Senin, 05 September 2016

wang-sinawang



Melihat sawah-sawahan (mini ricefield) ini, jadi bersyukur tinggal di desa yang dekat dengan hamparan sawah. 
Sebuah yang di masa kecilku sering menjadi tempat bermain dan menghabiskan hari.
Mereka (orang Seoul) harus merelakan space yang cukup luas di lantai gedung yang merupakan bangunan hotel bintang 4 untuk bisa menikmati pemandangan sawah.
Mungkin ini bagian dari kreativitas dalam menyuguhkan suasana yang diciptakan oleh pihak hotel. 
Padahal baru masa tanam, namun sudah mampu menarik perhatian publik yang berada di lobby hotel. Seru kali ya kalo sudah tumbuh berbuah dan menguning.
Entah harus bagaimana aku menyebutnya, kreatif, aneh, fenomenal, atau apa.
Lha wong aku aja kadang bosen dengan sawah, terutama ketika masa panen. 
Mikul gabahnya itu lho, udah capek, gatel pula di badan.
hahaha…
Benar-benar fenomena. 

Manusia memang cenderung wang-sinawang, atau suka menilai bahwa apa yang dimiliki oleh orang lain lebih baik. Orang desa mendambakan pemandangan gedung-gedung menjulang megah. Sementara orang kota mendambakan suasana pedesaan dengan hamparan sawah hijau yang memanjakan mata. 

Sawah, tempat yang kadang aku bosan dengannya ternyata digandrungi oleh orang lain sebagaimana yang ada dalam gambar berikut ini. 
Orang eropa yang akrab dengan musim salju mendambakan iklim tropis yang penuh dengan sinar matahari. Mereka suka berjemuran di pantai ketika mendapatkan kesempatan berkunjung ke daerah tropis. Sementara orang yang berasal dari daerah tropis sebaliknya mendambakan memiliki musim salju. 

Ternyata, semua yang dimiliki oleh masing-masing individu sebagai anugerah dari Tuhan itu setara nilainya, hanya beda saja bentuknya. Hanya saja, kita seringkali kepo dengan apa yang tak kita miliki namun dimiliki oleh orang lain.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar