Dengan
alokasi waktu yang hanya dua jam pelajaran setiap minggu, rasanya hampir
mustahil untuk mengandalkan pembelajaran di kelas supaya siswa bisa cakap
berbahasa asing. Jika kita menilik berbagai studi tentang keberhasilan pembelajaran
bahasa asing, ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap berhasil tidaknya
belajar bahasa asing. Ada faktor motivasi pembelajar, lingkungan, keterlibatan
orang tua, dan sarana serta prasarana. Di beberapa sekolah, ada banyak siswa
yang lancar berbahasa asing. Mereka mendapatkan materi belajar bahasa asing
tersebut di kelas formal di sekolah. Namun bukan itu faktor utama yang
menentukan kelancaran berbahasa asing mereka, melainkan ada effort ekstra yang
mereka lakukan seperti mengikuti kursus, baik online maupun offline. Sebagian dari
mereka juga memiliki faktor pendukung berupa support dari lingkungan terdekat
seperti keluarga. Terlepas dari efektif tidaknya pembelajaran bahasa asing di
kelas formal, mereka tetap bisa lancar berbahasa asing.
Jika
alokasi waktu belajar bahasa asing di sekolah begitu terbatas, lantas bagaimana
supaya guru bisa membantu siswa menguasai bahasa asing? Ada tiga hal yang bisa
dilakukan oleh guru to make the most of the learning process. Yang pertama
adalah memanfaatkan waktu yang terbatas di kelas untuk mendorong peserta didik
agar menjadi autonomous learner. Menjadikan mereka autonomous learner memang
sangat menantang. Hal itu akan berkaitan dengan menumbuhkan motivasi belajar. Bagaimana
caranya agar siswa merasa butuh untuk belajar bahasa asing. Menurut Bobby
DePorter, pengarang buku Quantum Learning, ketika seorang individu memiliki
motivasi untuk mempelajari sesuatu, maka tidak perlu banyak arahan untuk dia
secara sadar dan sukarela melakukan aktivitas belajar secara mandiri.
Membangkitkan
motivasi, atau menumbuhkan rasa butuh terhadap bahasa asing masuk ke dalam
ranah ilmu psikologi belajar. Membangkitkan motivasi adalah ahal yang cukup
menantang, karena cara orang mendapatkan motivasi begitu beragam. Ada yang
termotivasi untuk belajar bahasa asing karena ingin memiliki pengalaman studi
lanjut di luar negeri. Ada yang ingin bisa jalan-jalan di luar negeri. Ada yang
sekedar ingin bisa berinteraksi dengan artis idola mereka. Ada yang ingin bekerja
di luar negeri. Ada yang termotivasi belajar bahasa asing karena melihat role
model berbahasa asing yang bagus dari seorang guru. Ada juga yang hanya sekedar
ingin bisa memahami komik berbahasa asing. Begitu beragam motivasi individu
dalam mempelajari bahasa asing. Ini adalah PR besar bagi guru bahasa asing
dalam upaya membangkitkan motivasi siswa.
Hal
kedua yang bisa dilakukan oleh guru adalah mengupayakan pembelajaran yang
bermakna dan menyenangkan. Mungkin guru tidak bisa sepenuhnya menjadikan proses
pembelajaran yang relatif singkat di kelas sebagai faktor penentu keberhasilan
siswa dalam belajar. Namun setidaknya guru menyuguhkan desain pembelajaran yang
bermakna dan menyenangkan. Setidaknya para siswa merasa enjoy dengan proses
belajar yang mereka jalani di kelas. Untuk bisa mewujudkan pembelajaran yang
menyenangkan, dibutuhkan kompetensi pedagogi, pemahaman psikologi, dan
keterampilan profesional seorang guru. Supaya memiliki semua kompetensi
tersebut, guru perlu terus mengupdate diri. Belajar sepanjang hayat adalah hal
yang menjadi keniscayaan, supaya guru bisa menyelenggarakan pembelajaran yang bermakna
dan menyenangkan.
Bayangkan
jika para siswa merasakan flow dalam pembelajaran. Mereka menikmati setiap
proses belajar. Assessment for learning terasa seperti bermain, padahal sesungguhnya
mereka sedang dinilai untuk tujuan pembelajaran. Bayangkan mereka menonton
video berbahasa asing, padahal di waktu yang bersamaan mereka belajar tentang listening
dan vocabulary. Bayangkan mereka seperti sedang bermain-main dengan
tebak kata dalam lirik lagu, padahal mereka sedang belajar tentang listening.
Bayangkan mereka merasa sedang bermain-main dengan memberikan instruksi kepada
teman mereka untuk menggambarkan sesuatu berdasarkan instruksi yang mereka
sampaikan, padahal sejatinya mereka sedang berlatih listening dan speaking.
Bayangkan mereka berlomba untuk memuncaki klasemen dalam test yang
diselenggarakan menggunakan media Kahoot atau Quiziz, padahal mereka sedang menjalani
formative assessment.
Hal
ketiga yang guru bisa upayakan untuk menyiasati terbatasnya waktu pembelajaran
bahasa asing di kelas adalah menciptakan atmosfir positif dan supportive di
kelas. Banyak siswa yang insecure dengan level kemampuan bahasa asing mereka
yang masih rendah. Hal tersebut biasanya membuat mereka ragu untuk tampil
sekedar mencoba menjawab pertanyaan pemantik dari guru. Apalagi, verbal
bullying seringkali efektif meruntuhkan mental siswa untuk unjuk gigi. Masih banyak
kita temui dalam berbagai kelas bahwa siswa ditertawakan oleh rekan-rekannya atas
kesalahan yang dia lakukan dalam menjawab pertanyaan, atau atas kekeliruan
dalam menampilkan performance di depan kelas. Guru perlu memastikan
bahwa siswa secara psikologis aman dari ketakutan akan bullyan atau kondisi
yang meruntuhkan mental mereka. Guru perlu memastikan bahwa semua individu yang
ada di kelas saling dukung satu sama lain. Situasi yang penuh dukungan biasanya
akan meninggalkan kesan yang mendalam bagi siswa.
Semua
kebermaknaan dan keasyikan yang tersaji dalam pembelajaran memang membutuhkan effort
guru. Menyajikan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan juga merupakan
sebuah seni. Cara yang dilakukan oleh seorang guru dalam menyajikan
pembelajaran bermakna dan menyenangkan mungkin berbeda dengan cara yang
dilakukan oleh guru lain. Jika ketiga hal di atas dipraktikkan, maka guru bisa
dikatakan making the most of the limited learning time.
Kita
semua perlu belajar untuk bisa memaksimalkan waktu pembelajaran bahasa asing
yang terbatas tersebut agar.