Rabu, 22 Februari 2017

Belajar mengasah nyali


Gambar: www.brainyquote.com


Ada satu hal yang semestinya diasah dalam lingkungan pendidikan formal terhadap individu pembelajar. Hal tersebut adalah nyali. Kata nyali memiliki kedekatan makna dengan kata keberanian. Namun nyali lebih sering dilekatkan pada keberanian mengambil resiko. Mengapa ‘nyali’ harus diasah di lingkungan pendidikan? Karena hidup ini penuh tantangan, sementara pintar saja tidak cukup untuk menjawab tantangan tersebut. Apalagi jika pintar yang dimaksud adalah pintar yang diukur dengan instrumen penilaian pendidikan di sekolah, yang berarti seorang peserta didik memiliki nilai yang bagus di berbagai mata pelajaran. Sementara, pendidikan di sekolah sejatinya dimaksudkan untuk menyiapkan individu agar siap menghadapi segala tantangan kehidupan dengan problem solving skill yang mereka miliki sebagai hasil dari proses belajar mereka. Sehingga, pengasahan nyali itu sangat penting untuk diintegrasikan dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. 

Pendidikan tentang nyali mungkin lebih tepat masuk pada ranah pendidikan karakter. Hanya saja, pendidikan karakter di sekolah sepertinya tidak memiliki rumusan yang jelas dan terarah tentang pelaksanaannya. Sudah lebih dari 7 tahun saya menjadi guru. Namun saya temukan bahwa pengasahan nyali peserta didik belum memiliki proporsi yang cukup, jika tidak bisa dikatakan tidak ada sekali. Pendidikan di Indonesia memang sedang gencarnya mengkampanyekan pendidikan karakter. Namun pendidikan karakter yang berkaitan dengan ‘nyali’ sepertinya belum disinggung sama sekali. Memang ada karakter berani sebagai salah satu karakter yang diasah di sekolah. Namun nyali itu lebih dari sekedar berani. Nyali itu berkaitan dengan keberanian mengambil resiko, untuk mewujudkan pencapaian yang sangat besar dalam hidup. 

Dalam hidup ini, kita bisa saksikan betapa banyak contoh pengaruh nyali terhadap pencapaian seseorang dalam hidup. Dalam tulisan ini, ingin saya sampaikan beberapa saja. Ini kisah nyata. Ada dua orang siswa yang di masa depan keduanya meraih pendapatan dalam bidang yang sama, yaitu dari usaha ekspor impor. Siswa yang pertama adalah siswa yang memiliki raport yang sangat memuaskan. Nilainya selalu hampir sempurna. Hingga setelah lulus dia berkesempatan mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri hingga bergelar doktor (S3) di bidang akuntansi. Dia ingin sekali memiliki usaha ekspor impor. namun setelah memperhitungkan berbagai kemungkinan resko yang harus dia hadapi, dia mengurungkan niatnya. Akhirnya, dia memutuskan untuk bekerja sebagai seorang akuntan di perusahaan ekspor impor. Sementara, satu siswa lainnya, tidak memiliki raport nilai yang memuaskan sebagaimana siswa pertama. Sehingga, dia tidak bisa memiliki nasib yang sama dengan siswa pertama, melanjutkan kuliah di luar negeri. Namun, siswa yang satu ini memiliki nyali yang besar. Dia bercita-cita mendirikan perusahaan ekspor impor dengan sukses. Dia mengetahui segala resiko yang harus dia hadapi, namun dia mengambil resiko tersebut. Keduanya sama-sama memperoleh pendapatan dari usaha dalam bidang ekspor impor. Namun bedanya, yang satu bekerja sebagai karyawan, sementara yang satunya sebagai pemilik perusahaan. 

Andai siswa yang pintar tadi memiliki satu kualitas berupa besarnya nyali saja, dia tentunya berkesempatan untuk mendapatkan pencapaian yang lebih besar dari yang dia dapatkan. Namun, dalam hidup ini, pintar saja tidak cukup. BUtuh nyali berlebih untuk bisa memperoleh pencapaian besar. Dan pencapaian besar bisa diperoleh hanya oleh mereka yang memiliki nyali yang besar untuk menghadapi segala resiko yang ada. Bukan oleh mereka yang pintar namun ciut nyalinya ketika mengetahui segala resiko yang harus mereka hadapi. 

Pengasahan karakter bernyali harus dilakukan dalam koridor yang positif. Perilaku membolos sekolah dan berkelahi barangkali juga disebabkan karena tingginya nyali. Namun hal tersebut adalah negatif. Apa artinya keberanian kalo ia diekspresikan dalam hal-hal yang negatif. Contoh tentang pengasahan nyali yang positif bisa didapatkan dari artikel ``Inspirasi pendidikan karakter dari seorang anak SMP di Jepang``.

Ide tentang pendidikan nyali ini mungkin akan terkesan aneh. Bukan karena ia hal baru. Melainkan karena hal ini belum menjadi mainstream. Sebagaimana sudah menjadi sunatulloh, hal-hal yang besifat pembaharuan seringkali mendapatkan penolakan yang hebat di awal. Namun ia akan diterima dan menjadi rujukan ketika sudah berhasil menunjukkan bukti bahwa ia benar adanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar