayan lah kerjaan ada yang ngebantu. Tak perlu repot sendiri”
Pada awalnya, alasan dari kecenderungan terhadap hal-hal tersebut adalah rasa “lumayan”. Namun tanpa disadari, kadang hal-hal tersebut bisa menjadi mindset, bisa menjadi pola/gaya hidup. ini yang berbahaya. Jika mendapatkan traktiran, hadiah, dan bantuan hanya sesekali saja, tak apa lah. Namun jika hal tersebut sudah menjadi kebiasaan, maka itu yang jadi masalah. Lho, emang masalahnya apa? mari kita bahas!

Setiap manusia memiliki kenyataan hidup yang berbeda-beda, yang seringkali disebut dengan nasib. Nasib bukanlah semata kenyataan yang sudah paten ditakdirkan  oleh Tuhan kepada hambaNya. Namun nasib terwujud sebagai akibat dari tindakan/perilaku manusia. Tindakan yang diambil manusia dipengaruhi oleh mindset/pikiran. Mindset tersebut terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang. Orang yang terbiasa / membiasakan diri berorientasi pada hal-hal yang murah dan gratis akan memiliki “pola pikir serba murah”. Hal tersebut juga bisa berpengaruh pada terbentuknya konsep diri (self-concept). Bahayanya adalah, jika konsep diri yang tebentuk adalah sebuah keyakinan bahwa diri sendiri hanya mampu membeli barang-barang yang murah. Konsep diri tersebut akan sangat berpengaruh terhadap tindakan yang diambil kehidupan sehari-harinya. 


Membeli barang yang mahal dan berkualitas tinggi kadang dihindari oleh banyak orang. Padahal berorientasi pada membeli barang yang berkualitas dan mahal bisa mempengaruhi mindset, alam bwah sadar, dan self-concept yang tentunya berpengaruh terhadap aktualisasi diri nya dalam menjalani kehidupan.

Mungkin ada yang bertanya, bagaimana jika kita tak memiliki banyak uang untuk membeli barang yang berkualitas tinggi dan mahal? Yang menjadi poin disini bukan lah semata tentang membeli barang murah/mahal, suka diskon atau tidak, tapi lebih pada bagaimana membentuk mindset yang berorientasi pada hal-hal yang berkualitas. Pada kenyataannya, yang berkualitas tinggi itu biasanya mahal. Minimal kita memiliki mindset yang high-quality-oriented, karena mindset lah yang sangat berpengaruh terhadap tindakan yang kita ambil. Sedangkan tindakan yang kita ambil tentu berpengaruh terhadap seperti apa wujud pencapaian kita dalam hidup.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar