Sabtu, 17 September 2016

Tundalah Urusanmu, Agar Hilang Rasa Percaya Dirimu


Picture from www.http://4.bp.blogspot.com


Banyak orang yang memiliki kebiasaan menunda menyelesaikan suatu urusan. Urusan pada tataran tertentu memang kadang sangat sulit untuk ditaklukkan. Namun, sejatinya tak ada masalah yang tak bisa diatasi. Ketika berusaha melakukan penyelesaian, ada sebagian orang yang bermaksud rehat sejenak dengan menunda menyelesaikannya. Sayangnya, niatan untuk rehat sejenak tersebut kadang justru membentuk kebiasaan menunda.

Ketika menunda, ada efek psikoligis berupa rasa tenang dalam pikiran. Namun hal tersebut hanya berlangsung sementara. Efek psikologis negatif yang lebih besar lah yang muncul kemudian. Kebiasaan menunda menyelesaikan suatu urusan akan menumbuhkan rasa kurang percaya diri akut. Ketika rasa kurang percaya diri sudah tumbuh akut, maka  butuh proses dan waktu yang cukup lama untuk menyembuhkannya. Dalam diri kita, ada istilah konsep diri. Konsep diri merupakan cara pandang kita / penilaian kita terhadap diri sendiri. Orang yang memiliki kebiasaan menyelesaikan urusan secara tuntas, akan menumbuhkan konsep diri positif, berupa keyakinan bahwa dirinya memang orang yang mampu menyelesaikan urusan secara tuntas. Keyakinan tersebut muncul, bahkan meskipun sebenarnya pada saat tertentu orang tersebut tak begitu sempurna menyelesaikan suatu urusan. Namun karena kebiasaan menyelesaikan suatu urusan secara tuntas, maka tumbuhlah sebuah keyakinan bahwa ia bisa menyelesaikan urusan apapun.

Konsep diri dan keyakinan diri hampir sama maknanya, namun saya tak ingin tulisan ini terjebak pada pendefinisian istilah. yang jelas, bila dikaitkan dengan kebiasaan menunda, maka kebiasaan menunda suatu urusan akan menumbuhkan konsep diri berupa keyakinan bahwa diri kita tak mampu menyelesaikan urusan. dengan kata lain, timbul keyakinan bahwa kita adalah orang yang lemah. Ini yang berbahaya. 

Banyak orang terjebak oleh kenyamanan semu yang muncul dari menunda penyelesaian suatu urusan. Saya sendiri pernah mengalaminya. Di masa kanak-kanak, saya dan kakak saya memiliki aktivitas harian berupa mencari rumput untuk pakan ternak, yang kami lakukan sepulang sekolah. Khusus pada hari minggu, kami harus menghasilkan dua karung rumput sebagai stok agar kami tak perlu mencari rumput di hari senin, yang merupakan hari sekolah yang cukup melelahkan karena ada aktivitas upacara. Ada yang beda antara saya dengan kakak saya. Kakak saya memiliki kecenderungan menyelesaikan urusan dengan segera. Ketika dua kantong telah penuh diisi dengan rumput, dia menyegerakan untuk membawanya dari bukit tempat mencari rumput yang berjarak sekitar 2km dari desa kami, menuju kandang ternak didekat rumah. Selesai dibawanya satu kantong, kakak saya akan bergegas mengambil kantong yang kedua. Sebaliknya, saya cenderung bersantai-santai ria. satu kantong telah saya bawa ke kandang ternak, alih-alih mengambil yang kedua dengan segera agar cepat kelar urusan, saya bersantai terlebih dahulu dengan bergabung dengan kerumunan teman-teman yangs edang bermain. Baru beberapa jam kemudian, mengambil kantong rumput yang kedua.

Sekilas hal tersebut terkesan sepele. Namun, yang menjadikannya tidak sepele adalah terbentuknya kebiasaan menunda, yang akhirnya bertahan dan berkembang hingga usia dewasa. Saya menjadi pribadi yang suka menunda. Bahkan saya memiliki julukan khusus, dari teman yang pernah aktif dalam satu organisasi, yaitu ‘’the last minute person’’. Parahnya, kebiasaan menunda pekerjaan berkembang dan menjalar ke hal-hal lainnya. Dari kebiasaan menunda tersebut, muncul keyakinan pikiran bawah sadar pada diri saya, bahwa saya adalah pribadi yang tak sanggup menyelesaikan suatu urusan secara tuntas. Padahal, sebenarnya bukan tak mampu, melainkan kebiasaan menunda yang sudah dilakukan secara berulang lah yang membentuk keyakinan negatif tersebut. 

Menyadari betapa besarnya dampak negatif dari kebiasaan menunda, saya mencoba berbenah diri. Tak mudah tentunya. Apalagi merubah sebuah kebiasaan yang sudah mengakar. Meski membutuhkan proses yang begitu lama, namun dengan belajar dari berbagai sumber, dengan upaya merubah kebiasaan sedikit demi sedikit, akhirnya saya pun bisa terbebas dari kebiasaan menunda akut sebagaimana yang pernah saya alami dimasa sebelumnya. 
https://s-media-cache-ak0.pinimg.com


Tips merubah kebiasaan menunda.

Ada begitu banyak tips merubah kebiasaan yangtersedia di berbagai sumber berupa buku, artikel-artikel di internet, dan sumber lainnya. Namun, tips orisini yang saya temukan dan terasa efektif merubah kebiasaan menunda saya adalah sebagai berikut;

1. Menyegerakan melakukan ibadah wajib
Idealnya, ibadah wajib bagi pria (sholat) dilakukan di masjid secara berjamaah. Dalam kondisi tertentu kadang hal tersebut susah dilakukan karena faktor jarak tempat aktivitas yang sedang dilakukan dengan masjid. Namun, minimal kita mampu menyegerakannya. 

2. Bersegera dalam mewujudkan niatan baik
Setiap orang beriman, pasti pernah terbersit pikiran untuk beramal shodakoh. Misalnya, membantu teman yang sedang memiliki kesulitan keuangan, berinfak untuk masjid, membantu orang tua, dan amalan lainnya yang terjangkau untuk kita lakukan. Namun, tkakkunjung kita melakukannya, karena kita terganjal oleh proses berpikir dan mempertimbangkan berbagai hal. 

bagaimana kalau saya nanti kehabisan uang’’
‘’bagaimanan kalau nanti uang yang saya pinjamkan justru tidka segera dikembalikannya’’
‘’bagaimana kalau tugas saya ndak selesai-selesai karena menghabiskan waktu membantu orang tua’
dan bagaimana-bagaimana lainnya…

Terlalu banyak pertimbangan untuk melakukan amal kebajikan yang kita mampu melakukannya, menumbuhkan kebiasaan menunda juga. Bersegeralah untuk mewujudkan niat beramal kebajikan.

3. Batasi waktu menyelesaikan suatu urusan
Saya melakukan hal ini ketika saya merasa frustasi dengan menulis suatu artikel. Saya suka blogging, belum lama sih, baru beberapa tahun ini. Awal menulis, saya pernah membuat target untuk menulis artikel minimal 2 kali dalam satu minggu. Namun hal tersebut tidak lah mudah karena banyak aktivits lainnya dalam kurun satu minggu, meski 2 artikel setiap minggu seharusnya tak begitu memberatkan. Yang membuat sulit adalah sikap perfeksionis yang begitu kuat dalam menulis. Hampir setiap kalimat yang ditulis, selalu terlihat cela, dan dengan segera menghapusnya atau menggantinya. Ide sebenarnya mengalir begitu deras, namun upaya menyuguhkan ide dalam tulisan secara sempurna lah yang menjadi ganjalan. 

Akhirnya, saya membatasi waktu menulis sebuah artikel. Untuk sebuah artikel yang saya tulis, saya membatasi penulisannya dalam jangka waktu 40 menit, lumayan pendek, karena biasanya saya menghabiskan beberapa jama untuk menulis, rehat sebentar, dan akhirnya tak kunjung selesai. 40 menit artikel harus jadi, apapun hasilnya. Kini, saya makin terbiasa menyelesaikan satu artikel dalam batasan waktu tertentu. 


Sebenarnya masih banyak lagi tips yang bisa dilakukan untuk menyembuhkan diri dari kebiasaan menunda menyelesaikan suatu urusan. Yang jelas, kita harus mau dan mampu memaksakan diri untuk bersegera menyelesaikan urusan. Dengan begitu kita menjadi pribadi yang percaya diri bahwa kita memang pribadi yang bisa diandalkan untuk menyelesaikan urusan. Maka, bersegeralah dalam menyelesaikan urusan, agar tumbuh kuat rasa percaya diri kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar