Minggu, 13 November 2022

Mengatasi Bullying di Sekolah


Seorang siswa kelas 11 datang ke ruang Bimbingan dan Konseling. Dia mengeluhkan perlakuan beberapa temannya yang dia nilai selalu membullynya. Sambil sesenggukan menangis, dia mengungkapkan segala keluh kesahnya. Anak ini berperawakan kecil, dan itu salah satu hal yang menjadi objek bullyannya, katanya. Dia bercerita bahwa teman-temannya sering mengatainya “kecil”, dan dia tidak nyaman dengan perkataan itu. Oiya, aku mengetahui hal tersebut karena aku sedang berada di ruang BK, numpang mengerjakan suatu pekerjaan menggunakan komputer di ruang BK. Sehingga, aku mendengarkan semuanya.

Melihat anak tersebut menangis sesenggukan sambal bercerita, aku bisa membayangkan ketidaknyamanan yang ia rasakan atas perlakuan beberapa temannya. Terlepas apa yang sebenarnya terjadi, namun hal ini harus diselesaikan. Meski bukan seorang guru BK, aku cukup merasa bertanggungjawab secara moral untuk menyelesaikan masalah ini. Bagi orangd ewasa, hal ini mungkin hal remeh. Namun bagi anak usia belasan tahun seperti dia, tentu ini perkara yang tak mudah dan tak bisa disepelekan.

Aku pernah juga menjadi korban pembullyan saat masih duduk di bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Waktu itu belum ada istilah bullying. Namun semua hal yang aku rasakan atas perlakuan beberapa temanku sangatlah memenuhi kriteria istilah bullying. Soal pembullyan, ada beberapa hal yang bisa menjadi latar belakang. Hal ini aku simpulkan setelah sekian lama aku merenungi dan mengamati berbagai kasus pembullyan.

Hal pertama yang bisa menjadi penyebab bullying adalah penampilan seorang individu yang bullyable. Kalo kita amati, banyak para korban bully yang secara penampilan mereka bullyable. Ekspresi wajah mereka, cara berjalan mereka, bahkan cara bicara mereka, secara default menampilkan seorang individu yang bullyable. Badan kecil juga bisa menjadi penyebab seseorang diremehkan oleh orang lain, hingga menjadi objek bullying.

Hal kedua yang bisa menjadi penyebab bullying adalah factor internal korban bullying. Bisa jadi, orang yang mudah dibully adalah orang yang tidak memiliki hal yang lebih worth it untuk dipikirkan. Ada banyak orang yang secara fisik kecil dan terlihat remeh, namun mereka tidak terlihat bullyable. Mereka adalah individu-individu yang memiliki kesibukan berarti seperti kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pencapaian prestasi. Dengan focus pada pengukiran prestasi, maka seseorang tidak akan terlalu sensitive terhadap penilaian dan perlakuan orang lain.

Hal ketiga, bullying juga bisa berkaitan dengan karakter dasar seseorang. Orang yang circle pergaulannya sempit alias terbatas lingkup pertemanannya, wawasannya sempit, berkarakter introvert dan pendiam, punya potensi untuk merasa terbully. Bullying bukan semata masalah tindakan bullying yang nyata. Ia bisa juga berupa persepsi. Seseorang mungkin tidak merasa membully orang lain melalui perlakuan tertentu yang dia perbuat pada orang lain tersebut. Namun karena adanya sensitivitas perasaan, orang lain tersebut menilainya atau mempersepsikannya sebagai sebuah tindakan bullying.

Hal keempat yang bisa menjadi penyebab peristiwa bullying, dan ini masih berkaitan dengan factor internal individu korban bullying, adalah rendahnya resiliensi seorang individu. Seorang idnividu yang tervbiasa hidup tanpa tantangan, atau selalu termanjakan oleh situasi akan cenderung memiliki resiliensi yang rendah. Mereka bisa merasa sensitive terhadap perlakuan orang lain yang tidak menyenangkan. Bagi orang yang memiliki resiliensi yang tinggi, perlakuan orang lain yang tidak memnyenangkan bisa saja hanya disikapi dengan melupakannya karena hal tersebut dinilai tidak layak untuk ditanggapi. Namun bagi orang yang resiliensinya rendah, hal tersebut dianggap sebagai hal besar yang sangat mengganggu pikiran dan perasaan.

Hal terakhir, bullying bisa disebabkan karena karakter dasar pembully yang memang suka membully orang lain. Individu tipe pembully bisaanya membully orang lain karena ada kepuasan psikologis tersendiri dari tindakan membully tersebut. Namun, mereka juga cenderung memilih target bullying. Mereka tentu akan berpikir berkali-kali jika ingin membully oran-orang yang nampak percaya diri dan tidak bullyable. Mereka akan peka untuk memilih mana orang yang layak dibully. Individu yang memang memiliki karakter dasar sebagai pembully seperti ini memang perlu penanganan khusus. Mereka perlu diberi pemahaman bahwa tindakan mereka itu salah. Seorang guru bisa menggunakan berbagai logika untuk meyakinkan bahwa tindakan bullying itu tidak baik. Guru juga bisa menggunakan pemahaman keagamaan untuk meyakinkan bahwa bullying tidak selayaknya dilakukan. Misalnya dengan mengatakan bahwa dalam ajaran agama, orang-orang yang didzolimi itu doanya terkabul, baik itu doa baik maupun doa keburukan bagi pelaku bullying.

Menangani bullying perlu penyikapan yang komprehensif. Seorang guru yang menangani kasus bullying perlu mendengarkan perspektif kedua pihak, baik korban maupun orang yang dinilai pelaku bullying. Melalui mempertimbangkan perspektif kedua pihak, guru bisa mengambil langkah yang sesuai untuk menangani peristiwa bullying tersebut. Apapun langkah yang dilakukan oleh guru dalam menangani bullying, haruslah mengedepankan tujuan untuk mendidik.

2 komentar:

  1. Memang akhir-akhir ini perundungan makin marak. Maka dibutuhkan pengawasan melekat dan sistematis terhadap seluruh aspek yang ada.

    BalasHapus
  2. Betul,Pak.
    Bagi orang dewasa, pengalaman perundungan para sisww mungkin dianggap hal yang sepele. Namu bagin para siswa, perundungan adalah hal yg serius

    BalasHapus