Jumat, 04 Februari 2022

Framework for self-reflective practice

 

Salah satu kebiasaan yang dimiliki oleh orang-orang sukses penuh prestasi adalah melakukan refleksi diri secara rutin. Refleksi diri bisa menjadi pembeda antara orang yang harapan-harapannya terwujud dan yang tidak terwujud. Dalam konteks ini, aku bisa menjadikan diriku sebagai contoh. Aku suka membuat daftar rencana yang berisi hal-hal yang ingin aku capai atau lakukan. Namun, di antara sekian banyak rencana tersebut, jauh lebih banyak rencana yang tak terwujud, dulu. Padahal rencana-rencana tersebut berkaitan dengan hal-hal besar.  The other day, aku tersadar bahwa factor tidak terwujudnya rencana-rencana tersebut adalah tidak adanya refleksi diri. Tiadanya refleksi diri membuat pencapaian atas rencana-rencana ku ngambang tak jelas.

Dalam menjalani hidup, manusia menghadapi begitu banyak distraksi. Rencana-rencana yang tadinya terlihat rapi dan langkah-langkah yang nampaknya sudah on the right track bisa saja melenceng karena adanya distraksi. Jika kita tidak pandai menyikapi distraksi, maka ada kemungkinan langkah kita melenceng lebih jauh dari rencana yang kita tetapkan. Di situlah refleksi diri berperan. Penting untuk setiap orang menetapkan suatu waktu/momen untuk refleksi diri secara penuh. Ada refleksi harian, yang dilakukan di malam hari untuk mengevaluasi perjalanan sehari yang telah dilalui. Ada refleksi mingguan, untuk mengevaluasi perjalanan seminggu yang telah di lalui. Pun juga ada refleksi bulanan. Jangan hanya mengandalkan momen pergantian tahun untuk merefleksi pencapaian selama setahun ke belakang. Jika hanya mengandalkan refleksi tahunan, aka nada banyak momen yang lepas dari jangkauan refleksi, karena memori otak terlalu terbatas untuk mengingat setiap detail dari peristiwa yang berlangsung selama setahun penuh.

Lantas, bagaimana sebaiknya kita melakukan self-reflection? Setiap orang memiliki prioritas, kebutuhan, target, value dan harapan yang berbeda. Oleh karena itu, langkah pertama adalah kenali terlebih dahulu hal-hal yang menjadi prioritas, kebutuhan, target, value dan harapan kita. Setiap orang pasti ingin tumbuh dalam hal-hal tertentu. Misalnya, ingin tumbuh semakin cerdas, sholeh, berprestasi, ahli dalam bidang tertentu, atau meraih suatu pencapaian tertentu. Memahami hal-hal yang menjadi prioritas, kebutuhan, target, value dan harapan, akan memudahkan kita untuk melakukan refleksi diri, karena kit tahu apa saja yang perlu kita refleksikan.

Langkah kedua, tentukan waktu untuk merefleksikan target pencapaian harian, mingguan, bulanan, dan tahunan. Mungkin kesannya kaku, seolah ini mengajarkan diri kita untuk menjadi robot yang harus nurut dengan system aturan tertentu yang kita buat sendiri. Namun perlu kita sadari, bahwa bukankah kita pada dasarnya adalah makhluk yang memang harus patuh dengan system tertentu? Tanpa kepatuhan terhadap system, maka kehidupan manusia akan berantakan. Contohnya, sebagai makhluk beragama kita harus patuh terhadap system atau tata aturan ibadah. Sebagai makhluk sosial berwarganegara, maka kita harus patuh terhadap system sosial, hukum dan kewarganegaraan. Tak bisa kita melanggar hak-hak orang lain dan aturan sosial, karena system mengatur hal tersebut. Jadi, kita tidak perlu merasa bahwa menentukan waktu untuk refleksi diri terkesan kaku. Semuanya akan bisa jika terbiasa. Toh sebagai manusia kita memang akrab dengan aturan.

Langkah ketiga, biasakan mencatat apa yang menjadi target pencapaian hidup kita. Target yang yang disimpan di dalam pikiran akan mudah terlupakan. Sulit untuk merefleksi kegiatan yang hanya ada dalam angan. Rencana yang kita tulis akan memudahkan kita dalam melakukan refleksi. Pikiran kita bisa langsung focus pada hal-hal yang harus direfleksikan. Sementara, jika tidak dituliskan, kita akan menghabiskan waktu untuk mengingat-ingat dan memikirkan apa yang perlu kita refleksikan. Dengan kata lain, menuliskan rencana atau target pencapaian adalah cara efektif untuk memudahkan pikiran kita focus pada poin apa saja yang perlu direfleksikan.

Refleksi diri bisa dilakukan dengan hanya merenung tanpa menggunakan media tulis. Memang benar. Namun, proses refleksi yang tak tertuliskan membuat hasil refleksi tersebut mudah terlupakan. Katakanlah kita melakukan refleksi diri dengan hanya duduk di malam hari merenungkan progress dari rencana kita tanpa dituliskan. Mungkin akan muncul gagasan tentang apa yang semestinya dilakukan setelahnya. Namun, gagasan hasil refleksi yang tidak dicatat akan rentan untuk terlupakan. Sementara jika gagasan hasil refleksi tersebut dituliskan,  maka bisa kita lihat setiap saat, sebagai panduan untuk melakukan perbaikan langkah selanjutnya.

Refleksi diri mungkin terkesan klise bagi sebagian orang. Namun, refleksi diri adalah cara efektif untuk memastikan langkah-langkah kita berada pada jalur yang benar untuk menuju tercapainya target hidup.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar