Rabu, 23 Maret 2022

Menjadi Lulusan Perguruan Tinggi Luar Negeri: Berkarya dan meninggalkan legacy, atau pasif, tenggelam dan menjadi basi

 

Lulus dari perguruan tinggi di luar negeri membuat ekspektasi orang terhadap kita begitu tinggi. Orang Indonesia masih menganggap bahwa profil lulusan luar negeri merupakan hal yang prestisius. Kadang, yang terbayang oleh orang ketika mendengar kata lulusan perguruan tinggi luar negeri adalah figure-figur ternama seperti B.J Habibie, Dr. Terawan, Anies Baswedan, Amien Rais, A. Fuadi, Nur CHolis Majid, Sandiaga Uno, Nadim Makarim, Maudy Ayunda, Dr. Tuswadi dan sederet nama lainnya yang merupakan lulusan dari perguruan tinggi luar negeri. Mereka adalah para lulusan dari perguruan tinggi luar negeri yang telah terbukti memiliki banyak prestasi. Bukan hanya prestasi biasa, namun prestasi yang benar-benar bedampak terhadap negeri. Prestisiusnya pengalaman mengenyam pendidikan tinggi di luar negeri membuat banyak orang orang terobsesi terhadap pendidikan tinggi di luar negeri. Tentu ada rasa bangga saat bisa meraih kesempatan tersebut.

Meskipun ada label prestis pada profil lulusan luar negeri, namun ada hal menarik yang perlu diulas di sini. Ternyata, lulusan luar negeri tak semuanya mentereng sebagaimana nama-nama yang disebutkan di atas. Memang ada banyak lulusan luar negeri yang bersinar setelah lulus dan kembali ke tanah air. Namun banyak juga yang redup dan kembali menjadi biasa saja layaknya orang yang tak pernah mendapatkan privilege kuliah di luar negeri. Lantas, apa sebenarnya yang menjadi pembeda antara keduanya? Yang menjadi pembeda antara keduanya adalah legacy dan karya nyata.

Saat menjalani perkuliahan hingga lulus, orang yang berkesempatan kuliah di luar negeri mungkin akan di-elu-elukan. Mereka menjadi topic pembicaraan positif dalam obrolan di ruang-ruang seperti arisan, kumpulan warga, kumpulan keluarga, atau bahkan menjadi bahan obrolan inspiratif di ruang kelas SD, SMP, dan SMA. Namun setelah selesai studi, profil hebat mereka akan redup, kecuali oleh satu hal yang bernama karya nyata. Pada awalnya, orang mungkin akan salut pada orang yang lulus dari perguruan tinggi di luar negeri. Namun dalam jangka panjang, rasa salut tersebut hanya akan berkesinambungan jika lulusan luar negeri tersebut memiliki dampak positif bagi sesama.

Bisa dibayangkan, apakah akan se popular seperti sekarang jika Anies Baswedan selesai lulus dari luar negeri tidak menciptakan program keren semacam Indonesia Mengajar dan jadi dosen bahkan rector di kampus ternama? Apakah akan se popular sekarang jika A. Fuadi tidak menciptakan karya-karya berupa novel yang inspiratif dan enak dibaca? Apakah akan se popular sekarang jika sepulang dari kuliah dari luar negeri Nadiem Makarim tidak berkarya  merintis perusahaan yang sekarang sudah menjadi Unicorn? Apakah akan se keren sekarang jika B.J Habibie hanya bekerja di Multinational Company dan tak pernah berkarya menciptakan pesawat untuk negeri? Kesimpulannya, hal yang menjadi pembeda antara lulusan luar negeri yang bersinar dan redup terletak pada legacy dan karya nyata yang mereka ciptakan.

Lulusan luar negeri harus berkarya, titik! Bukan se-remeh untuk menjaga ke-kerenan, atau agar tetap dielu-elukan orang lain. Melainkan hal tesebut merupakan bentuk pertanggunjawaban moral kepada masyarakat. Sekalipun kita menjalani kuliah di luar negeri dengan biaya sendiri, tetap tersemat tanggungjawab moral pada diri kita, untuk bisa berkarya penuh manfaat bagi sesama.

Boleh lah kita yang berkesempatan kuliah di luar negeri menikmati momen-momen jalan-jalan dan mengabadikan momen untuk ditampilkan di social media. Namun menciptakan karya yang bermanfaat bagi sesama semestinya tetap menjadi focus kita yang utama.

NB: Tulisan ini adalah sebuah advice dan reminder bagi diri sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar