Selasa, 17 Mei 2016

Belajar Filosofi dan Etos Kerja di Jepang


        Mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program Teacher Training ke Jepang merupakan salah satu anugerah dari Alloh yang luar biasa besar bagi saya. Bukan semata karena dengannya saya bisa memperdalam ilmu dan kecakapan dalam mendidik, melainkan juga karena dengannya saya memperoleh kesempatan untuk menggali lebih dalam pemahaman tentang budaya, gaya hidup, dan karakter-karakter positif masyarakat jepang dalam kehidupan sehari-hari. 
        
        Saya merasa beruntung bahwa program Teacher Training 1.5 tahun di Jepang ini cukup memberikan ruang dan waktu bagi saya untuk melakukan banyak hal di Jepang. Jadwal perkuliahan yang tak begitu padat, serta fleksibilitas mata program yang saya jalani, memungkinkan saya untuk melakukan hal-hal lain yang sesuai dengan minat dan hobi saya. 
        
        Salah satu hal yang menarik minat saya adalah mempelajari karakter masyarakat Jepang dalam bekerja. Interaksi saya dengan mereka dalam kehidupan sehari-hari menjadikan saya semakin mendapatkan jawaban atas pertanyaan saya selama ini, ‘’bagaimana etos kerja masyarakat jepang sebenarnya?’’ Untuk menggambarkan bagaimana etos kerja masyarakat Jepang, dalam artikel ini akan saya jelaskan beberapa pengalaman saya mengamati kinerja orang Jepang di berbagai bidang. 

Sikap pegawai terhadap pelanggan
        
        Saya termasuk orang yang memiliki hobi yang barangkali kurang begitu lazim bagi kalangan pria, yaitu pergi ke pasar sayuran, buah dan ikan, untuk berbelanja atau sekedar melakukan window shopping (lihat-lihat). Hal yang menarik setiap kali saya pergi ke toko/pasar/supermarket adalah sambutan para pedagang terhada saya, dan terhadap semua pelanggan tentunya. Ketika saya memasuki area dagangan mereka, ucapan ‘’irassaimashe’’ yang berarti ‘’selamat datang!’’ bergemuruh seketika diucapkan oleh emua pegawai yang ada di tempat belanja tersebut. Bagi saya, itu adalah hal yang cukup menarik, mengingat saya tak terbiasa mendapati sambutan seperti itu ketika memasuki pasar /toko di negara asal saya. Di negara asal saya, ketika seorang calon pembeli masuk ke sebuah toko/pasar, biasanya yang diucapkan seketika oleh pedagang adalah langsung berupa penawaran atas dagangan yang mereka miliki. Selain itu, meski dalam satu toko ada banyak pegawai, namun yang menyambut dengan ucapan selamat datang biasanya hanya pegawai yang bertatap muka langsung dengan si calon pembeli. Sedangkan di Jepang, semua pegawai dalam ruangan secara serentak mengucapakan ‘’selamat datang’' kepada setiap pengunjung. Sepertinya itu sudah menjadi Standard of Operating Procedure (SOP) dari setiap perusahaan yang aktivitasnya berinteraksi langsung dengan para pelanggan di Jepang. 
        

        
         Sesungging senyum tulus selalu ditampakkan oleh para pedagang kepada pelanggan. Mereka begitu mudah mengucapkan Arigatougozaimashita ‘(Terimakasih’’) kepada para pelanggan, baik ketika mereka benar-benar melakukan pembelian maupun hanya sekedar melihat-lihat lalu pergi berlalu. Ketika sang calon pembeli melakukan penawaran begitu gigihnya namun tak melakukan pembelian pada akhirnya pun tetap mereka beri ucapan Arigatougozaimashita. Hal unik lain yang terjadi di pasar adalah ketika kita berada di kasir untuk melakukan pembayaran, si pegawai kasir menyebutkan satu persatu harga dan nama masing-masing item barang yang kita beli. Kesannya cerewet, mungkin, tapi menurut saya justru itu menunjukkan kesan positif bahwa mereka benar-benar memastikan bahwa pelanggan membeli barang yang mereka inginkan dengan harga seperti yang tertera pada katalog. Entah apapun itu alasannya, yang jelas, saya secara pribadi menilai bahwa hal tersebut menimbulkan dampak psikologis pada diri pembeli bahwa mereka sangat ‘’receh’’,tak pelit bicara,ramah dan bersungguh-sungguh dalam melayani serta sangat welcome terhadap pelanggan. 

        Mengecewakan pelanggan, walau hanya sedikit saja, sepertinya sudah benar-benar menjadi pantangan bagi para penjual barang/jasa di Jepang. Seringkali saya dapati bahwa ketika mereka melakukan sedikit saja kesalahan yang mungkin merugikan pelanggan, mereka langsung mengucapkan gomennasai atau ‘’mohon maaf’’ yang disertai anggukan kepala beberapa kali untuk menunjukkan kesungguhan mereka meminta maaf pada pelanggan. Hal tersebut tentunya menjadikan para pelanggan merasa sungkan, dan akhirnya menjawab daijobu atau ‘No problem’’.

        Sikap service-oriented yang ditunjukkan masyarakat jepang dalam bekerja ternyata menyebar begitu merata di semua bidang pekerjaan. Beberapa kali saya pergi ke kantor Bank, dan setiap kali saya memasuki ruangan bank tersebut selalu ada sambutan dengan ucapan irassaimashee yang diucapkan secara serentak meski tak begitu kompak oleh seluruh pegawai di ruang kantor tersebut. Sambutan hangat pegawai terhadap pelanggan juga saya temukan di tempat-tempat seperti restoran/rumah makan, rumah sakit, kantor pos, dan tempat-tempat lainnya. Saya selalu mendapati aura wajah penuh keramahan terhadap pelanggan di setiap tempat usaha di jepang. Mungkin itu semua berawal dari SOP yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan di jepang, namun akhirnya mengakar menjadi budaya masyarakat. Mungkin juga sebaliknya, sebuah karakter positif yang telah membudaya dalam kehidupan sehari-hari dan mereka bawa ke dalam lingkungan kerja.

Saya menjadi semakin familiar dengan tiga kata yang seolah menjadi kata ajaib  (three magic words) ketika berinteraksi dengan masyarakat di Jepang. Kata-kata tersebut yaitu Irassaimashe, arigatogozaimashita, dan gomennasai. Inilah budaya positif yang layak ditiru dan dibumikan di lingkungan tempat tinggal dimana saya berasal. 

Add caption


Etos kerja masyarakat jepang

        Setelah selesai mengikuti program intensif belajar bahasa jepang di Tohoku University, dan merasa memiliki bekal yang cuku untuk berkomunikasi secara lisan secara lebih berterima dengan penutur asli bahasa Jepang, saya memberanikan diri untuk melakukan kerja sampingan (baito). Waktu luang yang cukup banyak, keinginan untuk mendapatkan uang tambahan sebagai modal untuk mengeksplor beberapa tempat di Jepang yang sudah masuk dalam wish list saya, dan keinginan kuat untuk mempelajari budaya dan karakter masyarakat Jepang secara lebih dalam, mendorong saya untuk melakukan baito

        Saya bersyukur mendapatkan part time job yang makin memperkaya pemahaman saya tentang etos kerja masyarakat Jepang. Saya memutuskan untuk mengambil 3 hari  kerja dalam setiap minggunya. Pekerjaan tersebut berlangsung selama 3-5 jam pada malam hari, dan dimulai pada pukul 9.00. Itu adalah pekerjaan yang membutuhkan energi fisik yang cukup prima, karena berhubungan dengan memindahkan barang yang berat. Ada sekitar 15 orang di tempat kerja tersebut. Sejatinya, itu adalah pekerjaan lembur, dimana sebagian besar pekerjanya sudah melakukan pekerjaan utama di siang hari. Namun , yang membuat saya takjub adalah kinerja para pekerja Jepang yang luar biasa. Mereka seperti tak kehabisan tenaga. Mereka begitu cekatan dalam bekerja. Saya selalu berusaha mengikuti ritme mereka dalam bekerja. Namun sepertinya memang butuh pembiasaan yang lama agar bisa menyamai level mereka dalam kinerjanya. Tak pernah saya temukan komplain dari mereka atas pekerjaan yang mereka tangani. Mereka memang sesekali terlihat lelah, namun tak menunjukkan sikap lemah, dan terus bekerja. Sempat saya curiga bahwa jangan-jangan mereka mengonsumsi semacam obat doping agar tenaga mereka bisa selalu prima sepanjang waktu bekerja. Namun, ternyata asumsi saya keliru. Mereka bekerja seperti itu karena memang hal tersebut sudah menjadi etos kerja mereka. Saluut!
        
        Saya suka mengamati perilaku orang Jepang ketika bekerja. Dari pengamatan tersebut saya melihat tak ada orang Jepang yang bekerja sambil mengobrol, apalagi membicarakan hal-hal di luar topik seputar pekerjaan. Menjadi negara yang maju dalam teknologi juga tak lantas menjadikan masyarakatnya menggunakan teknologi sepanjang waktu. Terbukti, ketika sedang bekerja, apapun bidang pekerjaan yang ditekuni, tak ada orang jepang yang asyik bercengkerama dengan gadget untuk sekedar mendengarkan musik atau menggunakannya untuk hal lainnya. Di sini, ada pelajaran tentang fokus, fokus dalam bekerja. Pernah suatu ketika, ada pekerja asing yang bekerja di sebuah pabrik di Jepang. Setiap jeda istirahat makan siang yang ebrlangsung selama 1 jam, sebagian pekerja asing tersebut bermain-main dengan gadget mereka, alih-alih memanfaatkan waktu istirahat untuk mengendurkan otot dengan rebahan sejenak agar memperoleh kebugaran kembali. ternyata, hal tersebut mempengaruhi produktivitas pabrik tersebut. Oleh karena hal tersebut, pihak manajemen perusahaan tersebut memutuskan semua pekerja yang bekerja di pabrik tersebut dilarang menggunakan gadget apapun selama berada di lingkungan pabrik, kecuali pekerja yang berhubungan dengan komunikasi jarak jauh dengan pihak luar. 

Filosofi dalam bekerja

        Setiap Selasa, Rabu dan Kamis malam, di saat orang-orang pada umumnya sedang mulai beristirahat, saya justru mulai bekerja. Lazimnya, ketika kita bersua dengan orang di malam hari, yang kita ucapkan adalah ‘’selamat malam’'. Namun di tempat saya bekerja, ketika berjumpa dengan para pekerja, kata yang diucapkan adalah ohayougozaimasu (selamat pagi). pertama kali mengetahui hal tersebut saya sempat bingung. ‘’apa gak slah yang mereka ucapkan itu?’’ belakangan, saya memperoleh penjelasan bahwa ucapan ohayougozaimasu yang diucapkan meski di waktu selain pagi memiliki makna filosifis yang dalam. kata ‘pagi’ berkonotasi positif dengan semangat, waktu dimulainya hari, dan awal yang baik. pengucapan ohayougozaimasu tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesan semangat untuk bekerja. 

        Semakin jauh berpetualang, semakin banyak pengalaman berharga yang diperoleh, semoga semakin menjadikan kita bersyukur dan mampu mengkapitalisasi semua pengalaman tersebut untuk kebaikan di negara asal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar