Pernahkah terbersit
dalam pikiran anda (kepala sekolah, guru, dan karyawan) untuk melakukan
refleksi Bersama tentang visi misi sekolah? Sepertinya ini perlu. Kita disibukkan
dengan berbagai aktivitas yang menguras energi, waktu dan pikiran. Menyiapkan
perangkat pembelajaran, mengajar, menilai, rapat kenaikan kelas, rapat
kelulusan, menyusun program, membuat laporan, akreditasi sekolah, dan kegiatan
lainnya. Namun apakah semua itu benar-benar ada impact nyata bagi kehidupan
para siswa kita?
Sejatinya, eksistensi
dari sekolah, kiprah dari guru dan kepala sekolah serta berbagai kebijakan
terkait Pendidikan di sekolah bermuara pada hajat masa depan para siswa. Fasilitas
di sekolah disediakan demi kenyamanan siswa dalam belajar. Guru-guru ditraining
tentang pembelajaran efektif juga agar siswa merasakan pengalaman belajar yang
menyenangkan, efektif dan bermakna. Anggaran dikeluarkan oleh pemerintah untuk
mendukung proses penyelenggaraan Pendidikan di sekolah juga demi hajat pengalaman
belajar siswa di sekolah. Semua dilakukan agar para generasi di negeri ini adalah
generasi yang hebat yang siap menghadapi berbagai tantangan hidup dan menjadi
warga negara yang baik. Tujuan tersebut jelas tertuang dalam kurikulum Pendidikan.
Nyatanya, banyak
sekolah yang menjalankan rutinitas kurang tanpa makna. Sekolah hanya menjadi
tempat dimana para siswa “belajar” namun tidak benar-benar belajar. Belajar yang
sebenarnya akan mampu merubah mindset si pembelajar, menambah skill, menumbuhkan
karakter serta budi pekerti luhur. Belajar yang sbeenarnya akna mampu membuat
si pembelajar memiliki kebiasaan belajar dan terus mempraktikannya sebagai
sebuah kebutuhan. Belajar yang sebenarnya akan membekas di hati para pembelajar
dan merasakan manfaatnya secara riil dalam kehidupan mereka.
Lanta, apa
yang dapat kita harapkan dari aktivitas” belajar” yang hanya berkutat pada
formalitas semata. Datang pagi, pulang sore, mendengarkan ceramah guru,
mengerjakan tugas, mengerjakan PR, mengejar nilai raport yang bagus, memakai
seragam, patuh pada aturan tanpa tau makna di balik kepatuhan tersebut. Kemudian
naik kelas, naik kelas lagi, setelah itu lulus. Setelah lulus, banyak siswa
yang masih bingung menentukan arah tujuan. Sebagian kuliah, namun kuliah mereka
hanya dimaksudkan untuk mengisi waktu ketimbang di rumah saja mendengar cibiran
tetangga karena menganggur. Setelah lulus, banyak siswa yang gagap dalam menghadapi
tantangan untuk hidup mandiri. Ternyata hal-hal yang dipelajari selama di sekolah
tak terasa relevansinya terhadap tantanga yang mereka hadapi pasca lulus sekolah.Tentu
kondisi suram semacam itu tidak terjadi pada semua lulusan sekolah. Namun harus
kita akui bahwa itu banyak terjadi pada lulusan sekolah.
Tulisan ini
bukan dimaksudkan untuk mencibir praktik Pendidikan di sekolah. Segala hal
suram yang diuraikan di atas adalah sebagai awalan untuk menuju ke pokok bahasan.
Tulisan ini
dimaksudkan untuk mengajak semua orang yang berkaitan dengan Pendidikan siswa
(guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua dan bahkan siswa) untuk Bersama-sama
melakukan refleksi tentang praktik penyelenggaraan Pendidikan di sekolah. Kita mungkin
sangat familiar dengan istilah refleksi Diri. Namun apakah banyak dari kita
juga familiar dengan istilah refleksi bersama seluruh warga sekolah? Rasanya cukup
jarang, kalo saya boleh berhipotesa.
Di sini,
saya ingin menyarankan beberapa hal yang sekiranya penting untuk dilakukan oleh
stakeholder sekolah. Yang pertama, sekolah perlu mengagendakan dilakukannya refleksi
bersama oleh segenap pemangku kebijakan di lingkungan sekolah. Dalam hal ini,
pihak yang andil dalam praktik refleksi adalah kepala sekolah, guru, dan
karyawan. Semua pihak di sekolah perlu memiliki kesadarna Bersama bahwa segala
upaya yang diselenggarakan di sekolah adalah semata-mata demi proses dan hasil
belajar maksimal para siswa. Proses dan hasil belajar yang dimaksud adalah yang
benar-benar memberikan dampak signifikan terhadap hidup para siswa, baik di
masa sekarang maupun di masa yang akan dating.
Yang kedua,
sekolah perlu untuk membantu para siswa merumuskan visi hidup mereka. Arahkan mereka
untuk memiliki tujuan besar, dan memanfaatkan waktu tiga tahun di sekolah untuk
mewujudkan tujuan besar tersebut. Sebagian siswa mungin berkeinginan untuk
kuliah gratis di perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri melalui bantuan
beasiswa. Sekolah perlu membantu dan mengarahkan mereka untuk meraih tujuan
tersebut. Sebagian siswa mungkin ingin menjadi pengusaha. Hal minimal yang
sekolah bisa lakukan adalah memberi mereka pengarahan dan pemahaman tentang
kualitas kepribadian apa saja yang diperlukan untuk menjadi seorang pengusaha. Sampaikan
relevansi antara kedisiplinan, kreativitas, kolaborasi, kemmapuan komunikasi,
manajerial, kepemimpinan dan nilai-nilai serta kecakapan-kecakapan lainnya
dengan dunia wirausaha. Dengan begitu para siswa akan menyadari relevansi
antara proses belajar yang mereka jalani di sekolah dengan cita-cita yang
mereka ingin raih.
Mengapa banyak
siswa yang gamang menentukan langkah selanjutnya setelah lulus sekolah? Alasannya
adalah karena tidak ada yang mengarahkan mereka untuk merumuskan visi hidup
sedini mungkina. Sebagian dari merkea mungkin memiliki privilege berupa
keluarga atau lingkungan yang memberi mereka pengarahan. Namun banyak yang tak
memiliki privilege semacam itu. Celah ini lah yang bisa diisi oleh sekolah
untuk menunjukkan perannya.
Kurikulum Pendidikan
sebenarnya sudah menunjukkan garis besar tentang bagaimana penyelenggaraan Pendidikan
di sekolah diarahkan. Poin utama Pendidikan adalah karakter, kecerdasan, dan kecakapan.
Guru-guru pada umumnya tau akan hal tersebut. Namun, pada praktiknya, maish
banyak guru yang berkutat pada cara-cara konvensional dalam penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Jawabanya adalah
karena maish banyak guru yang take for granted tentang pentingnya belajar dan
mengupdate kompetensi. Masih banyak yang berpikir bahwa tugas guru adalah
semata mengajar, bukan belajar. Padahal guru yang efektif adalah guru yang
terus belajar.
Refleksi Bersama
perlu dilakukan oleh segenap pemangku kebijakan di sekolah. Melalui refleksi Bersama,
kita bisa mendapatkan gambaran jelas tentang apakah segala aktivitas yang
diselenggarakan di sekolah berada pada track yang lurus ataukah menyimpang. Refleksi
Bersama juga memberikan ruang untuk praktik distributed leadership, dimana semua
orang memiliki kesempatan yang sama untuk menyuarakan gagasan-gagasan brilian
dan mewujudkannya untuk kebaikan Bersama. Berawal dari refleksi Bersama,
bermuara pada kebaikan siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar