Menjadi seorang mahasiswa yang kuliah di luar negeri,
kita harus pandai-pandai dalam mengupayakan wellbeing. Betapa tidak, banyak hal
yang berpotensi membuat kita merasakan berbagai macam gejala negatif pada kondisi
psikologi, mental, dan emosional. Soal penyesuaian diri terhadap lingkungan
baru, misalnya. Penyesuaian diri terhadap lingkungan bukan merupakan perkara
mudah bagi sebagian orang, meski terasa mudah bagi sebagian orang lainnya. ada
orang yang cakap dalam bergaul, sementara ada orang yang kurang luwes dalam menempatkan
diri di lingkungan baru.
Berada di Australia selama beberapa bulan, aku suka
mengamati perilaku manusia. Pengamatan perilaku manusia tersebut biasanya aku
lakukan saat mengikuti berbagai kegiatan gathering. Ada orang yang begitu luwes
dalam menjalin komunikasi dengan orang baru, sementara ada orang yang terlihat
lebih suka menyendiri. Dari gesture yang mereka tunjukkan, Nampak ada sifat
inferior pada orang-orang yang suka menyendiri tersebut. Minimal, mereka
mengalami kesulitan dalam berinteraksi secara cair. Kemampuan orang dalam
membaur dengan berbagai komunitas memang banyak dipengaruhi oleh karakter. Sedangkan
karakter pada umumnya dipengaruhi oleh pengalaman di masa lalu, selain karena
pengaruh genetika.
Ketidakmampuan untuk berinteraksi sosial bisa mempengaruhi
kesehatan mental dan emosional. Bagi orang yang memang lebih suka menyendiri,
memiliki circle yang sangat terbatas mungkin tidak menjadi masalah. Namun nyatanya
banyak orang yang sebenarnya ingin memiliki banyak teman, bsia berinteraksi
secara luas dan luwes. Hanya saja, mereka tidak mampu melakukannya, karena
keterbatasan kemampuan dalam berinteraksi.
Potensi penyebab gangguan kesehatan mental, psikologis
dan emosional selanjutnya adalah banyaknya tuntutan pekerjaan/tugas akademik. Kegiatan
akademik seringkali membutuhkan totalitas pendayagunaan pikiran. Tugas-tugas
akademik seringkali memacu aktifitas kognitif yang sangat besar. Hal tersebut
bisa berpotensi menimbulkan gangguan mental seperti stress dan bahkan depresi. Kita
harus pandai-pandai dalam menciptakan work-life balance dalam keseharian hidup
kita. Ada kalanya kita harus serius dalam menyelesaikan proyek/tugas akademik. Namun
harus kita ingat bahwa jiwa kita butuh penyegaran. Agendakanlah acara-acara
santai dan refreshing seperti jalan-jalan saat weekend, atau mentraktir diri
dengan makan enak di tempat yang nyaman.
Level kemampuan dalam menyikapi masalah juga bisa
menjadi factor yang berpengaruh terhadap wellbeing seseorang. Banyak orang yang
suka memposting aktivitas kesehariannya di media sosial. Pada umumnya
aktivitas-aktivitas yang fun lah yang mereka tampilkan. Beragam respon atau
komentar pun bermunculan. Sayangnya, tidak semua komentar bersifat positif. Jika
kita tidak pandai menyikapi sikap negative orang lain terhadap diri kita, maka
hal tersebut bisa berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosional kita. Penting
bagi kita untuk tahu mana masalah yang penting yang harus diselesaikan, dan
mana urusan tak penting yang hanya perlu untuk tidak dihiraukan. Sebagian orang
bersikap reaktif terhadap penilaian negative orang lain. Sementara sebagian
lainnya cenderung bijak dan santai dalam menyikapinya. Kita semestinya memilih
untuk menjadi seperti orang yang kedua.
Khusus untuk masalah yang timbul dalam interaksi
sosial, ada kiat khusus yang aku ingin share di sini. Kadang, manusia adalah
makhluk penuh drama. Masalah sedikit saja bisa jadi besar. Sementara masalah
yang besar kadang disepelekan. Perlu kita hindari orang-orang yang hidupnya
penuh dengan drama. Kita berhak dan boleh untuk meremove mereka dari circle
hidup kita. Nda perlu risau ketika kehilangan satu atau beberapa teman negative.
Lebih baik memiliki circle pertemanan terbatas namun mereka berdampak positif
terhadap hidup kita, daripada circle luas namun toxic. Syukur-syukur kita
memiliki circle luas yang semuanya memiliki pengaruh positif. Itu sih kondisi
ideal. Namun pada praktiknya belum tentu mudah, bukan?
Bergabung dengan berbagai komunitas seperti club
olahraga, kelompok pengajian, group traveling, dan berbagai komunitas lainnya
penting untuk kita lakukan. Semakin kita kaya akan komunitas, semakin luas
cakrawala kita. Semakin luas cakrawala, semakin kita tidak mudah untuk terjebak
pada urusan-urusan remeh temeh. Aktivitas olahraga mengaktifkan endorphin, yang
berpengaruh terhadap rasa bahagia. Aktivitas traveling juga mengaktifkan endorphin.
Mengikuti pengajian menambah spiritualitas kita. Terlibat dalam berbagai
aktivitas organisasi atau komunitas memperkaya pengalaman memimpin, manajerial,
dan problem solving. Betapa itu semua menciptakan life balance, bukan?
Ada satu hal penting yang selalu saya ingat. Ketika aku
merasa pusing karena masalah sepele, biasanya di waktu yang sama ada hal
penting dan besar yang aku abaikan, atau ada urusan besar yg belum aku
selesaikan. Maka, hal yang aku lakukan ketika ada masalah remeh namun
merisaukan adalah melakukan refleksi diri. Apa urusan besar yang belum aku
selesaikan. Orang-orang dengan karya besar itu tidak terbersit untuk ngurui
hal-hal remeh. Orang-orang berprestasi besar penuh manfaat hanya focus pada
urusan besar. Faktanya, mengurus urusan besar penuh manfaat adalah salah satu
penunjang wellbeing.
Menjaga wellbeing
adalah tugas kita masing-masing. Maka kita harus pandai-pandai dalam mencari
cara untuk menjaga wellbeing kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar