Sabtu, 30 April 2022

Menumbuhkan "Good mood" untuk menyelesaikan suatu kerjaan

 

Ada banyak alasan yang dikemukakan oleh orang yang suka menunda penyelesaian pekerjaan. Ada yang bilang bahwa mereka hanya bisa menyelesaikan pekerjaan mereka saat “Good mood” tiba. Ada yang beralasan menunggu waktu yang tepat. Ada yang pula yang merasa bahwa saat-saat terakhir menjelang deadline adalah saat paling ampuh untuk keluarnya segala kreativitas. Alasan-alasan semacam itu biasanya dilontarkan oleh orang-orang yang umumnya disebut “procrastinator’. Ada pula yang menyebut mereka “the last minute person”. Makna dari kedua istilah tersebut pada intinya sama, yaitu orang yang suka mengerjakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan di akhir waktu. Bagi sebagian orang, itu hanyalah semacam preferensi atau gaya individu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Namun, dalam dunia psokologi, itu sebenarnya adalah sebuah penyakit psikologis.

Orang yang mengidap penyakit procrastinating akan cenderung merasa kurang nyaman jika harus megerjakan suatu pekerjaan sesegera mungkin. Padahal mereka tahu bahwa saat mengerjakannya di saat-saat akhir, mereka juga merasakan tekanan mental yang luar biasa. Namun, karena sudah terbiasa, alam bawah sadar mereka menerima hal tersebut dan menganggapnya sebagai sebuah kelaziman.

Lantas, apakah benar bahwa menyelesaikan suatu pekerjaan di menit-menit akhir adalah hal yang positif? Orang-orang yang cenderung procrastinating biasanya mengacu pada dalil bahwa kreativitas seseorang akan muncul ketika dia sedang berada dalma kondisi underpressure. Bisa jadi benar, bahwa dalma kondisi terjepit, orang cenderung mampu mengeluarkan segenap potensi kinerjanya. Kondisi terjepit membuat orang terpacu kreativitasnya. Namun, orang kadang lupa, bahwa mental burnout yang diakibatkan oleh penundaan penyelesaian pekerjaan juga tidak kalah hebat dalam menjadi beban psikis. Bahkan, beban psikis tersebut bisa berimbas pada kesehatan fisik.

Ada banyak cerita tentang mahasiswa yang kesehatannya drop gegara urusan penyelesaian tugas akhir yang tak kunjung selesai. Ada banyak cerita tentang seorang pegawai yang kesehatan fisik dan mentalnya melemah karena tumpukan pekerjaan yang begitu banyak. Sekalipun benar bahwa dalam kondisi tertekan otak kita akan mengeluarkan segala kreativitasnya, namun tidak bisa kita pungkiri pula bahwa pekerjaan berat yang tak kunjung selesai akan terasa menjadi beban mental dan psikis sehingga berpengaruh terhadap kesehatan fisik.

Saya dulu termasuk seorang procrastinator parah. Susah sekali untuk menyegerakan penyelesaian suatu pekerjaan. Rasanya seperti tidak nyaman jika suatu pekerjaan selesai dengan segera. Kondisi tersebut diperparah oleh sifat perfeksionis saya. Gabungan sifat procrastinating dan perfeksionis benar-benar sukses membuat saya menjadi manusia yang tidak efektif. Sekian waktu lama terbuang sia-sia. Sementara hasilnya pun tidak istimewa. Ironisnya begini, orang menunda dan bersikap perfeksionis terhadap pekerjaan dengan harapan nanti hasilnya maksimal. Padahal, sama sekali hal tersebut tidak membuat hasil maksimal. Malah sebaliknya, hasilnya paling mentok ya biasa-biasa saja.

Lalu, bagaimanakah sebaiknya kita besikap terhadap pekerjaan? orang dengan pola hidup efektif akan cenderung bersegera untuk memulai. Langkah pertama itu penting. Jika kita ingin mengerjakan suatu thesis, misalnya, maka mengambil langkah awal itu penting. Dimulai dari mengakses computer yang terkoneksi ke dalam internet. Kemudian baca-baca berbagai literatur, atau karya penelitian orang lain, supaya mendapatkan ide. Intinya, se-enggan apa pun rasanya, langkah awal harus dicoba. Sebagai pancingan motivasi intrinsik, langkah awal harus membuahkan hasil. Di setiap langkah harus ada hasil tertentu, karena hal tersebut akan membuat kita merasakan a sense of progress. Ini penting! Berkomitmenlah untuk terus berproses. Dengan prinsip tadi, yaitu just do it, no matter what! Paksakan diri untuk memulai. Pikiran akan menemukan “state of flow” nya saat kita memutuskan untuk memulai dan menjalani proses.

Banyak orang yang berpikir bahwa mereka perlu menunggu “good mood” to kick start working. Padahal, good mood itu bisa dipancing. Orang yang mau memaksakan diri untuk langsung jump into the work akan menemukan good mood. Sbenarnya yang matter bagi proses melakukan suatu pekerjaan itu bukan good mood, melainkan “flow”. Orang yang sudah menemukan flownya akan cenderung enjoy dengan proses yang dijalani, bahkan sampai lupa waktu karena sudah mengalir dengan ritme proses. Kondisi tersebut dalam ilmu positive psychology disebut dengan “flow”, dikemukakan pertama kali oleh Mihayli Csikszentmihalyi.

Good mood, atau yang seringkali sebenarnya bermakna “flow’ bukan lah hal yang kemunculannya tidak bisa kita upayakan. Flow bisa diciptakan. Cara menciptakannya ya itu tadi, melalui kemauan untuk jumping into working, mulai bekerja, apa pun kondisi mood yang ada saat memulai terebut.

Hal penting lain yang perlu dilakukan salam upaya penyelesaian suatu kerjaan adalah melakukan visualisasi. Visualisasikan bahwa diri kita sedang mencapai suatu tahapan progress tertentu. Bayangkan bahwa kita tinggal sedikit lagi hingga di titik selesai. Atau bayangkan kita sudah selesai dengan pekerjaan kita. Bayangkan rasanya. Bayangkan rasa leganya. Konon, alam bawah sadar tidak mengenal pengandaian. Jika kita memvisualisasikan diri selesai dengan pekerjaan tersebut, dan melakukan visualisasi menikmati momen selesainya pekerjaan tersebut, maka akan muncul energi positif untuk mulai mengerjakannya.

Seringkali, kita perlu memotivasi dan meyakinkan diri kita sendiri bahwa kita bisa, bahwa kita pasti mampu menyelesaikan suatu pekerjaan dengan maksimal sesegera mungkin. Visualisasi adalah salah satu teknik untuk merangsang munculnya motivasi diri.

Tak perlu berpikir lama dan berharap good mood akan tiba. Jika kita ingin selesai dengan pekerjaan kita, maka hal paling bijak yang perlu kita lakukan adalah dengan memulainya. Mulai mengerjakannya. No matter what!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar