Seorang siswa kelas 11 datang ke
ruang Bimbingan dan Konseling. Dia mengeluhkan perlakuan beberapa temannya yang
dia nilai selalu membullynya. Sambil sesenggukan menangis, dia mengungkapkan
segala keluh kesahnya. Anak ini berperawakan kecil, dan itu salah satu hal yang
menjadi objek bullyannya, katanya. Dia bercerita bahwa teman-temannya sering
mengatainya “kecil”, dan dia tidak nyaman dengan perkataan itu. Oiya, aku
mengetahui hal tersebut karena aku sedang berada di ruang BK, numpang
mengerjakan suatu pekerjaan menggunakan komputer di ruang BK. Sehingga, aku
mendengarkan semuanya.
Melihat anak tersebut menangis
sesenggukan sambal bercerita, aku bisa membayangkan ketidaknyamanan yang ia
rasakan atas perlakuan beberapa temannya. Terlepas apa yang sebenarnya terjadi,
namun hal ini harus diselesaikan. Meski bukan seorang guru BK, aku cukup merasa
bertanggungjawab secara moral untuk menyelesaikan masalah ini. Bagi orangd
ewasa, hal ini mungkin hal remeh. Namun bagi anak usia belasan tahun seperti
dia, tentu ini perkara yang tak mudah dan tak bisa disepelekan.
Aku pernah juga menjadi korban
pembullyan saat masih duduk di bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah
atas. Waktu itu belum ada istilah bullying. Namun semua hal yang aku rasakan
atas perlakuan beberapa temanku sangatlah memenuhi kriteria istilah bullying. Soal
pembullyan, ada beberapa hal yang bisa menjadi latar belakang. Hal ini aku
simpulkan setelah sekian lama aku merenungi dan mengamati berbagai kasus
pembullyan.
Hal pertama yang bisa menjadi
penyebab bullying adalah penampilan seorang individu yang bullyable. Kalo kita
amati, banyak para korban bully yang secara penampilan mereka bullyable. Ekspresi
wajah mereka, cara berjalan mereka, bahkan cara bicara mereka, secara default
menampilkan seorang individu yang bullyable. Badan kecil juga bisa menjadi
penyebab seseorang diremehkan oleh orang lain, hingga menjadi objek bullying.
Hal kedua yang bisa menjadi penyebab
bullying adalah factor internal korban bullying. Bisa jadi, orang yang mudah
dibully adalah orang yang tidak memiliki hal yang lebih worth it untuk
dipikirkan. Ada banyak orang yang secara fisik kecil dan terlihat remeh, namun mereka
tidak terlihat bullyable. Mereka adalah individu-individu yang memiliki kesibukan
berarti seperti kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pencapaian prestasi. Dengan
focus pada pengukiran prestasi, maka seseorang tidak akan terlalu sensitive terhadap
penilaian dan perlakuan orang lain.
Hal ketiga, bullying juga bisa berkaitan
dengan karakter dasar seseorang. Orang yang circle pergaulannya sempit alias
terbatas lingkup pertemanannya, wawasannya sempit, berkarakter introvert dan
pendiam, punya potensi untuk merasa terbully. Bullying bukan semata masalah
tindakan bullying yang nyata. Ia bisa juga berupa persepsi. Seseorang mungkin
tidak merasa membully orang lain melalui perlakuan tertentu yang dia perbuat
pada orang lain tersebut. Namun karena adanya sensitivitas perasaan, orang lain
tersebut menilainya atau mempersepsikannya sebagai sebuah tindakan bullying.
Hal keempat yang bisa menjadi penyebab
peristiwa bullying, dan ini masih berkaitan dengan factor internal individu
korban bullying, adalah rendahnya resiliensi seorang individu. Seorang idnividu
yang tervbiasa hidup tanpa tantangan, atau selalu termanjakan oleh situasi akan
cenderung memiliki resiliensi yang rendah. Mereka bisa merasa sensitive terhadap
perlakuan orang lain yang tidak menyenangkan. Bagi orang yang memiliki
resiliensi yang tinggi, perlakuan orang lain yang tidak memnyenangkan bisa saja
hanya disikapi dengan melupakannya karena hal tersebut dinilai tidak layak
untuk ditanggapi. Namun bagi orang yang resiliensinya rendah, hal tersebut
dianggap sebagai hal besar yang sangat mengganggu pikiran dan perasaan.
Hal terakhir, bullying bisa disebabkan
karena karakter dasar pembully yang memang suka membully orang lain. Individu tipe
pembully bisaanya membully orang lain karena ada kepuasan psikologis tersendiri
dari tindakan membully tersebut. Namun, mereka juga cenderung memilih target
bullying. Mereka tentu akan berpikir berkali-kali jika ingin membully oran-orang
yang nampak percaya diri dan tidak bullyable. Mereka akan peka untuk memilih
mana orang yang layak dibully. Individu yang memang memiliki karakter dasar
sebagai pembully seperti ini memang perlu penanganan khusus. Mereka perlu diberi
pemahaman bahwa tindakan mereka itu salah. Seorang guru bisa menggunakan berbagai
logika untuk meyakinkan bahwa tindakan bullying itu tidak baik. Guru juga bisa menggunakan
pemahaman keagamaan untuk meyakinkan bahwa bullying tidak selayaknya dilakukan.
Misalnya dengan mengatakan bahwa dalam ajaran agama, orang-orang yang didzolimi
itu doanya terkabul, baik itu doa baik maupun doa keburukan bagi pelaku
bullying.
Menangani bullying perlu penyikapan
yang komprehensif. Seorang guru yang menangani kasus bullying perlu
mendengarkan perspektif kedua pihak, baik korban maupun orang yang dinilai
pelaku bullying. Melalui mempertimbangkan perspektif kedua pihak, guru bisa
mengambil langkah yang sesuai untuk menangani peristiwa bullying tersebut. Apapun
langkah yang dilakukan oleh guru dalam menangani bullying, haruslah
mengedepankan tujuan untuk mendidik.
Memang akhir-akhir ini perundungan makin marak. Maka dibutuhkan pengawasan melekat dan sistematis terhadap seluruh aspek yang ada.
BalasHapusBetul,Pak.
BalasHapusBagi orang dewasa, pengalaman perundungan para sisww mungkin dianggap hal yang sepele. Namu bagin para siswa, perundungan adalah hal yg serius