Sabtu, 12 Maret 2022

Menjaga Wellbeing di Negeri Asing

 

Menjadi seorang mahasiswa yang kuliah di luar negeri, kita harus pandai-pandai dalam mengupayakan wellbeing. Betapa tidak, banyak hal yang berpotensi membuat kita merasakan berbagai macam gejala negatif pada kondisi psikologi, mental, dan emosional. Soal penyesuaian diri terhadap lingkungan baru, misalnya. Penyesuaian diri terhadap lingkungan bukan merupakan perkara mudah bagi sebagian orang, meski terasa mudah bagi sebagian orang lainnya. ada orang yang cakap dalam bergaul, sementara ada orang yang kurang luwes dalam menempatkan diri di lingkungan baru.

Berada di Australia selama beberapa bulan, aku suka mengamati perilaku manusia. Pengamatan perilaku manusia tersebut biasanya aku lakukan saat mengikuti berbagai kegiatan gathering. Ada orang yang begitu luwes dalam menjalin komunikasi dengan orang baru, sementara ada orang yang terlihat lebih suka menyendiri. Dari gesture yang mereka tunjukkan, Nampak ada sifat inferior pada orang-orang yang suka menyendiri tersebut. Minimal, mereka mengalami kesulitan dalam berinteraksi secara cair. Kemampuan orang dalam membaur dengan berbagai komunitas memang banyak dipengaruhi oleh karakter. Sedangkan karakter pada umumnya dipengaruhi oleh pengalaman di masa lalu, selain karena pengaruh genetika.

Ketidakmampuan untuk berinteraksi sosial bisa mempengaruhi kesehatan mental dan emosional. Bagi orang yang memang lebih suka menyendiri, memiliki circle yang sangat terbatas mungkin tidak menjadi masalah. Namun nyatanya banyak orang yang sebenarnya ingin memiliki banyak teman, bsia berinteraksi secara luas dan luwes. Hanya saja, mereka tidak mampu melakukannya, karena keterbatasan kemampuan dalam berinteraksi.

Potensi penyebab gangguan kesehatan mental, psikologis dan emosional selanjutnya adalah banyaknya tuntutan pekerjaan/tugas akademik. Kegiatan akademik seringkali membutuhkan totalitas pendayagunaan pikiran. Tugas-tugas akademik seringkali memacu aktifitas kognitif yang sangat besar. Hal tersebut bisa berpotensi menimbulkan gangguan mental seperti stress dan bahkan depresi. Kita harus pandai-pandai dalam menciptakan work-life balance dalam keseharian hidup kita. Ada kalanya kita harus serius dalam menyelesaikan proyek/tugas akademik. Namun harus kita ingat bahwa jiwa kita butuh penyegaran. Agendakanlah acara-acara santai dan refreshing seperti jalan-jalan saat weekend, atau mentraktir diri dengan makan enak di tempat yang nyaman.

Level kemampuan dalam menyikapi masalah juga bisa menjadi factor yang berpengaruh terhadap wellbeing seseorang. Banyak orang yang suka memposting aktivitas kesehariannya di media sosial. Pada umumnya aktivitas-aktivitas yang fun lah yang mereka tampilkan. Beragam respon atau komentar pun bermunculan. Sayangnya, tidak semua komentar bersifat positif. Jika kita tidak pandai menyikapi sikap negative orang lain terhadap diri kita, maka hal tersebut bisa berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosional kita. Penting bagi kita untuk tahu mana masalah yang penting yang harus diselesaikan, dan mana urusan tak penting yang hanya perlu untuk tidak dihiraukan. Sebagian orang bersikap reaktif terhadap penilaian negative orang lain. Sementara sebagian lainnya cenderung bijak dan santai dalam menyikapinya. Kita semestinya memilih untuk menjadi seperti orang yang kedua.

Khusus untuk masalah yang timbul dalam interaksi sosial, ada kiat khusus yang aku ingin share di sini. Kadang, manusia adalah makhluk penuh drama. Masalah sedikit saja bisa jadi besar. Sementara masalah yang besar kadang disepelekan. Perlu kita hindari orang-orang yang hidupnya penuh dengan drama. Kita berhak dan boleh untuk meremove mereka dari circle hidup kita. Nda perlu risau ketika kehilangan satu atau beberapa teman negative. Lebih baik memiliki circle pertemanan terbatas namun mereka berdampak positif terhadap hidup kita, daripada circle luas namun toxic. Syukur-syukur kita memiliki circle luas yang semuanya memiliki pengaruh positif. Itu sih kondisi ideal. Namun pada praktiknya belum tentu mudah, bukan?  

Bergabung dengan berbagai komunitas seperti club olahraga, kelompok pengajian, group traveling, dan berbagai komunitas lainnya penting untuk kita lakukan. Semakin kita kaya akan komunitas, semakin luas cakrawala kita. Semakin luas cakrawala, semakin kita tidak mudah untuk terjebak pada urusan-urusan remeh temeh. Aktivitas olahraga mengaktifkan endorphin, yang berpengaruh terhadap rasa bahagia. Aktivitas traveling juga mengaktifkan endorphin. Mengikuti pengajian menambah spiritualitas kita. Terlibat dalam berbagai aktivitas organisasi atau komunitas memperkaya pengalaman memimpin, manajerial, dan problem solving. Betapa itu semua menciptakan life balance, bukan?

Ada satu hal penting yang selalu saya ingat. Ketika aku merasa pusing karena masalah sepele, biasanya di waktu yang sama ada hal penting dan besar yang aku abaikan, atau ada urusan besar yg belum aku selesaikan. Maka, hal yang aku lakukan ketika ada masalah remeh namun merisaukan adalah melakukan refleksi diri. Apa urusan besar yang belum aku selesaikan. Orang-orang dengan karya besar itu tidak terbersit untuk ngurui hal-hal remeh. Orang-orang berprestasi besar penuh manfaat hanya focus pada urusan besar. Faktanya, mengurus urusan besar penuh manfaat adalah salah satu penunjang wellbeing.

 Menjaga wellbeing adalah tugas kita masing-masing. Maka kita harus pandai-pandai dalam mencari cara untuk menjaga wellbeing kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar