Pagi
ini, ada satu siswa terlambat masuk sekolah. Berdasarkan catatan
kedisiplinannya yang dirangkum oleh BK, siswa ini termasuk sering terlambat.
Sesuai dengan kebijakan penegakan kedisiplinan yang diberlakukan di sekolah
ini, siswa yang terlambat melebihi batas toleransi harus dikarantina di ruangan
khusus. Proses belajar dilakukan secara mandiri, melalui pengarahan dari guru
mapel yang bersangkutan. Belajar sendiri, bagi sebagian siswa, terutama siswa
yang ebrkepribadian introvert, mungkin akan terasa menyenangkan. Namun ketika
belajar sendiri tersebut dilakukan dalam konteks sebagai sebuah hukuman, maka
tentu kurang terasa menyenangkan.
Sistem
karantina tersebut dilakukan sebagai kebijakan sekolah untuk menciptakan efek
jera. Terbukti, cara tersebut cukup efektif mengurangi angka keterlambatan
siswa. Sebelum aturan tersebut diberlakukan, angka keterlambatan siswa cukup
signifikan. Dalam satu hari, bisa ada 20-an lebih siswa yang terlambat masuk
sekolah. Sebagian siswa terlambat karena faktor jarak dan sarana transportasi. Maklum,
sekolah ini berada di wilayah pegunungan dimana sarana transportasi masih jauh
dari kata memadai. Namun sebagian lainnya murni karena faktor perilaku negatif (negative
behavior).
Kembali
ke topik tentang satu siswa yang terlambat di pagi ini. Sebut saja namanya
adalah MZ. Karena catatan kedisiplinannya yang negatif, anak ini sering menjadi
topik pembahasan di kalangan guru saat jam istirahat. Sebagian besar guru
berkomentar negatif tentang perilaku siswa ini. Di antara mereka, jarang ada yang
menyorot soal kebiasaan, kondisi keluarga, kondisi lingkungan dan segala hal
yang menjadi faktor di balik perilaku keterlambatannya. Yang dibahas adalah apa
yang nampak di luar, bahwa siswa tersebut sering terlambat dan itu adalah
perilaku negatif. Namun ternyata ada hal-hal yang para guru sebaiknya tahu
mengenai siswa tersebut. Dengan mengetahui berbagai faktor yang berpengaruh
terhadap perilaku siswa tersebut, maka para guru bisa memandang dan menilai
secara objektif tentang siswa tersebut.
Berdasarkan
penelusuran yang aku lakukan, MZ ternyata memiliki kebiasaan begadang sampe
malam. Dia tidak bisa tidur hingga pagi, jika sampai pukul 10 malam dia tidak
tidur. Ketika hendak tidur sebelum jam 10, dia sering mendapatkan chat dari
para calon buyer. Nah, ini yang menarik. MZ ini ternyata bergulat dengan
kegiatan ekspor ikan hias ke berbagai negara. Perbedaan zona waktu sering
memaksa dia untuk begadang hingga tengah malam bahkan pagi untuk menjalin
komunikasi dengan para calon pembeli. Dia bercerita bahwa ada beberapa pembeli
dari amerika, jerman, argentina, meksiko, prancis, dan beberapa negara lain
yang memiliki zona waktu yang jauh berbeda dari indonesia. Dia merasa harus
memberikan respon cepat setiap kali ada chat masuk dari calon buyer. Hal
tersebut dilakukan agar calon buyer tidak kecewa, sehingga mengurungkan niatnya
untuk membeli produk ikan hiasnya.
Di
balik kebiasaan negatif berupa seringnya terlambat masuk sekolah, anak ini bisa
dikatakan istimewa. Masih di usia yang relatif belia, namun aktivitasnya keren.
Mendulang dolar dari berbisnis dengan orang dari mancanegara. Sayangnya, ekses
negatif dari aktivitas ekspornya adalah keterlambatan masuk sekolah yang
frekuensinya lumayan tinggi.
MZ
hanya butuh pemahaman tentang manajemen waktu. Dia memiliki kegiatan yang
keren. Aktivitas bisnis ekspornya membuatnya mampu membiayai kebutuhan sendiri.
Bahkan orang tuanya sudah lama tidak memberinya uang jajan, semenjak dia
bergulat dengan bisnis ekspor ikan hias.
Kebiasaan
terlambat masuk sekolah memang perilaku negatif yang harus diluruskan. Namun para
guru semestinya memandang dan menyelesaikan maslaah perilaku siswa dengan
pendekatan yang holistik. Anak ini sbeenarnya juga merasa tidak nyaman dengan
keterlambatan yang ia sering lakukan. Dia ingin merubah kebiasaan tersebut,
namun dia belum menemukan formulanya agar bisa menjalani hari dan hidup secara
seimbang, tertib dan efektif. Menangani anak ini, tidak perlu judgment tentang
perilaku negatifnya. Yang dibutuhkan adalah pengarahan tentang manajemen waktu
serta kerjasama antara sekolah dengan orang tuanya.
Aku
mencoba mendekati MZ, dan menjalin komunikasi dengan anak ini. Cukup sering
kami berkomunikasi. Bahkan, kadang MZ meminjam uang padaku untuk membeli produk
dari supplier, dan ia segera melunasinya sesaat setelah buyer mentransfer
uangnya. Komunikasi terjalin dengan topik-topik seputar kedisiplinan pula. Aku
tanyakan segala hal tentang kesehariannya. Sehingga aku bisa menemukan berbagai
fakta tentang dia. Anak ini spesial. Dia memiliki aktivitas yang keren, yang
perlu dukungan. Soal kedisiplinan siswa memang harus ditangani. Namun
mengetahui sisi lain dari kehidupan siswa tersebut yang berdampak pada
perilakunya juga perlu dilakukan oleh guru. Pada dasarnya semua siwa yang
berperilaku negatif membutuhkan bantuan orang dewasa dengan pendekatan
komprehensif, bukan semata judgement tentang perilakunya.
Siapa
sangka, anak yang sering terlambat dan menunjukan perilaku melanggar aturan
sekolah justru di masa depan menjadi pribadi sukses yang berdampak positif bagi
banyak orang. Dan faktanya, itu yang sering terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar