Literasi merupakan salah satu topic yang mendapatkan perhatian cukup besar dalam diskursus pendidikan di berbagai Negara, termasuk Indonesia. Bahkan, dalam kerangka pendidikan di abad 21, literasi termasuk salah satu kecakapan yang dianggap sangat penting. Banyak kurikulum di berbagai Negara menyisipkan kampanye literasi sebagai bagian dari reformasi pendidikan. Negara-negara maju seperti Australia, Amerika, China, Hongkong, dan lainnya memasukkan literasi sebagai salah satu titik focus pendidikan. Hal tersebut bukan tanpa alasan. Tingkat literasi masyarakat suatu Negara terbukti berkorelasi positif terhadap kemajuan Negara tersebut.
Secara harfiah, literasi bermakna kemampuan untuk membaca dan menulis. Namun,
secara makna yang lebih luas, literasi bisa dimaknai sebagai kemampuan untuk
mengidentifikasi, memahami, menginterpretasikan, menciptakan, dan mengomunikasikan
materi tertulis maupun tak tertulis yang berhubungan dengan berbagai konteks
kehidupan. Literasi diyakini oleh banyak orang sebagai salah satu kecakapan
untuk survive (survival skill) dalam kehidupan. Oleh karena itu, topic tentang
literasi mendapatkan porsi yang cukup strategis dalam diskursus pendidikan,
terutama di Indonesia.
Indonesia merupakan Negara yang melakukan kampanye massif terhadap
literasi. Spirit kampanye literasi begitu terasa dalam rentang satu decade terakhir.
Literasi disisipkan ke dalam kurikulum, sebagai sebuah mandatori untuk
digalakkan di lingkungan pendidikan. Pemerintah juga mencetuskan Gerakan
Literasi Nasional. Bahkan, pada saat kementerian pendidikan nasional digawangi
oleh Anies Baswedan, muncul program wajib baca 15 menit setiap hari di sekolah.
meskipun kegiatan 15 menit membaca tersebut Nampak kurang berkesinambungan,
namun setidaknya hal tersebut menunjukkan bahwa literasi dinilai penting untuk
dikampanyekan di negeri ini.
Harus kita akui bahwa literasi masih merupakan PR besar di negeri kita,
Indonesia. Untuk literasi dasar seperti membaca saja masyarakat kita masih
belum begitu familiar. Situs World Atlas memuat sebuah laporan tentang pemeringkatan
Negara-negara berdasarkan jumlah jam membaca per minggu masyarakatnya. Dalam laporan
tersebut, India, Thailand dan China termasuk tiga besar Negara yang jumlah jam
baca masyarakatnya paling banyak. Indonesia berada pada urutan yang cukup membuat
kita merasa bahwa kita masih harus terus berbenah dalam kampanye literasi.
Lantas, bagaimana sebaiknya kampanye literasi digalakkan? Apakah cukup
dengan membuat Gerakan Literasi Nasional? Apakah cukup dengan kegiatan 15 menit
membaca di sekolah setiap hari? Apakah cukup dengan menyediakan banyak buku? Semua
program tersebut penting, namun agar kampanye literasi berbuah kesuksesan,
dibutuhkan pendekatan komprehensif dan berkesinambungan. Kampanye literasi
tidak boleh hanya terasa di suatu lingkungan saja, contohnya hanya di
lingkungan pendidikan. Di lingkungan pendidikan pun kampanye literasi harus
menggunakan pendekatan komprehensif. Di Lingkungan masyarakat dan keluarga, kampanye
literasi juga harus secara riil terasa.
Mari kita refleksikan bagaimana kampanye literasi digalakkan skup lingkungan
pendidikan seperti sekolah. sekolah merupakan lingkungan yang semestinya identic
dengan nuansa literasi. Di sekolah, kegiatan belajar mengajar tentu melibatkan
aktivitas membaca, menulis, memahami, menghinterpretasikan, menciptakan,
mengkomunikasikan dan hal-hal lainnya sebagaimana yang menjadi prinsip dalam
literasi. Itu adalah kondisi ideal sekolah. Namun pada praktiknya, apakah hal
kondisi tersebut benar-benar ada di sekolah-sekolah di Indonesia? Ada pertanyaan
menarik, berapa jumlah siswa yang suka membaca dan menulis? Berapa jumlah guru
yang memiliki kebiasaan membaca dan menulis? Jawaban-jawaban untuk pertanyaan
ini memang harus dibuktikan melalui penelitian. Namun ada hipotesis muncul
bahwa kebiasaan membaca dan menulis civitas akademika di berbagai sekolah di Indonesia
bisa dikatakan masih cukup rendah. Berapa banyak peserta didik yang menggunakan
waktu luang untuk membaca, alih-alih bermain game atau melakukan hal yang
kurang penting? Berapa banyak guru yang memanfaatkan waktu luang untuk membaca
atau menulis, alih-alih untuk menggosip atau melakukan hal yang tak penting
lainnya? pertanyaan-pertanyaan tersebut terkesan nyinyir dan julid, namun itu
layak untuk direnungkan.
Selama ini, program yang nampak cukup familiar di dalam pembicaraan public
terkait kampanye literasi di sekolah adalah program 15 menit membaca. Hal tersebut
penting untuk setidaknya mengakrabkan peserta didik dengan aktivitas membaca. Namun,
itu saja tidak cukup. Harus ada pendekaan komprehensif dalam kampanye literasi
di sekolah. lantas, apa saja yang harus dilakukan oleh pembuat kebijakan di
sekolah agar kampanye literasi efektif dan sukses?
Hal pertama harus ada di lingkungan sekolah adalah keteladanan. Pastikan
para guru dan kepala sekolah adalah orang-orang yang bisa dijadikan teladan bagi
peserta didik dalam hal literasi. Mereka harus memiliki kebiasaan membaca dan
menulis terlebih dahulu, sebelum menyuarakan pentingnya membaca dan menulis
kepada peserta didik. Mereka juga harus mampu meyakinkan peserta didik tentang manfaat
dari aktivitas membaca dan menulis bagi kehidupan mereka pribadi. Manusia adalah
makhluk pragmatis. Mereka tidak akan dengan secara sadar dan sukarela melakukan
proses pembentukan suatu kebiasaan, kecuali mereka memahami apa manfaat yang
akan mereka dapatkan dari hal tersebut. Begitu pula dengan peserta didik. Individu-individu
yang sudah memiliki kebiasaan membaca pada umumnya adalah mereka yang sudah
sangat paham tentang manfaat dari aktivitas tersebut bagi diri mereka. Jadi, hal
pertama yang harus dibenahi adalah keteladanan guru dan kepala sekolah dalam
berliterasi.
Hal kedua yang harus diperhatikan adalah wellbeing peserta didik. Konsep
wellbeing memang belum dianggap sebagai issue yang strategis dalam konteks penyelenggaraan
pendidikan di berbagai sekolah Indonesia pada umumnya. Namun, kita pasti
menyadari bahwa kesehatan dan kenyamanan emosi, mental, psikologis dan fisiologis
berpengaruh terhadap pengalaman belajar dan pencapaian akademik peserta didik. Itu
lah dasar dari wellbeing. Cara mendukung wellbing peserta didik dalam kampanye
literasi adalah penyediaan sarana yang mendukung serta pelayanan yang humanis. Betapa
banyak siswa yang enggan untuk datang ke perpustakaan karena pembawaan pegawai
perpustakaan yang tidak/kurang ramah. Betapa banyak peserta didik yang enggan
pergi ke perpustakaan karena kondisi perpustakaan yang terlihat kurang terawat.
