Lulus dari perguruan tinggi di luar negeri membuat
ekspektasi orang terhadap kita begitu tinggi. Orang Indonesia masih menganggap
bahwa profil lulusan luar negeri merupakan hal yang prestisius. Kadang, yang
terbayang oleh orang ketika mendengar kata lulusan perguruan tinggi luar negeri
adalah figure-figur ternama seperti B.J Habibie, Dr. Terawan, Anies Baswedan,
Amien Rais, A. Fuadi, Nur CHolis Majid, Sandiaga Uno, Nadim Makarim, Maudy
Ayunda, Dr. Tuswadi dan sederet nama lainnya yang merupakan lulusan dari perguruan tinggi
luar negeri. Mereka adalah para lulusan dari perguruan tinggi luar negeri yang
telah terbukti memiliki banyak prestasi. Bukan hanya prestasi biasa, namun
prestasi yang benar-benar bedampak terhadap negeri. Prestisiusnya pengalaman
mengenyam pendidikan tinggi di luar negeri membuat banyak orang orang terobsesi
terhadap pendidikan tinggi di luar negeri. Tentu ada rasa bangga saat bisa
meraih kesempatan tersebut.
Meskipun ada label prestis pada profil lulusan luar
negeri, namun ada hal menarik yang perlu diulas di sini. Ternyata, lulusan luar
negeri tak semuanya mentereng sebagaimana nama-nama yang disebutkan di atas. Memang
ada banyak lulusan luar negeri yang bersinar setelah lulus dan kembali ke tanah
air. Namun banyak juga yang redup dan kembali menjadi biasa saja layaknya orang
yang tak pernah mendapatkan privilege kuliah di luar negeri. Lantas, apa
sebenarnya yang menjadi pembeda antara keduanya? Yang menjadi pembeda antara
keduanya adalah legacy dan karya nyata.
Saat menjalani perkuliahan hingga lulus, orang yang
berkesempatan kuliah di luar negeri mungkin akan di-elu-elukan. Mereka menjadi topic
pembicaraan positif dalam obrolan di ruang-ruang seperti arisan, kumpulan
warga, kumpulan keluarga, atau bahkan menjadi bahan obrolan inspiratif di ruang
kelas SD, SMP, dan SMA. Namun setelah selesai studi, profil hebat mereka akan redup, kecuali
oleh satu hal yang bernama karya nyata. Pada awalnya, orang mungkin akan salut
pada orang yang lulus dari perguruan tinggi di luar negeri. Namun dalam jangka
panjang, rasa salut tersebut hanya akan berkesinambungan jika lulusan luar
negeri tersebut memiliki dampak positif bagi sesama.
Bisa dibayangkan, apakah akan se popular seperti sekarang
jika Anies Baswedan selesai lulus dari luar negeri tidak menciptakan program
keren semacam Indonesia Mengajar dan jadi dosen bahkan rector di kampus ternama?
Apakah akan se popular sekarang jika A. Fuadi tidak menciptakan karya-karya
berupa novel yang inspiratif dan enak dibaca? Apakah akan se popular sekarang
jika sepulang dari kuliah dari luar negeri Nadiem Makarim tidak berkarya merintis perusahaan yang sekarang sudah menjadi
Unicorn? Apakah akan se keren sekarang jika B.J Habibie hanya bekerja di
Multinational Company dan tak pernah berkarya menciptakan pesawat untuk negeri?
Kesimpulannya, hal yang menjadi pembeda antara lulusan luar negeri yang
bersinar dan redup terletak pada legacy dan karya nyata yang mereka ciptakan.
Lulusan luar negeri harus berkarya, titik! Bukan se-remeh
untuk menjaga ke-kerenan, atau agar tetap dielu-elukan orang lain. Melainkan hal
tesebut merupakan bentuk pertanggunjawaban moral kepada masyarakat. Sekalipun kita
menjalani kuliah di luar negeri dengan biaya sendiri, tetap tersemat
tanggungjawab moral pada diri kita, untuk bisa berkarya penuh manfaat bagi sesama.
Boleh lah kita yang berkesempatan kuliah di luar
negeri menikmati momen-momen jalan-jalan dan mengabadikan momen untuk
ditampilkan di social media. Namun menciptakan karya yang bermanfaat bagi sesama
semestinya tetap menjadi focus kita yang utama.
NB: Tulisan ini adalah sebuah advice dan reminder bagi diri sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar