sumber: www.pusakaindonesia.or.id |
Saya
sangat bersyukur telah diperkenankan oleh Alloh SWT untuk mengikuti program
Guru Penggerak. Hampir dua minggu saya menjalani program ini, saya merasakan
seperti diingatkan kembali tentang bagaimana seharusnya saya berperan sebagai
seorang pendidik. Saya seperti diarahkan dan diingatkan kembali agar peran saya
sebagai pendidik benar-benar sesuai dengan jalur yang semestinya.
Materi
awal dalam program ini berkaitan dengan pemikiran filosofis Ki Hajar Dewantara.
Beliau benar-benar seorang Begawan Pendidikan yang layak jadi rujukan atas
pemikiran-pemikiran filosofisnya tentang Pendidikan. Meskipun pemikiran filosofis
beliau muncul di zaman pemerintah colonial, namun relevansi pemikiran beliau
tak lekang waktu. Sehingga, sudah tepat sekali ketika pemikiran beliau menjadi
landasan dan rujukan utama dalam desain Kurikulum Merdeka.
Ki Hajar Dewantara mengajarkan beberapa
pemikiran tentang Pendidikan. Setidaknya, pemikiran beliau bisa dirangkum dalam
tujuh poin. Pertama, Pendidikan harus memperhatikan kodrat alam dan zaman. Kedua,
Pendidikan harus mengedepankan pembentukan manusia secara utuh (sistem among).
Ketiga, pendidikan harus berhamba pada anak. Keempat, ada tiga tempat penting
yang menjadi pusat Pendidikan, yaitu keluarga, perguruan (sekolah), dan masyarakat.
Kelima, Pendidikan harus mengarahkan anak untuk memiliki budi pekerti yang
luhur. Keenam, pendidikan yang harus dilaksanakan secara
berkesinambungan (kontinyu), pendidikan melibatkan berbagai sumber yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks budaya milik kita sendiri (konvergen),
dan pendidikan yang dilakukan tidak lepas dari kepribadian bangsa kita sendiri
(konsentris). Ketujuh, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri
Handayani, yang artinya adalah bahwa seorang pendidik harus menjadi contoh yang
baik bagi anak didiknya, memberikan dorongan dan motivasi agar anak didiknya
agar berkembang dengan baik, dan memberikan dukungan yang dibutuhkan agar anak
didiknya dapat mencapai kesuksesan.
Relevansi pemikiran beliau tidak hanya
bersifat local, melainkan universal. Trend paradigma Pendidikan di
negara-negara maju yang memiliki system Pendidikan terbaik seperti Finlandia, Selandia
Baru, Singapura, Lithuania dan negara-negara maju lainnya selaras dengan
pemikiran Ki Hajar Dewantara. Betapa tidak? Di negara-negara tersebut, Pendidikan
diorientasikan untuk menciptakan individu-individu yang merdeka secara pikiran,
dan memiliki segala aspek untuk menjadi manusia yang cerdas, berkarakter serta
menjadi warga negara yang baik. Di negara-negara maju, Pendidikan sudah tidak
lagi berorientasi pada angka-angka, melainkan menjadikan manusia seutuhnya. Hal-hal
tersebut sangat selaras dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Dengan demikian, bisa
disimpulkan bahwa relevansi pemikiran beliau bersifat universal.
Refleksi
Pembelajaran dan Komitmen perubahan
Jujur,
15 tahun menjadi seorang pendidik, ini bukan pertama kali saya memahami pemikiran
filosofis KH Dewantara tentang Pendidikan. Sudah sejak lama saya mengilhami
pemikiran-pemikiran beliau dan menjadikannya sebagai landasan filosofis atas pembelajaran
yang saya rancang dan laksanakan. Saya sudah cukup lama berupaya untuk
mengintegrasikan Pendidikan karakter (character building) di dalam kelas. Di dalam
pembelajaran yang saya rancang dan laksanakan, saya sudah lama menekankan
pentingnya keterampilan abad 21 (kolaborasi, kreativitas, komunikasi, dan
berpikir kritis) yang nyatanya sejalan dengan pemikiran KH Dewantara. Saya sudah
cukup lama berupaya mengarahkan para murid untuk memiliki mindset bahwa Pendidikan
yang mereka jalani adalah dalam rangka untuk menjadi pribadi yang cerdas,
berkarakter, berketerampilan dan mampu menghadapi tantangan zaman, bukan semata
untuk mendapatkan nilai berupa angka-angka yang tertulis di rapor atau ijasah. Saya
sudah lama berusaha untuk menghadirkan diferensiasi pembelajaran dalam hal
konten dan proses, walau dalam aspek penilaian masih sering saya seragamkan. Saya
sudah berusaha mendesain dan mempraktikkan pembelajaran Bahasa Inggris yang
memperhatikan konteks zaman dan prikologi perkembangan serta psikologi belajar peserta
didik.
Banyak
hal yang saya rasa sudah saya lakukan sebagai pendidik yang selaras dengan
pemikiran KH Dewantara. Hanya saja, konsistensi lah yang menjadi tantangan
saya. Selama ini, saya belum memiliki penguatan untuk tetap konsistem menjalankan
peran sebagai pendidik yang sejalan dengan KH Dewantara. Namun sekarang, saya
merasa memiliki landasan untuk terus konsisten melaksanakan pembelajaran dan Pendidikan
yang sejalan dengan pemikiran KH Dewantara.
Satu
hal yang menjadi komitmen saya setelah mempelajari kembali pemikiran filosofis
KH Dewantara adalah senantiasa menjadikan diri saya pendidik yang selaras
dengan pemikiran beliau. Ini adalah panggilan hati. Kurikulum sudah memberikan
ruang seluas-luasnya untuk pendidik menjalankan perannya sebagai agen penuntun
murid menjadi manusia seutuhnya. Dengan ini, saya sebagai pendidik merasa
memiliki justifikasi untuk focus pada menuntun terbentuknya budi pekerti luhur
anak serta terasahnya kecerdasan mereka dalam konteks mata pelajaran yang saya
ampu.
Sebelum
menjalankan kurikulum merdeka, saya merasa bahwa tugas pokok pendidik sangat
kental dengan nuansa-nuansa formalitas. Seolah tugas pendidik yang utama adalah
tentang mendorong murid untuk meraih
nilai pengetahuan dan kompetensi maksimal, serta mebuat mereka lulus ujian di
akhir jenjang Pendidikan. Nuansa seperti itu kurang memberdayakan ruh sebagai
pendidik sejati. Kurikulum Merdeka ini seperti mengembalikan saya pada status
dan posisi semestinya. Yaitu, sebagai pendidik sejati yang menuntun murid menjadi
pribadi yang berbudi pekerti luhur, meraih potensi maksimal sesuai dengan
kodrat mereka, dan menjadi warga masyarakat dan negara yang baik.
isi konten bagus ,, terus berkarya,, salam sehat dan bahagia
BalasHapusTerimakasih atas umpan balik panjenengan.
BalasHapusSiap berkarya dan berguru pada panjenengan, Pak.