Berkunjung ke berbagai perpustakaan yang ada di Jepang dan Australia, saya
melihat betapa kenyamanan lingkungan fisik perpustakaan di Negara tersebut
sangat terjamin. Orang mungkin datang ke perpustakaan dengan maksud untuk
sekedar bersandar atau menikmati ketenangan, karena lingkungan perpustakaan
biasanya memang tenang. Orang datang ke perpustakaan mungkin hanya sekedar
ingin bersandar di sofa lantai yang empuk sambil menikmati vibe positif yang
ada di ruang perpustakaan. Orang mungkin awalnya hanya tertarik untuk
selfie-selfie di ruang perpustakaan karena desain interiornya instagrammable. Itu
semua tidak masalah. Meminjam istilah yang dipakai oleh Gol A Gong, fasilitas
fisik seperti itu adalah pancingan agar orang mau datang ke perpustakaan. Setelah
merasa nyaman di perpustakaan, orang lambat laun akan tergerak hatinya untuk
membaca, atau melakukan berbagai aktivitas di perpustakaan tersebut yang
berkaitan dengan literasi.
Lingkungan perpustakaan yang nyaman dengan desain interior yang enak
dipandang serta dilengkapi dengan koleksi buku yang cukup banyak dan up to date, bisa menjadi katalisator
bagi terbentuknya keakraban peserta didik dengan dunia iterasi. Penataan fisik
perpustakaan juga perlu memperhatikan perkembangan zaman. Dulu, kita bergantung
dengan media cetak seperti buku. Di era digital seperti sekarang ini , perpustakaan
juga semestinya menyediakan media digital. Setidaknya, perpustakaan perlu
menyediakan beberapa computer yang terkoneksi dengan jaringan internet. Posisikan
computer tersebut pada lokasi yang terbuka dan mudah diawasi. Hal tersebut
dilakukan untuk meminimalisir potensi penggunaan computer untuk hal yang tidak
penting. Perpustakaan-perpustakaan di Australia bahkan menempatkan computer pada
posisi yang bisa dengan mudah diawasi dari tempat standby nya pegawai perpustakaan.
Selanjutnya, selenggarakan program-program yang memacu minat peserta
didik terhadap dunia literasi. Program-program seperti lomba menulis karya
fiksi dan non-fiksi, menulis copywriting untuk marketing bisnis, bedah buku, training
menulis, workshop digital marketing, seminar financial literacy, penerbita buku
secara kolektif, dan lainnya penting untuk diselenggarakan. Program-program
tersebut bisa dilaksanakan sebagai bagian dari kegiatan intrakurikuler maupun
ekstrakurikuler.
Kegiatan pembelajaran juga bisa diarahkan untuk mendorong kegiatan
literasi. Contohnya, peserta didik diarahkan untuk mengakses berbagai sumber
belajar (learning resources). Jangan batasi mereka dengan penggunaan satu buku
tertentu dalam pembelajaran. Dorong mereka untuk secara mandiri mencari beragam
sumber belajar, serta tunjukkan keada mereka contoh-contoh sumber belajar yang
bisa mereka akses. Kegiatan belajar yang hanya berpatokan pada penggunaan satu
buku tertentu akan mempengaruhi alam bawah sadar peserta didik untuk meyakini
bahwa sumber belajar yang valid itu terbatas.
Kampanye literasi tidak akan sepenuhnya berhasil tanpa dukungan berbagai
pihak. Sekolah perlu menjalin kerjasama dan komunikasi dengan orang tua. Bentuk
konkrit kerjasama antara sekolah dan orang tua dalam untuk mendukung kampanye literasi
adalah melalui penyelenggaraan edukasi bagi orang tua. Kegiatan tersebut
penting agar orang tua dan sekolah memiliki kesamaan mindset dan persepsi
terhadap literasi. Sekolah perlu memberi pemahaman terhadap orang tua tentang
alur logis pengaruh literasi peserta didik terhadap keberhasilan mereka dalam
hidup. Dengan pemahaman bahwa literasi berpengaruh terhadap keberhasilan
peserta didik, maka orang tua seharusnya ikut andil dalam suksesnya kampanye
literasi bagi anak-anak mereka. Andil tersebut nantinya bisa berupa penyediaan
sarana untuk menunjang literasi di rumah oleh orang tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar