Senin, 25 April 2022

Berawal Dari Refleksi Bersama, Bermuara Pada Kebaikan Siswa

 

Pernahkah terbersit dalam pikiran anda (kepala sekolah, guru, dan karyawan) untuk melakukan refleksi Bersama tentang visi misi sekolah? Sepertinya ini perlu. Kita disibukkan dengan berbagai aktivitas yang menguras energi, waktu dan pikiran. Menyiapkan perangkat pembelajaran, mengajar, menilai, rapat kenaikan kelas, rapat kelulusan, menyusun program, membuat laporan, akreditasi sekolah, dan kegiatan lainnya. Namun apakah semua itu benar-benar ada impact nyata bagi kehidupan para siswa kita?

Sejatinya, eksistensi dari sekolah, kiprah dari guru dan kepala sekolah serta berbagai kebijakan terkait Pendidikan di sekolah bermuara pada hajat masa depan para siswa. Fasilitas di sekolah disediakan demi kenyamanan siswa dalam belajar. Guru-guru ditraining tentang pembelajaran efektif juga agar siswa merasakan pengalaman belajar yang menyenangkan, efektif dan bermakna. Anggaran dikeluarkan oleh pemerintah untuk mendukung proses penyelenggaraan Pendidikan di sekolah juga demi hajat pengalaman belajar siswa di sekolah. Semua dilakukan agar para generasi di negeri ini adalah generasi yang hebat yang siap menghadapi berbagai tantangan hidup dan menjadi warga negara yang baik. Tujuan tersebut jelas tertuang dalam kurikulum Pendidikan.

Nyatanya, banyak sekolah yang menjalankan rutinitas kurang tanpa makna. Sekolah hanya menjadi tempat dimana para siswa “belajar” namun tidak benar-benar belajar. Belajar yang sebenarnya akan mampu merubah mindset si pembelajar, menambah skill, menumbuhkan karakter serta budi pekerti luhur. Belajar yang sbeenarnya akna mampu membuat si pembelajar memiliki kebiasaan belajar dan terus mempraktikannya sebagai sebuah kebutuhan. Belajar yang sebenarnya akan membekas di hati para pembelajar dan merasakan manfaatnya secara riil dalam kehidupan mereka.

Lanta, apa yang dapat kita harapkan dari aktivitas” belajar” yang hanya berkutat pada formalitas semata. Datang pagi, pulang sore, mendengarkan ceramah guru, mengerjakan tugas, mengerjakan PR, mengejar nilai raport yang bagus, memakai seragam, patuh pada aturan tanpa tau makna di balik kepatuhan tersebut. Kemudian naik kelas, naik kelas lagi, setelah itu lulus. Setelah lulus, banyak siswa yang masih bingung menentukan arah tujuan. Sebagian kuliah, namun kuliah mereka hanya dimaksudkan untuk mengisi waktu ketimbang di rumah saja mendengar cibiran tetangga karena menganggur. Setelah lulus, banyak siswa yang gagap dalam menghadapi tantangan untuk hidup mandiri. Ternyata hal-hal yang dipelajari selama di sekolah tak terasa relevansinya terhadap tantanga yang mereka hadapi pasca lulus sekolah.Tentu kondisi suram semacam itu tidak terjadi pada semua lulusan sekolah. Namun harus kita akui bahwa itu banyak terjadi pada lulusan sekolah.

Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk mencibir praktik Pendidikan di sekolah. Segala hal suram yang diuraikan di atas adalah sebagai awalan untuk menuju ke pokok bahasan.

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengajak semua orang yang berkaitan dengan Pendidikan siswa (guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua dan bahkan siswa) untuk Bersama-sama melakukan refleksi tentang praktik penyelenggaraan Pendidikan di sekolah. Kita mungkin sangat familiar dengan istilah refleksi Diri. Namun apakah banyak dari kita juga familiar dengan istilah refleksi bersama seluruh warga sekolah? Rasanya cukup jarang, kalo saya boleh berhipotesa.

Di sini, saya ingin menyarankan beberapa hal yang sekiranya penting untuk dilakukan oleh stakeholder sekolah. Yang pertama, sekolah perlu mengagendakan dilakukannya refleksi bersama oleh segenap pemangku kebijakan di lingkungan sekolah. Dalam hal ini, pihak yang andil dalam praktik refleksi adalah kepala sekolah, guru, dan karyawan. Semua pihak di sekolah perlu memiliki kesadarna Bersama bahwa segala upaya yang diselenggarakan di sekolah adalah semata-mata demi proses dan hasil belajar maksimal para siswa. Proses dan hasil belajar yang dimaksud adalah yang benar-benar memberikan dampak signifikan terhadap hidup para siswa, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan dating.

Yang kedua, sekolah perlu untuk membantu para siswa merumuskan visi hidup mereka. Arahkan mereka untuk memiliki tujuan besar, dan memanfaatkan waktu tiga tahun di sekolah untuk mewujudkan tujuan besar tersebut. Sebagian siswa mungin berkeinginan untuk kuliah gratis di perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri melalui bantuan beasiswa. Sekolah perlu membantu dan mengarahkan mereka untuk meraih tujuan tersebut. Sebagian siswa mungkin ingin menjadi pengusaha. Hal minimal yang sekolah bisa lakukan adalah memberi mereka pengarahan dan pemahaman tentang kualitas kepribadian apa saja yang diperlukan untuk menjadi seorang pengusaha. Sampaikan relevansi antara kedisiplinan, kreativitas, kolaborasi, kemmapuan komunikasi, manajerial, kepemimpinan dan nilai-nilai serta kecakapan-kecakapan lainnya dengan dunia wirausaha. Dengan begitu para siswa akan menyadari relevansi antara proses belajar yang mereka jalani di sekolah dengan cita-cita yang mereka ingin raih.

Mengapa banyak siswa yang gamang menentukan langkah selanjutnya setelah lulus sekolah? Alasannya adalah karena tidak ada yang mengarahkan mereka untuk merumuskan visi hidup sedini mungkina. Sebagian dari merkea mungkin memiliki privilege berupa keluarga atau lingkungan yang memberi mereka pengarahan. Namun banyak yang tak memiliki privilege semacam itu. Celah ini lah yang bisa diisi oleh sekolah untuk menunjukkan perannya.

Kurikulum Pendidikan sebenarnya sudah menunjukkan garis besar tentang bagaimana penyelenggaraan Pendidikan di sekolah diarahkan. Poin utama Pendidikan adalah karakter, kecerdasan, dan kecakapan. Guru-guru pada umumnya tau akan hal tersebut. Namun, pada praktiknya, maish banyak guru yang berkutat pada cara-cara konvensional dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Jawabanya adalah karena maish banyak guru yang take for granted tentang pentingnya belajar dan mengupdate kompetensi. Masih banyak yang berpikir bahwa tugas guru adalah semata mengajar, bukan belajar. Padahal guru yang efektif adalah guru yang terus belajar.

Refleksi Bersama perlu dilakukan oleh segenap pemangku kebijakan di sekolah. Melalui refleksi Bersama, kita bisa mendapatkan gambaran jelas tentang apakah segala aktivitas yang diselenggarakan di sekolah berada pada track yang lurus ataukah menyimpang. Refleksi Bersama juga memberikan ruang untuk praktik distributed leadership, dimana semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk menyuarakan gagasan-gagasan brilian dan mewujudkannya untuk kebaikan Bersama. Berawal dari refleksi Bersama, bermuara pada kebaikan siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar