Pagi-pagi
ngobrol melalui whatsapp dengan temen yang masih tinggal di Australia. Topiknya
adalah seputar kebijakan terbaru pemerintah Australia tentang visa. Australia memang
sudah lama menjadi negara primadona yang menjadi tujuan orang-orang dari
berbagai negara untuk studi dan bekerja. Selain kualitas Pendidikan yang
tinggi, yang menjadi daya Tarik para pelajar dari berbagai negara, Australia juga
merupakan negara dengan kesempatan bekerja yang sangat besar, serta rate gaji
yang tinggi.
Dari
obrolan dengan temanku pagi tadi, aku jadi memutuskan satu hal yang penting
dalam fase hidupku. Kemarin-kemarin, aku berencana untuk mengejar studi S3 ke Australia
dengan beasiswa kampus atau beasiswa LPDP. Jika aku mendapatkan beasiswa
kampus, maka targetku adalah mengambil graduate visa setelahnya. Lumayan,
graduate visa untuk lulusan S3 memungkinkan kita untuk tinggal di Australia antara
2-6 tahun. Waktu yang cukup untuk mengumpulkan pundi-pundi dollar. Setelah itu,
sedianya aku akan berusaha untuk mendapatkan permanent residence. Itu rencana
kemarin.
Sekarang,
orientasiku lain. Hal ini sebagai imbas dari kebijakan pemerintah Australia yang
terbaru terkait visa. Per 2024 ini, graduate visa hanya bisa diberikan kepada
para pelamar yang berusia maksimal 35 tahun. Persyaratan pengajuan permanent
residence juga mulai diperketat. Hal tersebut bisa dimaklumi, karena pelamar
permanent residence dari tahun ke tahun semakin membesar. Status sebagai the
promising land yang dimiliki Australia telah menjadi magnet bagi banyak manusia
dari berbagai negara. Mereka menjadikan Australia sebagai tempat yang tepat
untuk merubah nasib mereka.
Dengan
kebijakan terbaru ini, rencanaku untuk memiliki permanent residence Australia pupus
lah sudah. Andai aku tetap mengambil studi doctoral, aku rasa juga kurang worth
it. Belajar selama 4 tahun, dan setelahnya hanya kembali ke tempat menajar
semula, menjadi guru SMA, tanpa ada peningkatan karir secara signifikan. Rasanya,
kurang worth it. Yang worth it adalah, selesai studi S3, aku melanjutkan karir
di Australia, dan setelahnya meraih status sebagai permanent resident. Namun itu
sudah tidak bisa diwujudkan karena adanya kebijakan terbaru terkait visa
tersebut.
Entah
kenapa, aku merasa nothing to lose saja dengan kenyataan ini. Mungkin ini
memang jalan dari Tuhan bahwa aku tidak pas untuk menjalani alur yang sudah aku
rencanakan sebelumnya. Yang menarik bagiku sekarang ini justru adalah menekuni
dunia ekspor. Ini yang sangat sangat worth it. Memang, perjalanan yang harus
kuarungi untuk menjadi seorang eksportir sukses ini sangat sangat menantang. Ada
fase proses belajar belajar yang cukup Panjang yang harus aku lalui. Ada banyak
hal yang harus aku pelajari. Yang jelas, menekuni bidang ekspor ini akan memacu
aku untuk mendayagunakan seluruh kemampuan yang aku miliki
semaksimal-maksimalnya.
Mungkin
aku akan merasa Lelah dalam perjalanannya, dan itu pasti. Namun aku tidak
memiliki pilihan lain, karena ini hal terbaik yang harus aku tekuni.
Di
bidang yang relative baru bagiku ini, aku harus rela belajar banyak hal. Aku harus
belajar tentang membuat website. Aku harus belajar copywriting. Aku harus
belajar tentang marketing, baik marketing digital maupun marketing konvensional.
Aku harus belajar lagi tentang Teknik negosiasi. Aku harus mengasah kecerdasan
emosional. Aku harus memperluas networking. Aku harus belajar dan mempraktikkan
manajemen tim. Banyak hal yang harus aku lakukan.
Rencanaku
untuk ambil studi doctoral di Australia sepertinya harus aku kubur. Aku harus
realistis untuk menjalani rencana yang lebih indah. Semua hal yang terjadi
dalam hidup pasti ada hikmahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar